Kabar Bima

PT JM Pandai Bersilat Lidah

251
×

PT JM Pandai Bersilat Lidah

Sebarkan artikel ini

Kabupaten Bima, Kahaba.- Pengelola tambang Pasir Besi di Desa oi Tui, PT Jagad Mahesa (JM) kini pandai bersilat lidah. Pasalnya, PT JM yang mengaku telah mengajukan surat Pemberhentian sementara terkait aktivitas produksinya. Namun, setelah Kahaba mengkonfirmasi di Dinas Pertambangan, ternyata, pernyataan PT JM berbau dusta. Dinas pertambangan tak mengaku menerima surat perberhentian sementara dari PT JM.

Ilustrasi
Ilustrasi

Karyawan PT. JM yang enggan dituangkan namanya mengaku, dari keterangan pihak manajemen saat unjuk rasa beberapa waktu lalu, terkait tuntutan kenaikan gaji, dijawab oleh PT. JM bahwa keuntungan manajemen PT. JM tidak mampu lagi membiayai produksi dan akan menghentikan kegiatan produksinya.

PT JM Pandai Bersilat Lidah - Kabar Harian Bima

Alasan itu, membuat karyawan PT. JM menunggu perkembangan dari pihak manajemen dalam mengabulkan tuntutan kenaikan gaji mereka. Bahkan, pihak Pemerintah Kabupaten Bima yang setelah demonstrasi lalu mencoba memediasi, PT JM pun tak hadir dipertemuan itu. “Infonya, lantaran keuntungan yang masih kecil, jadi PT. JM tidak mampu memenuhi tuntutan kenaikan gaji para karyawan,” ujar sumber kepada Kahaba, 22 Agustus 2013.

Sementara itu, Kasi Pengelolaan Sumber Daya Mineral Dinas Pertambangan Kabupaten Bima, Ir. Taufiqurrahman mengatakan, pihaknya tidak pernah menerima surat permohonan pemberhentian sementara aktivitas tambang pasir besi di Oi Tui oleh PT. Jagad Mahesa. “Tidak pernah  ada surat yang masuk dari PT. Jagad Mahesa,” ujarnya.

Menurut Taufiq, selama tidak ada surat pengajuan, maka PT. JM tetap dianggap melakukan produksi tambang. Jika keadaan perusaahan sedang dalam pailit, itu merupakan risiko penerima izin tambang dan pihak PT. JM harus memberikan laporan keuangannya kepada pemerintah.

“intinya, secara tertulis, PT. JM belum melaporkan keadaan keuangan perusahaannya yang menyatakan secara jelas kondisinya saat ini sedang dalam keadaan pailit,” pungkas Taufiq di kantornya.

Ia menambahkan, penghentian aktivitas produksi bisa dilakukan bilamana adanya keadaan yang memaksa seperti di Lambu, pihak perusahaan mengajukan secara tertulis atau pemerintah mencabut izin produksinya karena ditemukan pelanggaran yang sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. [BS]