Kabar Bima

PT. PUI Dipertanyakan Dokumen Pemberdayaannya

239
×

PT. PUI Dipertanyakan Dokumen Pemberdayaannya

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- Rencana pembebanan APBD Tahun Anggaran 2012 oleh Pemerintah Kota Bima, dalam menanggulangi sederet janji kesejahteraan untuk masyarakat lingkar tambang khususnya warga relokasi tambang di Lingkungan Bina Baru Dusun Kadole Kelurahan Oi Fo’o, semestinya bukan tanggungjawab Pihak Pemkot Bima. “Itu tanggung jawab korporasi (investor, red), yang dalam hal ini pihak PT. Pasific Union Indonesia (PT.PUI),” ungkap sumber Kahaba, yang enggan dituangkan namanya.

Hal tersebut berbeda dalam penafsiran pihak Pemerintah Kota Bima, dari penjelasan Syarif Rustaman, M.Ap, Kabag ekonomi Setda kota Bima, kepada Kahaba (25 /4) lalu. Sederet keluhan dan tudingan kebohongan yang dialamatkan warga eks lokasi tambang kepada investor dan Pemkot Bima (Baca: Eks Warga Tambang, Tuntut Janji Walikota), nantinya akan terjawab di APBD TA 2012 ini.

PT. PUI Dipertanyakan Dokumen Pemberdayaannya - Kabar Harian Bima
PT. PUI Dipertanyakan Dokumen Pemberdayaannya - Kabar Harian BimaMaryono Nasiman, Direktur Administrasi PT. PUI Foto: timurmuliadin.blogspot.com

Ada apa dibalik tanggung jawab sosial PT. PUI yang seolah menjadi beban Pemerintah Kota Bima. Atau, jangan sampai ada indikasi konspirasi modal di balik kehadiran Korporasi pengelola tambang marmer di puncak Oi Fo’o itu? Mengingat, kebutuhan cos politik yang begitu besar, saat menghadapi suksesi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Bima tahun 2013 mendatang!

Persoalan lain pun muncul ke permukaan, bukan hanya soal tanggung jawab sosial saja, dugaan belum lengkapnya administrasi yang  dimiliki pihak pemegang Ijin Usaha Produksi (IUP) yang disampaikan sumber Kahaba kembali terkuak. Pasalnya, PT. PUI hingga kini belum membuat Dokumen Pemberdayaan Masyarakat (DPM), sebagai suatu kewajiban di terbitkannya IUP tersebut. Atau mungkin saja, DPM itu sengaja tidak diterbitkan, agar tanggung jawab pemberdayaan kemudian diserahkan kepada pihak Pemerintah Kota Bima. Keganjilan atas dugaan ditiadakannya kewajiban PT. PUI dengan tidak dibuatnya DPM tersebut, semestinya pihak Pemkot harus menagih itu, selain sebagai pra syarat kualifikasi, DPM juga merupakan payung hukum atas persoalan kemelaratan yang dialami 80 kk, warga eks lokasi tambang yang saat ini bermukim di Dusun Kadole (Baca: Potret Masyarakat Eks Lokasi Tambang).

Pihak PT. PUI yang dikonfirmasi Kahaba melalui, Direktur Administrasi, H. Maryono Nasiman, di kediamannya, Jum’at (27/4), mengungkapkan, bahwa dia belum mengetahui persis tentang Dokumen Pemberdayaan Masyarakat (DPM) yang dimaksud. “Tapi, kalau dari perusahaan, katanya seh sudah ada,” tepisnya. Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bima itupun menjawab sederet persoalan yang dialami masyarakat lingkar tambang. “Saat ini, kita masih dalam tahap perencanaan produksi, kalau sudah mulai kerja, tentu pihak perusahaan akan merekrut tenaga kerja sesuai kebutuhan, dan yang dikhususkan nantinya adalah warga sekitar tambang,” jelasnya.

Calon Wakil Walikota yang kalah dari H. A. Rahman (Wakil Walikota Bima sekarang) kembali memastikan keseriusan PT. PUI dalam hal tanggung jawab sosialnya. “Sudah menjadi tanggung jawab perusahaan dalam hal pemberdayaan terhadap masyarakat, baik dalam bentuk pemberdayaan sosial dan perekrutan tenaga kerja. Realisasi hal tersebut apabila pekerjaan sudah dimulai. Tapi, untuk sementara karena masih dalam tahapan persiapan dan belum memulai produksi batu marmer kita belum memfokuskannya,” ujarnya.

Ia pun mendukung langkah pemberdayaan yang dilakukan Pemerintah Kota Bima. Dalam kaitan memberdayakan masyarakatnya itu sudah menjadi kewajiban pemerintah, apalagi Walikota sendiri sudah berjanji, ujarnya. Legalitas Maryono di PT. PUI yang menjabat sebagai Direktur Administrasi, ternyata, belum ada Surat Keputusan secara tertulis. “Saya ditunjuk oleh Putra selaku pemilik PT. PUI, baru secara lisan,” terangnya.

Ia mengibaratkan sebuah bus kota, yang saat ini, dirinya hanya seorang supir, yang ditunjuk untuk mengemudikan bus tersebut. Maryono pun belum mengetahui persis tentang surat-surat dan kelengkapan terkait legalitas produksi tambang marmer. “Karena yang berhak mengatur itu adalah pemilik Bus, sedangkan Saya baru ditunjuk begitu saja, karena mungkin dianggap pantas saja,” jelasnya. [BS]