Kabar Bima

AJI Mataram Kecam Diskriminasi Terhadap Jurnalis Perempuan di Yogya

277
×

AJI Mataram Kecam Diskriminasi Terhadap Jurnalis Perempuan di Yogya

Sebarkan artikel ini

Mataram, Kahaba.- Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram Bersama Pro Jurnalis Perempuan Mataram mengecam tindakan kekerasan dan diskriminasi yang dilakukan Kepala Biro Pers Istana, Albiner Sitompul terhadap jusnalis media nasional Suara.com, Wita Ayodya Putri.

Ketua AJI Mataram, Haris Mahtul
Ketua AJI Mataram, Haris Mahtul

Saat itu, Wita mendapat perlakuan buruk dari Albiner saat meliput peluncuran program listrik nasional 35.000 megawatt (MW) di Pantai Goa Cemara, Desa Gadingsari, Sanden, Bantul yang dihadiri Presiden RI Joko Widodo.

AJI Mataram Kecam Diskriminasi Terhadap Jurnalis Perempuan di Yogya - Kabar Harian Bima

Ketua AJI Mataram Haris Mahtul bersama Ketua Gerakan Pro Jurnalis Perempuan Mataram Fitri Rachmawati Pikong menjelaskan, dari siaran pers Aji Yogyakarta, dilaporkan bahwa saat melakukan peliputan kegiatan yang dihadiri Jokowi itu, Wita bersama jurnalis lainnya wawancara doorstop, bahkan paspampres memberikan akses agar korban dan jurnalis lainnya bisa mendekat ke Presiden RI, dan Wita berada di bagian belakang keruminan jurnalis lainnya.

Korban sempat berkata “Pak” (belum direspon Presiden), tiba-tiba dari belakang sebelah samping kanan korban, seseorang yang belakangan diketahui adalah Albiner Sitompul, mengatakan “Mau Tanya Apa” Korban menjawab, “Mau tanya soal kasus buruh di Jakarta kemarin”. Laki-laki itu menjawab; “Ngapain kok tanya-tanya soal buruh, tanya aja soal program ini,” bentak laki-laki itu.

Tidak hanya berkata kasar, sambungnya, lelaki itu juga menjewer kuping korban sebanyak dua kali dan berkata; “Awas ya kalau tanya-tanya soal buruh, tanya aja soal program ini”. Tidak berhenti disitu saja, lelaki itu juga memegang pinggang korban dan berkata, “Awas ya tak cubit kalau sampai tanya soal buruh”. Pinggang korban dipegang hingga wawancara doorstop selesai.

Saat itu korban hanya bisa diam, bingung dan merasa tertekan serta terintimidasi dengan perlakuan lelaki berkemeja putih tersebut. Korban merasa shock saat dijewer di depan umum, padahal korban merasa tidak melakukan kesalahan. Korban juga menggunakan ID card pers dan membawa buku bloknote bertulis Aliansi Jurnalis Independen saat liputan tersebut, sehingga membuktikan bahwa korban seorang wartawan. Korban merasa dilecehkan dan diintimidasi dengan sikap pelaku tersebut.

?Akibat sikap pelaku, korban merasa dihalang-halangi saat melakukan tugas peliputan, karena tangannya berada di pinggang korban dan siap untuk mencubit korban. Saat itu korban hanya bisa diam mengikuti perintah pelaku karena sebelumnya korban sudah dijewer yang menurut korban hal tersebut lumayan sakit dan memalukan korban di depan umum. Korban merasa tidak terima namun saat itu tidak dapat berbuat banyak karena korban diancam.

“Atas apa yang dialami jurnalis perempuan Suara.com Yogyakarta, AJI Mataram dan Pro Jurnalis Perempuan Mataram mengecam tindakan kasar dan diskrimintif ? Kepala Biro Pers Istana, Albiner Sitompul dan mendesak yang bersagkutan meminta maaf secara tertulis atas perbuatannya,” tegasnya.

Menurut dia, apa yang dilakukan Albiner adalah sebuah pelecehan terhadap profesi dan pribadi korban. Sebagai pekerja perempuan. Albiner sebagai kepala Biro Pers Istana telah melanggar hak jurnalis perempuan yang dalam menjalani profesinya harus bebas dari teror, bebas intimidasi, mendapatkan perlindungan dan keamanan.

“Kami juga turut mendesak Presiden Joko Widodo agar segera mengantikan Albiner Sitompul sebagai kepala Biro Pers Istana, Karena dinilai tidak memahami kerja kerja jurnalis, termasuk cara menghormati jurnalis perempuan,” ucapnya.

Apa yang dilakukan albiner Sitompul, kata dia, harus menjadi pelajaran bersama, bahwa setiap orang termasuk pejabat untuk memahami UU pers sehingga upaya memberangus, menghalang halangi dan melecehkan kerja jurnalistik pekerja media tidak dilakukan.

“Apa yang dialami jurnalis perempuan di Yogyakarta, bukan tidak mungkin terjadi diwilayah Mataram dan di daerah – daerah lain di Nusa Tenggara Barat, sehingga upaya melindungi jurnalis perempuan oleh semua pihak mutlak dilakukan,” tambahnya.

*Bin