Kabar Bima

Kabupaten Bima Tertinggi Kasus Kekerasan Anak di NTB

313
×

Kabupaten Bima Tertinggi Kasus Kekerasan Anak di NTB

Sebarkan artikel ini

Kabupaten Bima, Kahaba.- Berdasarkan data Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB, Kabupaten Bima merupakan daerah tertinggi kasus kekerasan terhadap anak di NTB. Jenis kasus yang terjadi, didominasi kasus pencabulan, pemerkosaan dan penganiayaan disertai kekerasan kepada anak di bawah umur.

Ketua Devisi Penguat Organisasi Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB, Syafrin. Foto: Ady
Ketua Devisi Penguat Organisasi Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB, Syafrin. Foto: Ady

Ketua Devisi Penguat Organisasi Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB, Syafrin mengungkapkan, dari tahun ke tahun kasus kekerasan dengan korban anak terus meningkat di Kabupaten Bima. Pihaknya mencatat, untuk Tahun 2015 ini jumlah kasus mencapai 53 kasus yang sudah masuk proses hukum.

Kabupaten Bima Tertinggi Kasus Kekerasan Anak di NTB - Kabar Harian Bima

Diakuinya, data itu dihimpun mulai Januari hingga Oktober 2015 dan dikuatirkan akan makin bertambah sampai Desember nanti. Jumlahnya pun meningkat tajam bila dibandingkan dengan Tahun 2014 lalu dari Januari hingga Desember sebanyak 40 kasus.

“Data ini yang sudah masuk proses hukum, sedangkan pengaduan jumlahnya makin banyak lagi kalau dirangkum semuanya,” ungkap dia kepada wartawan, Kamis (8/10) pagi.

Untuk membantu melindungi hak hukum anak sebagai korban, pihaknya intensif melakukan pendampingan selama proses hukum berjalan. Seperti kepada anak di bawah umur korban pemerkosaan di Kecamatan Monta belum lama ini, LPA mendampinginya selama proses hukum.

Selain pendampingan hukum kata Syafrin, LPA juga melakukan pemulihan psikologis dan traumatik terhadap anak korban kekerasan. “Kita memiliki tenaga psikologi untuk memulihkan trauma pada anak. Dengan harapan, agar anak tidak terus terpuruk dan kembali bergaul di lingkungannya melanjutkan masa depan,” ujarnya.

Menurut dia, pemicu meningkatnya kasus kekerasan anak disebabkan lemahnya pengawasan orang tua dalam mengontrol pergaulan dan aktivitas anak-anak sehari-hari. Demikian pula dukungan pemerintah dalam meminimalisir masalah tersebut masih kurang. Baik dari segi sosialisasi maupun pendidikan moral terhadap anak.

“Negara memberikan jaminan terhadap hak anak untuk dilindungi sebagaimana diatur dalam Undang-Undnag, meksipun anak berstatus sebagai pelaku. Karenanya, peran pemerintah sangat dibutuhkan,” tandasnya.

*Ady