Kabar Bima

Ketua MUI : Islam Tidak Mengajarkan Kekerasan

247
×

Ketua MUI : Islam Tidak Mengajarkan Kekerasan

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- Agama Islam selalu menjadi ‘kambing hitam’ ketika muncul gerakan radikalisme dan terorisme. Asumsi itu tentu sangat merugikan umat Islam. Padahal, Agama Islam tidak pernah mengajarkan paham kekerasan dan radikal. Adapun, pelaku teror dan tindakan kekerasan sama sekali tidak mewakili agama karena mereka hanya oknum.

Ketua MUI Kota Bima, HM Saleh Ismail. Foto: Ady
Ketua MUI Kota Bima, HM Saleh Ismail. Foto: Ady

Demikian ditegaskan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bima, HM Saleh Ismail saat menjadi narasumber pada Diskusi Keagamaan yang digelar Pusat Studi Kajian Agama dan Budaya (PUSKAB) NTB, Selasa (26/1) pagi di Aula SMK Negeri 3 Kota Bima.

Ketua MUI : Islam Tidak Mengajarkan Kekerasan - Kabar Harian Bima

Menurut Ketua MUI, agama manapun tidak penah mengajarkan kekerasan, terlebih Agama Islam. Stempel paham kekerasan tidak bisa diarahkan pada agama tertentu, karena semua penganut agama berpotensi melakukan tindakan kekerasan, radikal dan teror.

“Kalau pun ada penganut agama yang melakukan kekerasan dan teror itu adalah oknum. Tidak bisa disebut agama, tetapi mereka hanya mengatasnamakan agama,” tegasnya.

Agama Islam kata dia, adalah agama yang santun, penuh kasih sayang, dan menghormati semua manusia. Pengajaran Agama Islam seperti tuntunan Nabi Muhammad disampaikan dengan penuh hikmah, kebijaksanaan serta tanpa kekerasan sehingga bisa diterima oleh semua kalangan.

“Islam adalah yang rahmatan lil alamin. Maka ketika kekerasan mengatasnamakan Islam, sesungguhnya mereka para oknum telah keliru memahami ajaran Islam,” ujarnya.

Pada kesempatan itu Ketua MUI juga menegaskan, tidak sepakat ketika ada pihak luar menyebut daerah Bima sebagai sarang teroris dan zona merah. Sebab, dari hasil kajian dan analisa MUI selama ini daerah Bima hanya dijadikan sebagai tempat pelarian oknum teroris.

“Keliru kalau daerah Bima disebut zona merah. Daerah kita sesungguhnya hanya dijadikan persinggahan dan pelarian mereka yang pernah ke Poso,” tegasnya.