Kabar Bima

Bendung Isu SARA, ini Komitmen Tokoh Lintas Agama Kota Bima

421
×

Bendung Isu SARA, ini Komitmen Tokoh Lintas Agama Kota Bima

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- Isu bernuansa Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA) belakangan mencuat dan cukup mengusik kerukunan hidup antar umat beragama di Indonesia. Untuk membendung terjadinya hal itu, semua Tokoh Lintas Agama di Kota Bima sepakat membuat komitmen bersama.

Ketua FKUB Kota Bima, Eka Iskandar. Foto: Ady
Ketua FKUB Kota Bima, Eka Iskandar. Foto: Ady

Komitmen bersama yang dibuat Tokoh Lintas Agama yang bernaung di bawah Foruk Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bima ini berisi menegaskan tiga poin penting.

Bendung Isu SARA, ini Komitmen Tokoh Lintas Agama Kota Bima - Kabar Harian Bima

Seperti dijelaskan Ketua FKUB Bima Kota Bima, Eka Iskandar pada media ini, Rabu (23/11) pagi. Pertama, sepakat bahwa segala bentuk kejadian yang menyinggung SARA di luar daerah tidak boleh terjadi di Kota Bima.

Poin ini mengisyaratkan kata Eka, kerukunan beragama bukan hanya tugas FKUB, tapi tugas semua elemen yang mengaku diri sebagai masyarakat Kota Bima. Hal ini menjadi catatan mutlak dalam nota kesepahaman bersama. Tidak boleh dikhianati diingkari. Harus tetap tegak, baik oleh kalangan muslim maupun non muslim.

Kemudian poin kedua, meminta umat Non Muslim di Kota Bima, apapun yang terjadi di luar daerah jangan ada kesan eksodus. Karena menurutnya, eksodus mengakibatkan terjadinya akses politik. Mereka keluar daerah, efeknya bisa saja Kota Bima dianggap tidak aman.

Selanjutnya poin ketiga, meminta kepada pimpinan agama selain Islam, agar berdakwah dan menyampaikan pesan agama dengan damai. Tidak menyampaikan isi khutbah menyinggung agama lain yang bernuansa penistaan agama. Tetapi memberikan pencerahan maupun pesan menyejukkan.

“Kesepakatan ini sifatnya sangat mengikat. Dan itu tertuang dalam nota kesepahaman yang kita sudah bagi pada seluruh elemen,” jelas Eka yang juga Ketua PD Muhammadiyah Kota Bima ini.

Komitmen ini lanjutnya, sebenarnya sudah dibuat sejak Tahun 2005, jauh sebelum muncul kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta non aktif, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Bahkan, dulu ketika ada kasus Tolikara FKUB telah bersurat sampai ke Presiden, Panglima TNI dan Kapolri.

“Kita sadar, kebhinekaan kita sangat rawan dipancing oleh orang sehingga menimbulkan aksi dan reaksi. Mengawal itu semua, kita berpikir hanya satu langkah yakni yang bersifat mengikat berbagai pihak. Mengikat di internal umat Islam dan mengikat juga di eksternal pimpinan umat agama lain,” tandasnya.

*Kahaba-03