Kabar Bima

Soal Mutasi Camat, Ini Pendapat Akademisi

286
×

Soal Mutasi Camat, Ini Pendapat Akademisi

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- Mutasi, rotasi dan promosi yang dihelat Pemerintah Kabupaten Bima beberapa hari lalu ditanggapi oleh akademisi. Terutama soal mutasi camat yang beberapa hari terakhir mendapat sorotan dari warga.

Soal Mutasi Camat, Ini Pendapat Akademisi - Kabar Harian Bima
Dosen Univesitas Mercu Buana Jakarta Fadlin Guru Don. Foto: Dok. Fadlin

Menurut Dosen Universitas Mercu Buana Jakarta Fadlin Guru Don, pada dasarnya pengangkatan PNS dalam jabatan struktural telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yakni PP 100 tahun 2000 dan PP 13 Tahun 2002.

Soal Mutasi Camat, Ini Pendapat Akademisi - Kabar Harian Bima

“Sebenarnya undang-undang ini sudah jelas, tegas dan cukup baik dalam mengatur tentang pengangkatan PNS dalam jabatan struktural. Namun pelaksanaan sering diabaikan oleh sebagian besar Pemerintah Daerah. Ini perlu diingatkan agar kita bangsa Indonesia tidak mengulangi kembali kesalahan secara turun temurun,” sorotnya saat menyampaikan pendapatnya melalui siaran pers kepada Kahaba, baru – baru ini.

Oleh karena itu sambung Fadlin, tidak heran jika beredar rahasia umum bahwa proses pengangkatan PNS dalam jabatan dekat sekali dengan KKN, uang, sistem yang tertutup, balas jasa, dan kedekatan politik dengan penguasa.

Dijelaskannya, salah satu regulasi yang khusus mengatur tentang Kecamatan yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Pasal 24, 25 dan 26 secara tegas mengatur persyaratan untuk dapat diangkat menjadi Camat. Yaitu menguasai pengetahuan teknis pemerintahan yang dibuktikan dengan ijazah pendidikan diploma atau sarjana pemerintahan dan pernah bertugas di desa, kelurahan, atau kecamatan paling singkat dua tahun.

Dalam peraturan ini, kekhususan camat dibandingkan dengan perangkat daerah lainnya adalah kewajiban untuk mengintegrasikan nilai-nilai sosiokultural, menciptakan stabilitas dalam dinamika politik, ekonomi dan budaya masyarakat.

Selain berpedoman pada regulasi yang ada sambung Fadlin, sejatinya pemerintah daerah selaku pemangku kekuasaan harus lebih arif dan bijaksana dalam pengangkatan kepala kecamatan dengan memperhatikan unsur-unsur primodial kehidupan masyarakat setempat, bukan semata-mata karena kepentingan politik apalagi karena sekelompok orang dan golongan tertentu.

Maka, reaksi dan protes dari masyarakat dibeberapa Kecamatan di Kabupaten Bima, merupakan salah satu bentuk penolakan terhadap kebijakan pemerintah yang tidak berkeadilan. Aksi dan unjuk rasa harus dihargai bahwa masyarakat sadar dalam berdemokrasi dan bernegara bukan justru dimaknai sebagai bentuk perlawanan atas kebijakan pemerintah.

“Justru sikap masyarakat seperti ini adalah salah satu bentuk partisipasi aktif masyarakat dalam membangun daerah. Pemerintah harus lebih dewasa dalam merespon keinginan masyarakat. Sadar atau tidak sadar, pemerintah berada karena atas mandat rakyat maka sepatutnya mereka menuntut haknya,” papar pria asli Kecamatan Soromandi.

Berpendapat lanjutnya, adalah hak konstitusional masyarakat yang dilindungi undang-undang. Maka tidak ada salahnya jika masyarakat menuntut putra daerahnya sendiri yang  memahami kondisi sosial budayanya untuk menjadi pemimpin mereka. Sejauh memenuhi syarat dan ketentuan berdasar amanat Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008.

Sebab, setiap orang memiliki kecenderungan untuk lebih senang bergaul dan lebih terbuka dengan temannya sendiri, daripada orang asing. Begitu juga dengan masyarakat, akan lebih mudah berkomunikasi dengan pemimpin yang mereka kenal dan memahami budaya dan tradisi mereka.

Mengingat fungsi utama camat selain memberikan pelayanan, juga melakukan tugas-tugas pembinaan wilayah yang bersentuhan langsung dengan masalah-masalah masyarakat, maka sangat perlu seorang pemimpin yang memiliki hubungan secara emosional dengan masyarakat setempat. Sehingga dapat mewujudkan kehidupan masyarakat yang harmoni dan berkemajuan.

*Kahaba-01