Kabar Bima

Pembangunan Jembatan Penatoi Tidak Pikirkan Dampak Sosial Ekonomi Masyarakat

416
×

Pembangunan Jembatan Penatoi Tidak Pikirkan Dampak Sosial Ekonomi Masyarakat

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- 2 warga Kelurahan Penaraga Jefris dan Rahadian menjelaskan panjang lebar soal munculnya protes warga tentang pembangunan Jembatan Penatoi. Keduanya menegaskan, warga sangat bersyukur jembatan tersebut dibangun ulang, tapi pemerintah dan pelaksana proyek juga harus memikirkan dampak sosial ekonomi masyarakat. (Baca. Warga Desak Pekerjaan Jembatan Penatoi Dihentikan)

Pembangunan Jembatan Penatoi Tidak Pikirkan Dampak Sosial Ekonomi Masyarakat - Kabar Harian Bima
Jembatan Penatoi yang sedang dibangun. Foto: Bin

Kepada media ini Jefris menuturkan, warga di sekitar jembatan sangat senang dengan pembangunan jembatan tersebut. Hanya saja, pekerjaan jembatan itu tidak pernah ada sosialisasi. Baik itu dari pemerintah maupun pelaksana proyek, yang menjelaskan kepada warga tentang rencana pembangunan dan hal – hal teknis lain serta dampak yang harus diterima masyarakat. (Baca. Pekerjaan Jembatan Penatoi Dihentikan Sementara)

Pembangunan Jembatan Penatoi Tidak Pikirkan Dampak Sosial Ekonomi Masyarakat - Kabar Harian Bima

“Tidak ada sosialisasi sama sekali, kami juga tidak tahu bagaimana konstruksi jembatan itu sebenarnya,” katanya, Kamis (23/8).

Diakui pria yang juga Aparatur Sipil Negara (ASN) Lingkup Pemkot Bima itu, saking senangnya ada pembangunan jembatan tersebut. Mereka bersama warga sekitar bersama – sama menjaga keamanan material jembatan. Hasilnya, tidak ada satu potong besi pun yang hilang.

“Intinya kami tidak merasa keberatan, seluruh warga di tempat itu tidak ada yang keberatan,” ungkapnya.

Tapi suatu saat sambungnya, mereka yang berada di sekitar jembatan kaget dan mulai resah setelah melihat rencana ketinggian jembatan. Apabila jembatan dibuat setinggi itu, berarti akses keluar masuk mereka di rumah dan gang menggunakan kendaraan ditutup. Ditutupnya akses itu untuk semua sisi kiri kanan jembatan. Sementara di sekitar itu ada gang dan lingkungan pemukiman warga.

Karena merasa khawatir, akhirnya Jefris berinisiatif membicarakan masalah ini dengan pelaksana proyek. Dirinya juga saat itu membawa seorang ahli jembatan untuk membaca gambar pembangunan jembatan tersebut. Kemudian diminta untuk menjelaskan secara teknis apa dampak yang harus dirasakan warga sekitar jika kondisi jembatan setinggi itu.

“Kami mendapat penjelasan yang mencengangkan. Jika tinggi jembatan mencapai 3 meter, akses kami praktis ditutup. Kami hanya bisa jalan kaki dan kendaraan tidak bisa masuk,” tuturnya.

Kendati tetap diprotes warga kata Jefri, pelaksana proyek tidak ingin menghentikan pekerjaan. Pelaksana proyek bersikukuh untuk melanjutkan proyek dan dan menutup akses keluar masuk warga disemua sisi jembatan.

Sebagai warga di sekitar, tentu pihaknya merasa sangat keberatan. Sikap keberatannya yang ditunjukan bersama Rahadian itu bukan karena mereka seorang ASN. Tapi sebagai warga yang memang merasa jalur lingkungannya harus ditutup oleh proyek dimaksud.

“Kami keberatan sebagai warga, bukan sebagai ASN. Siapapun warga tentu akan merasa keberatan jika akses keluar masuk rumah ditutup,” tegasnya.

Menurut dia, apabila ada orang yang menilai tidak terganggunya akses itu dengan adanya pembangunan jembatan tersebut, Jefris mempersilahkan untuk siapapun tinggal di rumahnya sementara waktu. Kemudian merasakan akses yang ditutup dan kendaraan tidak bisa keluar masuk gang.

Yang lebih parah dari pembangunan jembatan itu tambah Rahadian, di sekitar jembatan ada usaha masyarakat. Seperti usaha cuci mobil, usaha rumah makan, ada warung, ada kios. Semua usaha tersebut tentu akan mati. Siapa yang ingin belanja di tempat itu jika aksesnya tidak ada. Demikian juga dengan Kos – kosan di sekitar jembatan itu, juga tidak ada yang mau tinggal di tempat itu.

“Itulah yang kami maksud proyek ini tidak pernah memikirkan dan memperhitungkan dampak sosial ekonomi masyarakat sekitar. Masa ketinggian jembatan setinggi atap rumah warga,” sorotnya .

Pada kesempatan yang sama, Jefris menyayangkan sikap pemerintah melalui Penjabat Walikota Bima yang menilai dirinya sebagai provokator atau pihak yang menghalangi pembangunan jembatan tersebut. Sampai melalui atasannya harus diberi teguran dan pembinaan secara tertulis. Bahkan dirinya diancam untuk dimutasi dari jabatannya sekarang lantaran berbicara di media soal jembatan itu.

“Jangan katakan ini kami yang memprovokasi, karena jelas proyek ini menutup akses kami. Kami memerotes sebagai warga, bukan sebagai ASN,” ucapnya.

Untuk itu, sebagai warga dirinya berharap kepada pemerintah, bila perlu Pj Walikota Bima untuk turun langsung melihat baik – baik kondisi di lapangan, apa yang sebenarnya terjadi. Perhatikan ketinggian jembatan yang akan dibangun, kemudian melihat akses jalan mereka yang harus ditutup.

“Semua warga di sekitar jembatan ingin ketinggian jembatan itu diturunkan, tanpa harus mengurangi kualitas pekerjaan. Kalau tidak bisa, warga tetap akan protes dan tidak menginginkan jembatan itu,” tambahnya.

*Kahaba-01