Kabar Bima

Komnas HAM Minta Gubernur Bina Walikota Bima

220
×

Komnas HAM Minta Gubernur Bina Walikota Bima

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- Mutasi yang digelar Walikota Bima pada tanggal 17 Oktober tahun 2013 juga menjadi perhatian Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Setelah menerima surat pengaduan dari korban Mutasi Muhammad Syahwan ST, MT Dkk, Komnas HAM mengeluarkan surat tanggal 2 Januari 2015 untuk Gubernur NTB.

Surat Komnas HAM yang ditujukan ke Gubernur NTB. Foto: Bin
Surat Komnas HAM yang ditujukan ke Gubernur NTB. Foto: Bin

Surat bernomor: 011/K/PMT/I/2015 itu perihalnya pengawasan terhadap kinerja Walikota Bima dan dugaan tindakan sewenang-wenang yang melakukan mutasi tanpa dasar hukum yang jelas.

Komnas HAM Minta Gubernur Bina Walikota Bima - Kabar Harian Bima

“Pada tanggal 25 September 2014, Komnas HAM kembali menerima surat pengaduan yang disampaikan kami, dan baru mengeluarkan surat kedua ditujukan kepada Gubernur NTB, setelah sebelumnya juga melayangkan surat ke DPRD Kota Bima,” ujar Syahwan.

Kata dia, mengutip isi surat dari Komnas HAM, pada intinya, kami melaporkan bahwa telah terjadi mutasi secara besar – besaran yang diduga dampak dari Pemilukada Kota Bima dengan indikasi.

Pertama, sekitar 70 orang pejabat di berbagai Eselon diturunkan menjadi staf biasa di lingkungan SKPD yang tersebar diberbagai Dinas Pemerintah Kota Bima.

Kedua, terdapat 80 orang terkena mutasi pegawai yang dilakukan tanpa memperhatikan kompensasi dan disiplin ilmu pengetahuan.

“Ketiga, pegawai yang dimutasi dan atau diturunkan jabatannya tidak mendapatkan penjelasan atas kesalahan yang dilakukan, termasuk dalam surat keputusan Walikota Bima dimana tidak menyebutkan alasan atau dasar hukum tindakan tersebut dilakukan,” jelasnya mengutip isi surat itu.

Kemudian, lanjutnya, bahwa untuk menyelesaikan persoalan tersebut, pihaknya secara konstitusional telah melakukan upaya yang beradab yaitu menyampaikan aduan ke DPRD Kota Bima, melakukan pertemuan dengan Bapperjakat dan mengajukan gugatan ke PTUN Mataram serta PTTUN Surabaya.

Lalu poin kelima, ternyata Walikota Bima tidak mengindahkan Putusan PTUN Mataram jo Putusan PTTUN Surabaya diantaranya putusan nomor: 84/B/2014/PT.TUN SBY dan beberapa putusan lainnya. Substansi putusan tersebut adalah membatalkan SK Walikota Bima yang mengatur mengenai mutasi pada tanggal 17 Oktober 2013 dan memerintahkan melakukan pencabutan surat tersebut, serta merehabilitasi kedudukan Penggugat dalam jabatan semula atau setara.

Sehubungan dengan hal tersebut dan mengingat ketentuan pengawasan yang diatur dalam pasal 375 ayat (4) huruf c UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan bahwa “Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat melakukan pembinaan yang bersifat umum meliputi (c) kepegawaian”, mendesak agar Gubernur NTB, pertama menggunakan kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah secara obyektif, untuk melakukan pengawasan, evaluasi dan menyelesaikan persoalan tersebut secara konstitusional sesuai dengan pertimbangan keadilan bagi korban Cq. PNS dilingkungan Pemkot Bima.

Kedua, memastikan bahwa Walikota Bima menghormati dan melaksanakan putusan Pengadilan dan peraturan perundang-undangan, hal itu sebagai implementasi pelaksanaan sumpah jabatan yang diatur dalam pasal 61 ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Jika terdapat pelanggaran akan ketentuan atau sumpah jabatan tersebut, terdapat Yurisprudensi dalam perkara Aceng Fikri (Bupati Garut) yang oleh Kemendagri Diberhentikan dengan alasan pelanggaran sumpah jabatan dan pengabaian peraturan perundang-undangan.

Ketiga yakni memberikan informasi perkembangan penanganannya kepada Komnas HAM RI dan pengadu untuk menjamin pemenuhan hak asasi manusia, khususnya hak untuk turut serta dalam pemerintahan dan diangkat dalam jabatan negeri, serta pemenuhan hak untuk memperoleh keadilan sebagaimana diatur dalam pasal 43 ayat (3) jo pasal 3 ayat (2) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

*Bin