Kabar Bima

PKL Harap Lapak Tidak Dibongkar

239
×

PKL Harap Lapak Tidak Dibongkar

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- Jika banyak kalangan nyata-nyata menolak keras pembangunan lapak-lapak PKL di lapangan Pahlawan (Raba), bagaimana pendapat para pedagang yang kini menempati beberapa lapak tersebut?. Berikut hasil wawancara Kahaba bersama beberapa pedagang pada hari Kamis (30/8) di lokasi yang menjadi sorotan publik itu.

PKL Harap Lapak Tidak Dibongkar - Kabar Harian Bima
Lapak Pedagang Kaki Lima di Lapangan Pahlawan

Pada kesempatan pertama, kahaba.net mewawancarai Sundari, penjaja barang campuran ini merasakan adanya keuntungan dari dibangunnya tempat baru untuk mereka. Tempatnya berjualan yang dulunya sembrawut dan kotor kini telah tertata rapi, dan bersih. “Dulu, kalau hujan, kami tak bisa berjualan dengan tenang, sekarang setelah tempat baru dibangun kami berjualan dengan nyaman, pembeli pun betah”, ujarnya.

PKL Harap Lapak Tidak Dibongkar - Kabar Harian Bima

Terkait penolakan bayak kalangan terhadap keberadaan mereka, Sundari mengaku pernah dipanggil untuk menghadiri pertemuan dengan Pemerintah Kota Bima di Kantor Lurah Rabadompu Barat. Walaupun banyak pro-kontra terhadap masalah ini, kedepannya perempuan asal Rabadompu Barat ini mengharapkan lapak-lapak permanen agar dirinya tetap bisa mencari nafkah untuk keluarganya.

Senada yang disampaikan Sundari, Nasir warga Kelurahan Rabangodu Selatan yang kesehariannya menjual es itu juga berharap bangunan yang beberapa minggu terakhir dia tempati tidak dibongkar.

Menurut Nasir, aktifitas berjualan di lapangan Pahlawan menurutnya sama sekali tidak mengganggu aktifitas masyarakat yang biasa menggunakan lapangan ini. Apalagi puluhan los pedagang di sisi lapangan yang dibangun pemerintah bisa menampung banyak tenaga kerja. “Masyarakat yang ingin main bola, saya kira masih bisa bermain seperti biasanya. Pokoknya jangan dibongkarlah, kasian nanti banyak yang menganggur,” ujarnya kepada  kahaba.net.

Para pedagang ini mengakui, belum mengetahui berapa retribusi yang harus mereka bayar sekarang. Dulu setiap bulannya para PKL di lokasi ini ditarik Rp. 25 ribu untuk retribusi lapak, dan Rp. 10 untuk retribusi kebersihan. Jika dibandingkan dengan biaya yang mereka sisihkan untuk ‘setoran’ sewaktu mereka berjualan dulu, diperkirakan mereka akan membayar lebih untuk tempat yang baru. Mereka berharap kedepannya bila mereka tetap diijinkan berjualan di tempat yang baru dengan harga sewa yang terjangkau.[BS]