Kabar Bima

Heru Angkat Bicara Soal Angka Rp 40 juta

264
×

Heru Angkat Bicara Soal Angka Rp 40 juta

Sebarkan artikel ini

Kabupaten Bima, Kahaba.- Mantan Kadis Perkebunan tahun 2006, Heru Priyanto angkat bicara mengenai angka Rp 40 juta, yang disebut sebagai angka nominal jatah bagi Kadis saat itu. Padahal, angka Rp 40 juta itu diduga hasil laporan rekayasa. Suparno dan Syafrudin pun dituding memberikan kesaksian palsu.

Heru Angkat Bicara Soal Angka Rp 40 juta - Kabar Harian Bima
Penasehat Hukum (PH) Heru, Sri Mulyani. Foto: Ompu

Dalam jumpa pers Senin (1/5) sore, Heru melalui PH-nya, Sri muliani merasa perlu menjelaskan angka Rp 40 juta, yang dikaitkan sebagai jatah bagi kliennya sebagaimana versi Kejari Bima yang  atas fakta sidang di Pengadilan Tipikor Mataram yang melibatkan Suparno dan Syafrudin. Bagi kliennya angka Rp 40 juta itu merupakan rekayasa Suparno untuk menyerang Heru.

Heru Angkat Bicara Soal Angka Rp 40 juta - Kabar Harian Bima

“Angka Rp 40 juta itu hanya rekayasa laporan Suparno dan Syafrudin, untuk menyerang klien saya,” duganya.

Jika melihat penjelasan rinciannya, cerita Sri Mulyani, angka Rp 40 juta berdasarkan laporan realisasi hasil panen kebun kopi yang diduga fiktif, sebagaimana tanggal 9 juni 2006, ada dana operasional kadis Rp 8,7 juta dan tanggal 4 Agustus 2006 ada stor PAD kegiatan percontohan bagi kadis Rp 31,3 juta. Sehingga jumlahnya Rp 40 juta. Padahal angka Rp 8,7 juta tidak pernah diterima kliennya disertai bukti.

Begitu juga dengan angka Rp 31 juta itu adalah angka nominal yang diterima dari salah seorang pengusaha sebagai uang muka pengelolaan kebun kopi, plus uang Kadis Rp 300 ribu. Bukan diterima dari Suparno dan Syafrudin. Bahkan angka Rp 31 juta ditambah uang Rp 300 ribu telah disetor secara bertahap oleh bendahara dinas ke Kas Negara sebagai PAD Daerah

“Seolah olah angka Rp 31 juta ini dobel. Padahal tidak, karena angka Rp 31 juta itu murni dari pengusaha, bukan hasil panen yang diserahkan ke klien saya. Apalagi angka Rp 8,7 juta itu adalah laporan fiktif keduanya” ungkapnya.

Sri sapaan pengacara wanita ini menyebutkan, kliennya pernah menolak sampai tiga kali laporan realisasi kebun kopi dari kedua Napi tersebut. Alasannya karena muncul angka Rp 8,7 juta dan angka Rp 31,3 juta yang diterima Kadis. Padahal Kadis tidak pernah menerima hasil kebun kopi. Namun, laporan yang sama diterima kliennya, padahal sudah diberikan teguran agar memperbaiki laporan sesuai dengan perincian realisasi rill.

Saat itu, kliennya langsung melaporkan ke Bupati Bima (tahun 2006), atas dugaan laporan palsu oleh kedunya. Namun kini dikabarkan bahwa ada fakta sidang, bahwa kliennya menerima uang dari Suparno dan Syafrudin.

“Nah, mengenai fakta sidang itu kedua terdakwa saat itu memberikan kesaksian palsu,” tudingnya didampingi Heru.

Dijelaskannya, pada  laporan pertama, realisasi kebun kopi oleh Suparno dan Syafrudin  tanggal pada bulan Oktober. Laporan kedua tanggal 20 November 2006. Laporan ketiga tanggal 15 Desember 2007. Laporan tersebut dibuat berdua antara terdakwa satu dan dua.

“Ketiga laporan itu dibuat tanpa sepengetahuan Heru,” bebernya.

Karena merasa tidak.mengetahui hasil realisasi kemudian muncul nama sebagai penerima dana Rp 40 juta. Semua laporan itu, ditolak Heru. Karena berbeda beda. Apalagi ada  nilai penggunaan anggaran lain oleh Syafrudin tanpa seizin dinas (diluar APBD).

Akhirnya kliennya menerbitkan surat berjenjang tanggal 14 September 2006, meminta mereka menyetor terlebih dahulu uang yang digunakan. Baru meminta prosedur APBD untuk membiayai kegiatan.

Masih cerita PH Heru, kedua terdakwa diminta menertibkan administrasi dan keuangan kebun kopi dengan melampirkan kuitansi bukti yang sah. Ketiga, karena belum ditindaklanjut, tanggal 20 November 2006 ditegur lagi.

Tiba tiba kata dia, dalam proses untuk dua terdakwa, muncul Rp 218.425.000 kerugian negara, dari harga hasil panen yang diperoleh Rp 378.425.000. Sebagiannya disebut ada jatah untuk kliennya.

“Ini tidak adil, sebab secara bertahap, mulai bulan Juni sampai 11 Agustus 2006 senilai Rp 31 juta dari pengusaha dan Rp 300 ribu dari saya disetor ke kas negara oleh bendahara dinas. Apalagi angka Rp 8,7 juga yang katanya diterima bulan Juni, tidak menerima adanya,” klaimnya.

*Kahaba-09