Kabar Bima

Faktor Kemiskinan Dapat Menjerumuskan ke Paham Radikal

222
×

Faktor Kemiskinan Dapat Menjerumuskan ke Paham Radikal

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bima, H Eka Iskandar Zulkarnain menilai ada banyak faktor yang menjerumuskan masyarakat masuk ke pemahaman radikal. Salah satunya faktor keterbelakangan ekonomi atau kemiskinan.

Faktor Kemiskinan Dapat Menjerumuskan ke Paham Radikal - Kabar Harian Bima
Ketua FKUB Kota Bima, Eka Iskandar. Foto: Ady

Kemiskinan yang dimaksud jelasnya, tidak saja kemiskinan dari aspek ekonomi, tetapi juga kemiskinan dari aspek skill dan pengetahuan. Dalam hal miskin skill ini peran pemerintah sangat diperlukan untuk menyejahterakan masyarakatnya.

Faktor Kemiskinan Dapat Menjerumuskan ke Paham Radikal - Kabar Harian Bima

“Namanya orang miskin, berpikirknya paling gampang diajak, paling gampang untuk dirangkul, paling gampang untuk diarahkan kepada siapa yang menjadi panutannya saat itu,” paparnya saat menjadi narasumber pada kegiatan diskusi buku yang digelar Maarif Institute, Sabtu (11/11) pagi.

Makanya kata Eka, harus simultan program deradikalisasi dengan pengentasan kemiskinan dari pemerintah bersama dengan pihak terkait. Selain itu, penguatan skill masyarakat untuk mendukung program pengentasan kemiskinan itu juga harus diatensi.

Kemiskinan yang juga paling bahaya kata dia, yakni kemiskinan dari aspek pengetahuan dan pemahaman agama. Hal ini dapat mengakibatkan kelompok tertentu cenderung mengklaim hanya pengajiannya yang paling benar dan kelompok lain salah.

Pihaknya pernah mempertemukan dalam satu forum untuk mengurai titik temu pola pemahaman kelompok radikalis dan moderat di Bima. Setelah didalami hasil diskusi itu ternyata tidak terlalu jauh pola pemahamannya karena memang sama-sama menggunakan dasar Al Qur’an dan Hadist.

“Label organisasi itulah yang menyebabkan mereka dianggap salah. Makanya kita harus duduk bersama dalam bentuk apapun namanya sebagai sarana diskusi,” ujarnya.

Sebab kelompok yang dilabelkan sebagai radikal kerap dipandang sebagai musuh sehingga semakin terkesan ekslusif. Padahal sejatinya, kita harus memandang mereka sebagai saudara bukan sebagai musuh. Sehingga bisa dilakukan pendekatan secara persuasif. Bagaimana bisa membangun kerjasama, seperti melalui bakti sosial lintas ormas.

“Karena di Bima ini kalau bicara soal terorisme itu antara ada dan tiada. Dibilang ada tetapi tidak terlihat, dibilang tidak ada tetapi ada yang ditangkap. Namun secara tegas semua ormas menolak Bima distigmakan zona merah,” tandasnya.

*Kahaba-03