Kabar Bima

Satwa Kawasan Toro Mbala Terancam, Trabas HMQ Series 2 tidak Dibenarkan

314
×

Satwa Kawasan Toro Mbala Terancam, Trabas HMQ Series 2 tidak Dibenarkan

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- Toro Mbala atau Pantai Pink di Kecamatan Lambu masuk dalam Kawasan Cagar Alam Toffo. Di dalamnya hidup sejumlah satwa dan tumbuhan perlu dilindungi perkembangannya secara alami.(Baca. Persiapan Jelajah Alam HMQ Series 2 Terus Dimantapkan)

Satwa Kawasan Toro Mbala Terancam, Trabas HMQ Series 2 tidak Dibenarkan - Kabar Harian Bima
Ilustrasi. Foto: Adventuriderz.com

Jika Trabas HMQ 2 Series 2 Days yang rencananya digelar hari Sabtu (2/12) masuk ke wilayah Toro Mbala dan bermalam di tempat itu, tentu akan merusak ekosistem kawasan setempat dan mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam. (Baca. Trabas HMQ Series 2 di Toro Mbala Akan Merusak Ekosistem Kawasan Cagar Alam)

Satwa Kawasan Toro Mbala Terancam, Trabas HMQ Series 2 tidak Dibenarkan - Kabar Harian Bima

“Perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam itu adalah melakukan perusakan terhadap keutuhan kawasan dan ekosistemnya. Ada 400 lebih kendaraan trabas yang akan masuk dalam kawasan itu, saya kira itu merusak,” tegas Devi Natalia, Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan KSDA NTB SKW III Bima-Dompu.

Saat ditemui di kantornya Kamis (30/11), Devi mengaku ada banyak satwa di dalam kawasan dimaksud. seperti Rusa, Babi Hutan, Biawak, Kera Ekor Panjang, Ular Phiton, Ayam Hutan, Merpati, Tekukur Kerong, Alang – Alang Bubut, Raja Udang Biru, Raja Udang Eurasia, Burung Isap Madu, dan Elang Bondol.

Satwa Kawasan Toro Mbala Terancam, Trabas HMQ Series 2 tidak Dibenarkan - Kabar Harian Bima
Devi Natalia, Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan KSDA NTB SKW III Bima-Dompu. Foto: Bin

“Tidak hanya itu, di kawasan itu juga ditumbuhi savana, Kesambi, Walikukun, Maghrove Api – Api, Tanjang dan Pedada,” sebutnya.

Devi menjelaskan, berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, di dalam kawasan cagar alam hanya bisa dilakukan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan dan pendidikan serta kegiatan lain yang menunjang budidaya. Bukan untuk dilakukan trabas.

Ditanya sanksi jika kegiatan itu tetap digelar? ia menyebutkan berdasarkan UU yang disebutkannya, barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran ketentuan maka akan dipidana dengan pidana paling lama 10 tahun dan denda Rp 200 juta.

“Wilayah itu memiliki keunikan ekosistem dan menjadi tempat kehidupan habitat jenis yang dilindungi. Sehingga dengan adanya kegiatan yang mengurangi dan menghilangkan fungsi dan luas kawasan tersebut, tidak dibenarkan,” tegasnya.

*Kahaba-01