Kabar Bima

Pangkas Isu Intoleran di Bima, FKUB Duduk Bersama Ormas, Ini Hasil Pembahasannya

275
×

Pangkas Isu Intoleran di Bima, FKUB Duduk Bersama Ormas, Ini Hasil Pembahasannya

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- Keharmonisan hubungan antar umat beragama di Kota dan Kabupaten Bima yang terjalin dengan baik selama ini kembali ingin dirusak pihak tidak bertanggungjawab dengan berbagai isu bernada SARA. Salah satunya soal isu pembangunan tempat ibadah di Desa Labuan Kananga Kecamatan Tambora.

Pangkas Isu Intoleran di Bima, FKUB Duduk Bersama Ormas, Ini Hasil Pembahasannya - Kabar Harian Bima
Ketua FKUB Kota Bima, Eka Iskandar. Foto: Ady

Melihat gejala yang dapat mengancam kerukunan antar umat beragama ini, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bima duduk bersama dengan Ormas Islam dan semua pemuka agama lainnya, Senin (19/2) kemarin untuk membahas solusi dan langkah strategis.

Pangkas Isu Intoleran di Bima, FKUB Duduk Bersama Ormas, Ini Hasil Pembahasannya - Kabar Harian Bima

Ketua FKUB Kota Bima H Eka Iskandar Z mengatakan,  pertemuan silaturrahmi yang digelar dikhususkan demi terjaganya kerukunan antar umat beragama di Kota dan Kabupaten Bima. FKUB mengundang beberapa elemen masyarakat, diantaranya FUI, Brigade Masjid, Kemenag Kota dan Kabupaten Bima, FKUB Kota dan Kabupaten Bima, Ormas Muhammadiyah, Persis, NU, pemuka agama selain Islam juga hadir yakni FKGK, PHDI.

Dari unsur FKPD hadir Dandim 1608 Bima, Kapolres Bima Kota, Bakesbangpol dan Kabag Kesra Setda Kota Bima. Kegiatan yang berlangsung mulai Pukul 13.00 hingga 16.00 Wita itu membahas berbagai isu-isu yang muncul.

Eka menjelaskan, poin pertama yang menjadi penegasan bersama yakni semua pihak yang hadir sepakat untuk menjaga kerukunan umat beragama, internal umat beragama dan hubungan antar umat beragama dengan pemerintah sebagai pilar terciptanya kerukunan umat beragama.

Kedua, semua yang hadir membahas kembali berbagai macam isu dan informasi yang muncul di media sosial. Antara lain hasil pertemuan pemuda dan mahasiswa di Ambon dari tanggal 13 hingga 16 Februari 2018 lalu. Pada poin ke-6 menyatakan terjadi pelanggaran umat Islam terhadap pembangunan Pura di Tambora.

Disusul berturut-turut berita di media massa yang menyadur pernyataan Ketua FUI Bima bahwa pembangunan Pura di Oi Bura, Labuan Kananga, di belakang Kantor Polsek Tambora dan di depan Kantor Camat Tambora itu dianggap ilegal. Serta beragam informasi lain yang terkait dengan itu semua.

Setelah diklarifikasi dan tabayyun terhadap Ketua FUI Bima dalam pertemuan jelasnya, ternyata FUI sebagai sumber berita tidak pernah mengatakan hal seperti itu. Hanya mengatakan bahwa sikap orang Islam terhadap orang di luar Islam dengan mengambil rujukan QS At Taubah Ayat 28 dengan arti “Sesungguhnya orang Musyrik itu najis”.

“Ayat ini umum, tidak ditujukan pada umat Hindu saja. Semua orang yang dianggap musyrik itu najis kalau dari aspek pemahaman ayat. Oleh pemberitaan dipelintir bahwa Ketua FUI mengatakan najis pembangunan Pura di Tambora,” kata Eka.

Oleh karena pemberitaan ini bukan saja media lokal, tetapi media nasional juga memuatnya, Eka mendapatkan atensi dari Kepala Pusdiklat Kemenag RI meminta pendapat FKUB Kota Bima dan tanggapan. Tetapi FKUB tidak akan menanggapi sebelum ada perhatian dari semua pihak.

“Atas dasar itulah kita gelar silaturrahmi untuk membina kerukunan umat beragama,” ujarnya, Selasa (20/2) di Kantor FKUB Kota Bima.

Kesimpulan dalam pertemuan sekitar 3 jam itu paparnya, poin pertama menegaskan bahwa seluruh pemberitaan yang mencitrakan bahwa di Kota Bima dan Kabupaten Bima sudah sangat minim tingkat toleransi dan kerukunan umat tidak ada. Harmonisasi kehidupan umat beragama juga sudah sangat minim, itu semuanya adalah Hoax dan bohong belaka.

“Karena pendapat pimpinan agama di luar Islam, seperti FKGK mengatakan sangat tinggi tingkat toleransi di Bima. Betapa umat Islam sangat mengayomi mereka sebaik-baiknya, Katolik juga begitu,” tegasnya.

Kemudian lanjut Eka, penegasan juga disampaikan Ketua PHDI Bima I Wayan Suta bahwa separuh lebih usianya yang menginjak 80 lebih tahun ada di Bima belum pernah menemukan umat Islam memberikan atensi kurang rukun terhadap umat Hindu. Justru memberikan kebebasan seluas-luasnya untuk beribadah, bersosial masyarakat pun tidak ada masalah.

Kedua, karena ini sudah mengalir melalui media sosial, kemudian pemberitaan skala nasional, regional dan lokal, pihaknya sudah sepakat meminta Polres Bima Kota untuk melaksanakan konferensi pers dalam rangkat meluruskan pemberitaan miring seperti itu.

“Karena itu mengoyak-ngoyak pekerjaan kita yang sudah hampir 6 tahun untuk membina kerukunan antar umat beragama dan intern umat beragama,” ujar Eka yang juga Ketua PD Muhammadiyah Kota Bima.

Ketiga, semua pihak yang hadir pertemuan sepakat akan melaksanakan studi kunjungan untuk melihat pemetaan yang jelas isu pembangunan Pura yang ada di Labuan Kananga. Sementara untuk Pura Oi Bura yang muncul 2105 lalu dianggap sudah tidak ada masalah lagi.

Menurut Eka, ada persepsi berbeda soal penyebutan Pura di Labuan Kanangan. Masyarakat menyebutnya Pura, tetapi setelah diklarifikasi ke PHDI Bima bangunan yang dimaksud adalah Plinggih. Dalam istilah Hindu, Plinggih adalah tempat kecil yang ada ornamen untuk umat Hindu meminta berkah hidup. Karena Hindu tidak pernah terlepas dari tri gatara, Tuhan, Alam dan Manusia.

“Ini harus kita harus hargai dan hormati. Kalau dalam pemahaman masyarakat itu adalah Pura, ini yang coba kita satukan pemahaman,” ujar dia.

Makanya harus ada kunjungan secara komprehensif oleh tim yang dibentuk, terdiri dari Kepolisian, TNI, Polri, FKUB, Kemenag dan Ormas Islam. Dari situlah nanti akan bisa menghasilkan sebuah hasil yang mutakhir dan fakta lapangan untuk menjawab segala tantangan yang disebarkan oleh oknum-oknum tertentu di media sosial.

Di sisi lain urainya, pembangunan tempat ibadah sebenarnya sudah tertuang secara jelas dalam PBM Nomor 9 dan Nomor 8 tahun 2006. Pada pasal 14 ayat 1, 2, 3 huruf a, b, c, dan d disebutkan jelas pembangunan rumah ibadah manapun ada ketentuannya. Minimal terpenuhi 2 syarat, yakni syarat materil dan formal.

Syarat materil, kalau di tempat itu sudah ada 90 KK pemeluk agama itu, kemudian didukung sepenuhnya orang di luar agama itu 60 KK dibuktikan dengan foto kopi KTP sebagai syarat dukungan, tidak ada lagi alasan bagi siapapun untuk menolak. Ini yang akan di cek bersama.

“Kita akan lihat, termasuk informasi ada perayaan panjang sampai 1 km dengan fakta lapangan. Bukan berdasarkan katanya-katanya sehingga tidak bersifat fitnah,” jelasnya.

Untuk sementara kata Eka, sebelum tim yang dibentuk FKUB turun ke lapangan, kepada semua pihak diminta untuk calling down, isu ini tidak perlu dibahas dulu demi terjalinnya kerukunan antar umat beragama. Apalagi ada selentingan bahwa isu ini sengaja diciptakan karena ada momentum Pilkada.

“Itu kewajiban kita semua untuk menjaganya, kondusifitas daerah tugas kita bersama, jadi jangan terpancing dengan isu-isu. FKUB akan segera meluruskan semua isu-isu tersebut,” tandasnya.

*Kahaba-03