Kota Bima, Kahaba.- Keputusan Bawaslu RI terkait hasil akhir seleksi calon anggota Bawaslu Kabupaten Kota Provinsi NTB minggu lalu dipersoalkan. Pasalnya, sejumlah peserta dengan ranking tertinggi hasil kerja panjang Tim Seleksi, tidak diluluskan oleh Bawaslu RI. Salah satu peserta yang mempersoalkan itu adalah Khairudin M. Ali, calon anggota Bawaslu Kota Bima.
Dia mengaku heran dengan keputusan akhir Bawaslu setelah mereka melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test aatu FPT), pada 9 dan 10 Agustus 2018 lalu.
“Kok bisa, kami dengan ranking tertinggi di sejumlah Kabupaten Kota di NTB, dibuang begitu saja,’’ ujarnya dengan nada heran melalui siaran pers Minggu (19/8).
Khairudin menyebutkan, hasil itu diperoleh dengan susah payah setelah mengikuti proses seleksi selama hampir sebulan. Hasil akhir kerja Tim seleksi sama sekali tidak menjadi pertimbangan Bawaslu dalam menentukan kelulusan calon.
Satu-satunya kewenangan Bawaslu adalah dengan melakukan fit and proper test. Awalnya ia berpikir akan dilakukan wawancara mendalam untuk menggali kapasitas, pengetahuan, kepatutan, serta kelayakan seseorang untuk bisa menjadi anggota Bawaslu.
“Eh tahunya cuma menonton kami yang disuruh berdiskusi. Apa yang mereka bisa simpulkan dari diskusi semacam itu? Ini hanya akal-akalan Bawaslu saja,’’ protes dia.
Khairudin mengaku, awalnya tidak ingin mengikuti seleksi calon anggota Bawaslu, karena pada seleksi tahun 2017 lalu juga mengaku diperlakukan tidak adil.
“Saat itu saya tidak protes. Karena saya pikir mungkin saya belum diberikan kesempatan untuk menjadi pengawas Pemilu. Tetapi pada seleksi kali ini, sejumlah peserta lain di Kota Bima datang ke rumah saya untuk mengajak saya ikut lagi. Alasannya, karena mereka belum memiliki rasa percaya diri untuk menjadi anggota Bawaslu dengan kewenangan yang demikian besar. Supaya ada yang bisa diandalkan,’’ kata Khairudin.
Ditambahkannya, selain mengajak, mereka juga meyakinkan bahwa proses seleksi kali ini lebih transparan karena menggunakan sistem CAT atau Computer Assisted Test. Ujian tertulis dengan model online menggunakan komputer itu, memungkinkan setiap peserta langsung mengetahui nilainya begitu selesai tes dan menutup program CAT.
‘’Alhamdulillah nilai CAT saya 60 dan itu ranking 4 se NTB. Saya berpikir nilai itu rendah, tetapi ternyata nilai CAT rata-rata peserta seleksi calon anggota Bawaslu se Indonesia rata-rata antara 47. Sedikit sekali yang nilainya di atas 50,’’ tambahnya.
Yang membuatnya heran, kata Khairudin, nilai CAT, Psikotest, Tes Kesehatan Jiwa, Kesehatan Lengkap, serta wawancara oleh Tim seleksi yang menempatkannya pada ranking 1, tidak sedikit pun menjadi bahan pertimbangan Bawaslu untuk menentukan kelulusan seseorang calon.
‘’Bawaslu dengan sewenang-wenang menentukan kelulusan seseorang dengan cara yang dzalim, tidak jujur, tidak terbuka, tidak memiliki standar penilaian yang jelas, serta tidak profesional,’’ tudingnya.
Selain itu, Khairudin juga mempertanyakan dasar hukum Baswaslu memperlakukan beda dan berperilaku diskriminatif antara peserta yang baru ikut seleksi dengan anggota Panwaslu yang sedang bertugas. Padahal, tidak ada dasar hukum untuk tindakan berbeda itu, selain hanya tidak dilakukan wawancara oleh Tim seleksi.
‘’Mereka itu bukan Bawaslu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun tahun 2017. Petahana yang dimaksud adalah Bawaslu, bukan Panwaslu. Harus mereka diperlakukan sama dan tetap dibuka seluruh hasil CAT, Psikotest, Tes Kesehatan Jiwa, Kesehatan Lengkap, serta tes lainnya. Konyol benar Bawaslu ini,’’ ujarnya.
Khairudin menghargai kerja Tim Seleksi yang telah profesional dalam penilaian. Karena diakuinya bagi calon yang jatuh pada nilai ujian tertentu, rankingnya langsung dikoreksi. Ini menunjukan bahwa Tim Seleksi sudah bekerja baik.
‘’Tetapi mengapa Bawaslu dengan seenaknya saja tidak menghargai kerja Tim Seleksi? Panwaslu lama hampir semua dipertahankan. Ini benar-benar-tidak mencerminkan prinsip Penyelenggara Pemilu sebagaimana diatur pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 dan Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017,’’ jelas mantan Ketua panwaslu Kota Bima ini.
Mantan Ketua PWI Bima dua periode ini mengaku, aduan yang dilayangkan ke DKPP, untuk menguji prinsip Penyelenggara Pemilu. Apakah mereka sudah melanggar atau tidak. Karena kalau mereka melanggar prinsip-prinsip Penyelenggara Pemilu, maka Bawaslu telah melanggar kode etik Penyelenggara Pemilu.
“Ini yang mau saya uji di sidang DKPP. Saya akan menghadapi sendirian kesombongan Bawaslu ini,’’ tegas mantan Redaktur Lombok Post ini.
Ditanya diskusi seperti apa saat fit ad proper test oleh Bawaslu NTB, dia mengatakan tidak ada yang luar biasa. Ia sendiri mendapat lot dengan pertanyaan soal Caleg Koruptor. Ia kemudian menulis di atas kertas dalam waktu tujuh menit. Dan bahan ini kemudian didiskusikan saat ia menjadi moderator. Dalam pemaparannya terkait Caleg Koruptor, ia menegaskan sebagaimana yang dilarang oleh PKPU Nomor 20 tahun 2018, tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Tidak boleh Peraturan KPU bertentangan dengan Undang-Undang di atasnya yaitu Undang-Undang Nomo 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
“Bagaimana mungkin hak politik seseorang dihapus oleh PKPU? Jika karena semangat ingin memberantas korupsi, yang harus dilakukan oleh KPU adalah mengusulkan agar hal itu diatur dalam Undang-Undang,’’ ujarnya.
Menurut Khairudin, pendapatnya itu sejalan dengan hasil putusan sengketa adjudikasi yang diajukan caleg yang dicoret KPU ke Bawaslu di sejumlah daerah. Bahkan anggota Bawaslu RI Fritz Edward pada saat diwawancara CNN Indonesia, sejalan dengan sikap dan pandangan dirinya.
‘’Lalu di sisi mana hasil fit and proper test sebagai alasan bagi Bawaslu untuk mencoret saya dan mempertahankan dua anggota Panwaslu lama? Bagian mana juga kehebatan calon dengan dua jenjang di bawah saya, kemudian diluluskan oleh Bawaslu. Mereka harus buka ini semua. Kalau tidak dibuka, jelas melanggar prinsip Terbuka sebagaimana diatur dalam Peraturan DKPP maupun Undang-Undang,’’ jelasnya.
Dia juga mengaku mendapat banyak dukungan dari peserta yang tidak lolos. Namun diakuinya, tidak ingin melibatkan mereka dalam masalah ini, Tetapi jika ingin mengadukan juga atau ingin menjadin pihak terkait, Khairudin tidak keberatan.
‘’Ada anggota Timsel yang menghubungi saya dan meminta maaf atas hasil akhir di luar kewenangannya itu. Ini tidak profesional, Ketua dan Anggota Bawaslu RI dan Bawaslu NTB harus bertanggungjawab,’’ katanya.
Sebelumnya Ketua Bawaslu RI Abhan saat melantik semua komisioner Kabupaten Kota terpilih di Jakarta menegaskan, tidak hanya kuantitas yang menjadi prioritas Bawaslu melainkan kualitas jajaran pengawas dalam melakukan pengawasan, mencegah dan menindaklanjuti pelanggaran, serta menyelesaikan sengketa proses Pemilu.
Oleh karena itu, ia mengelaim seleksi Anggota Bawaslu Kabupaten dan Kota yang dilaksanakan sejak Juni hingga Agustus ini sangat objektif dan transparan.
“Persaingan peserta sangat ketat karena memang Bawaslu mencari orang-orang yang memiliki kemampuan dan kemauan yang tinggi dalam Pemilu,” tegas Ketua Bawaslu RI.
*Kahaba-03