Kabar Bima

Pakai Putih Hitam, Begini Tanggapan Forum K2 dan Front Peduli Honorer K2

383
×

Pakai Putih Hitam, Begini Tanggapan Forum K2 dan Front Peduli Honorer K2

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- Ketua Forum Tenaga Honorer K2 Kota Bima Jubaer dan Ketua Front Peduli Honorer K2 Kota Bima Dedi Alfarianto mengaku, menerima kebijakan pakaian hitam putih untuk pegawai honorer K2 lingkup Kota Bima. Hanya saja, perlu ada penganggaran untuk pengadaan pakaian tersebut dari pemerintah. (Baca. Mulai Besok, Pegawai Honor dan Kontrak Pakai Putih Hitam)

Pakai Putih Hitam, Begini Tanggapan Forum K2 dan Front Peduli Honorer K2 - Kabar Harian Bima
Ketua Forum Tenaga Honorer K2 Kota Bima Jubaer dan Ketua Front Peduli Honorer K2 Kota Bima Dedi Alfarianto. Foto: Ist

Jubaer yang dimintai tanggapan, sepakat dan mendukung kebijakan itu. Setelah keluar stateman Walikota Bima tentang pakaian itu, langsung mereka share di media sosial.

Pakai Putih Hitam, Begini Tanggapan Forum K2 dan Front Peduli Honorer K2 - Kabar Harian Bima

“Banyak tanggapan, dan kita berikan klarifikasi. Anggota kita bisa menyepakati,” ujarnya, Selasa (8/1).

Menurut dia, kebijakan ini juga baik, sebagai identitas yang membedakan mana ASN dan pegawai honor. Karena selama ini juga, banyak pekerjaan yang harusnya dikerjakan oleh ASN, justru diberikan ke tenaga honorer.

“Tenaga honor itu selalu bekerja aktif. Jadi adanya perbedaan pakaian ini, nanti bisa dilihat,” katanya.

Hanya saja, kalau bisa dipertimbangkan oleh Walikota Bima, perlu adanya anggaran untuk pengadaan kain putih untuk baju.

“Kita minta untuk baju saja, celana tidak perlu. Karena kita pakai putih hitam ini selama 4 hari,” tuturnya.

Jubaer menambahkan, dirinya tidak minder harus memakai baju berbeda dari ASN, karena itu konsekuensi yang harus diterima.

“Saya tetap bangga, anggota Forum K2 tetap bangga. Jadi tidak perlu minder,” ucapnya.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Dedi. Menurutnya, itu sah-sah saja. Karena jika itu kebijakan pemerintah daerah, wajib ditaati. Cuman, yang perlu dipikirkan juga ada sisi negatifnya. Seperti di sekolah, tentu para guru honorer menganggap sedikit perubahan mental.

“Saya sedikit merasa aneh saja, waluapun itu aturan itu harus kita taati. Ada perbedaan yang harus diterima,” tuturnya.

Menurut dia, mestinya perlu juga menjadi bahan dan rujukan pemerintah. Ada Permendagri Nomor 6 Tahun 2016 atas perubahan ketiga Permendagri Nomor 60 Tahun 2007, yang mengatur pakaian dinas PNS. Begitu pun dalam aturan BKN Nomor 11 Tahun 2011, tentang seragam kerja PNS yang menerapkan pakaian hitam putih pada hari Rabu saja.

“Saya kira sejumlah aturan itu bisa jadi rujukan juga. Biar perbedaan mencolok ini terlihat. Meski pada akhirnya kita tetap menerima kebijakan ini,” jelasnya.

Karena harus dipatuhi, Dedi berharap pemerintah juga bisa mengalokasikan anggaran untuk pengadaan baju putih. Karena pakaian tersebut harus dipakai selama 4 hari.

“Semoga bisa dipertimbangkan saja,” harapnya.

*Kahaba-01