Kabar Bima

Dinilai Arogan dan Diduga Selewengkan Dana BOS, Puluhan Guru Desak Copot Kepala SMAN 5

397
×

Dinilai Arogan dan Diduga Selewengkan Dana BOS, Puluhan Guru Desak Copot Kepala SMAN 5

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- Sebanyak 50 guru ASN dan non ASN SMAN 5 Kota Bima menyatakan mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan kepala sekolah setempat Erot Sutianah. Pasalnya, gaya kepemimpinan Erot dinilai arogan dan diduga menyelewengkan dana BOS di tahun 2018.

Dinilai Arogan dan Diduga Selewengkan Dana BOS, Puluhan Guru Desak Copot Kepala SMAN 5 - Kabar Harian Bima
SMAN 5 Kota Bima. Foto: Ist

Oka Budiman guru setempat menyampaikan, selama kurang lebih 2 tahun menjabat, sikap arogansi yang ditunjukan seperti mengusir anak miskin yang akan melanjutkan sekolah di SMAN 5 Kota Bima bernama M Saidin, karena tidak mampu membayar baju seragam olahraga. Padahal M Saidin ini telah terdaftar sebagai siswa berdasarkan data Dapodik melalui operator M Jahidin.

Dinilai Arogan dan Diduga Selewengkan Dana BOS, Puluhan Guru Desak Copot Kepala SMAN 5 - Kabar Harian Bima

Kemudian yang kedua, ada siswa bernama M Baasir dihalangi untuk pindah masuk ke SMAN 5 Kota Bima tanpa alasan yang jelas. Meskipun tidak naik kelas di SMAN 2 Kota Bima pada tahun 2016, kemudian menganggur dan mengajukan diri ingin melanjutkan sekolah. Sementara disisi lain puluhan siswa dan siswi dari berbagai sekolah lain yang tidak naik kelas, diterima sebagai pelajar di sekolah setempat dengan dugaan pungutan biaya bervariasi sekitar Rp 500 ribu dan Rp 1,4 juta.

Fakta lain, mengusir guru BK inisial WSM yang telah mengabdi sejak tahun ajaran 2016-2017. Padahal baru menjabat, langsung langsung dikeluarkan tanpa pertimbangan rasa keadilan.

Yang keempat, terkait dibukanya kelas remedial. Siswa mutasi pindah masuk yang dinyatakan tidak naik kelas dari sekolah asal harus menempuh pendidikan selama 3 bulan penuh. Tentu hal ini menuai pro dan kontra dari walimurid, karena beban biaya yang harus dikeluarkan Rp 1,5 juta. Meskipun pada akhirnya kelas remedial ini dianggap gagal total, karena tidak berperangaruh sama sekali.

Lalu dugaan penyelewengan dana BOS dan dana Bantuan Pendamping Pendidikan (BPP) di tahun 2018, yang dikelola secara pribadi dan tidak transparan. Dengan jumlah siswa sebanyak 326 orang, maka dana BOS mencapai Rp 459 juta. Sedangkan pekerjaan proyek hanya untuk pembuatan lapangan olahraga, pembangunan sekat ruang guru dan pengadaan gorden.

“Semua sikap ini dilakukan dengan sikap arogan dan diduga diselewengkan untuk kepentingan pribadi,” sorotnya, Rabu (20/3).

Kemudian dugaan lainnya adalah memanipulasi honor pegawai tata usaha sebanyak 16 orang, untuk pelaporan dana BOS dan dana BPP senilai Rp 250 ribu. Namun yang harus ditandatangani sebesar Rp 500 ribu. Karena jauh dari realitas, hanya 4 orang pegawai saja yang menyetujui, sedangkan 12 orang lainnya tidak mau mengambil sama sekali.

Lalu yang terakhir adalah janji untuk membuatkan rekening khusus bagi pengurus OSIS dengan pos anggaran mencapai Rp 35 juta, agar bisa mendanai setiap kegiatan kesiswaan. Tapi faktanya, tidak ada realisasi karena organisasi siswa tersebut vakum dan tidak ada kegiatan.

“Dengan berbagai pertimbangan tersebut, kami lebih dari 50 guru menyatakan mosi tidak percaya terhadap kepala sekolah. Sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi, kami juga telah melayangkan pernyataan tersebut kepada Dikbud NTB dan juga bapak Gubernur NTB. Untuk dijadikan bahan evaluasi dan pertimbangan, agar bisa dicopot dari pimpinan kepala sekolah,” katanya.

Sementara itu Kepala SMAN 5 Kota Bima Erot Sutianah yang dimintai klarfikasi membantah semua tuduhan tersebut, karena tidak berdasarkan fakta dan bukti yang kuat. Sebab selama bekerja telah sesuai prosedur dan aturan yang berlaku.

Terkait persoalan mengusir anak miskin bernama M Saidin, karena siswa tersebut di bulan Maret langsung berada dalam ruang kelas. Padahal yang bersangkutan tidak pernah ada masuk sekolah. Ternyata berdasarkan pengakuan M Saidin, telah bekerja di Kalimantan. Ini artinya di bulan Juli 2017 mendaftar menjadi siswa baru, tetapi tidak melanjutkan sekolah. Kemudian di bulan Maret justeru masuk menjadi siswa, tanpa sepengetahuan dan proses mutasi.

“Bagaimana bisa masuk menjadi siswa, sedangkan proses belajar tidak dilakukan. Mulai dari mendaftar menjadi siswa, ulangan, mid semester. Bahkan lebih parah, memasukan siswa tanpa adanya koordinasi dengan pihak sekolah, termasuk saya sebagai pimpinan,” bebernya.

Kemudian siswa bernama M Baasir, berdasarkan ijazah seharusnya sudah duduk di kelas XII. Setelah ditelusuri justeru pada saat kelas X tidak naik. Parahnya lagi di kelas XI tidak pernah masuk sekolah. Sehingga ada dugaan dimasukan diam-diam, tanpa ada aturan yang jelas. Dirinya bisa membantu bila kembali kelas XI, dengan syarat harus ada raport dari sekolah sebelumnya.

“Setelah koordinasi, sekolah asal M Baasir di SMAN 2 Kota Bima tidak mau menyerahkan raport. Maka sudah pasti kami tidak mungkin menerima siswa baru. Tanpa prosedur yang jelas, tentu akan berdampak buruk pada sekolah,” tandasnya.

Mengenai guru BK dengan inisial WSM, ternyata saat dirinya masuk menjadi kepala sekolah setempat, dilaporkan WSM baru masuk bekerja, bertetapan dengan dirinya menjadi kepala sekolah. Sementara berdasarkan amanat aturan, kepala sekolah dilarang untuk menerima guru tidak tetap. Apabila tetap nekat, maka jabatan kepala sekolah akan dicopot.

“Jika WSM bisa menunjukan SK dari kepala sekolah sebelumnya, maka akan saya terima sebagai guru BK. Tapi yang pasti sampai saat ini, yang bersangkutan tidak bisa menunjukkan SK dari pimpinan sekolah sebelumnya,” imbuhnya.

Terkait kelas remedial kata Erot, itu saat menjabat di bulan Januari 2018. Sedangkan kenaikan kelas di bulan Juni tahun yang sama, ada 57 siswa bermasalah karena terancam tidak bisa naik kelas. Terhadap kondisi itu, maka harus diadakan perbaikan nilai untuk mendongkrak dan bisa naik kelas kembali. Sehingga dibukalah ruang kelas remedial.

Kemudian soal biaya Rp 1,5 juta setiap anak memang tidak ada aturan yang menyebutkan, tapi guru yang mengajar tidak mungkin mendapatkan biaya tambahan. Karena bertugas di luar jam sekolah, maka pembayaran bukan ke guru yang mengajar, melain melalui bendahara yang ditunjuk oleh kepanitiaan sekolah.

“Tentu pembayaran ini sesuai dengan mengajar, sehingga tidak ada penyelewengan,” katanya.

Terkait dana BOS dan dana BPP juga tidak ada penyelewengan dan dugaan korupsi. Karena selama pengelolaan berjalan secara transparan, serta tertuang dalam Rencana Kegiatan Anggaran (RKA). Pembuatan lapangan olahraga telah ada master plan dan sesuai prosedur, pembangunan sekat ruang guru dan pengadaan horden juga sesuai aturan.

Semua nota dan bukti pengeluaran dana telah disimpan, dan siap dipertanggungjawabkan. Padahal dari dana BOS tersebut, banyak anggaran dipergunakan seperti pembelian komputer, pembinaan siswa, drum band, ujian nasional dan USBN.

Erot menambahkan, terkait persoalan lain dirinya memastikan bisa mempertanggungjawabkan semua. Karena selama bekerja, telah sesuai prosedur dan mekanisme.

“Dari mosi tidak percaya ini, saya siap memberikan klarfikasi bersama bukti. Bahkan siap dipanggil oleh UPT Dikmen, Kepala Dikbud NTB hingga Gubernur,” tambahnya.

*Kahaba-04