Kabar Bima

FPPD Kembali ‘Teriak’ Kasus Penimbunan Laut Ama Hami

333
×

FPPD Kembali ‘Teriak’ Kasus Penimbunan Laut Ama Hami

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- Ratusan warga asal Kelurahan Dara yang tergabung dalam Forum Peduli Pemuda Dara (FPPD) kembali menggelar aksi turun ke jalan. Mereka menyorot kasus penimbunan laut oleh sejumlah pengusaha. Aksi kali ini, FPPD mendatangi Kantor Walikota Bima, KPP Pratama serta kantor DPRD Kota Bima. Mereka menuntut pencabutan atas sertifikat yang telah diterbitkan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN).

FPPD Kembali 'Teriak' Kasus Penimbunan Laut Ama Hami - Kabar Harian Bima
Massa Forum Pemuda Peduli dara (FPPD) saat menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Pemerintah Kota Bima, Senin, 29 Oktober 2012. Foto: Bin Kalman

Tidak saja laki-laki,  kaum hawa pun ikut dalam aksi tersebut. Mereka membawa motor dan menumpang mobil bak terbuka. Demonstrasi itu di mulai dari lokasi penimbunan di kawasan Ama Hami So Lawata sekitar jam 10.00 WITA dan sempat berorasi di depan Kantor Badan Pertanahan nasional (BPN) Kota Bima.

FPPD Kembali 'Teriak' Kasus Penimbunan Laut Ama Hami - Kabar Harian Bima

Long March massa pun dilanjutkan ke kantor Walikota dan membakar ban bekas di sana, kemudian di Kantor Pelayanan Pajak Terpadu (KPPT) Pratama Bima serta terakhir di DPRD Kota Bima.

Dalam orasinya, Kordinator Aksi, Syahbudin menuding sertifikat di atas kaplingan laut yang diterbitkan oleh BPN adalah hasil konspirasi. Dalam kasus itu, sorot Syahbudin, tidak saja melibatkan pejabat BPN tetapi oknum pejabat pemerintah. Pasalnya, sampai hari ini, tidak ada reaksi dari pemerintah di bawah kepemimpinan H. Qurais H. Abidin terhadap persoalan penimbunan laut tersebut.

Ia mengungkapkan lebih lanjut, harusnya pemimpin daerah bersikap sesuai apa yang menjadi aspirasi masyarakat bukan malah mengamini aksi pencaplokan laut oleh para pengusaha yang diduga merupakan kroni-kroni dan koleganya itu.

Di depann kantor Walikota Bima, Syahbudin pun menuding sikap diamnya Walikota saat ini adalah cerminan seorang pemimpin yang tidak mengedepankan kepentingan rakyat tetapi lebih pada melindungi kaum kapitalis yang telah ‘mencaplok’ secara sistimatis laut Bima yang akhirnya hanya menjadi kepentingan modal segelintir manusia.

Selain itu, ujar Syahbudin, adanya kegiatan penimbunan laut adalah bukti lemahnya sistem kontrol pemerintah. Padahal, sesuai amanat UUD 1945, kekayaan alam seperti laut dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat.

“Sebagaimana yang tertuang dalam UU 32 tahun 2009 tentang lingkungan hidup. Potret pengkaplingan laut sudah mengganggu vegetasi hewan yang mesti dilindungi. Artinya, sejak awal sudah terjadi konspirasi busuk dan melabrak semua aturan yang ada,” tandasnya.

Ia pun meminta agar sertifikat yang kini telah diterbitkan dapat dicabut sehingga tidak lagi menimbulkan keresahan di tengah masyarakat, karena memang faktaya yang disertifkat itu adalah laut yang dikapling.

Tuntutan warga lainnya adalah pengembalian fungsi laut sebagaimana mestinya. Karena laut yang sekarang ditimbun oleh para pengusaha itu adalah kawasan bagi warga sekitar dalam mencari nafkah sebagai nelayan.

“Dengan alih fungsi laut seperti saat ini, warga sudah tidak lagi dapat mencari nafkah karena kepemilikan laut telah dialihfungsikan untuk kepemilikan pribadi,” tegasnya, Senin, 29 oktober 2012.

Dari pantauan Kahaba, usai beraudensi dengan sejumlah perwakilan anggota DPRD Kota Bima, ratusan warga dara tersebut, membubarkan diri dengan terbtib di bawah kawalan aparat kepolisian sekitar pukul 14.00 WITA. [BS]