NasionalKabar Bima

Pamerkan “Sampah”, Ridwan Manantik Gugah Dou Mbojo

604
×

Pamerkan “Sampah”, Ridwan Manantik Gugah Dou Mbojo

Sebarkan artikel ini

Jakarta, Kahaba.- ”Aku Sampah” tema sederhana namun mempunyai makna yang mendalam dalam kehidupan manusia baik secara sosial,  karakter  maupun  alam dan lingkungan sekitarnya. Tema ini memang diangkat oleh seoran seniman yang bernama Ridwan Manantik, pria kelahiran Bima Nusa Tenggara Barat yang bakal menghiasi Gedung Balai Budaya jakarta selama sepekan mendatang.

Pamerkan "Sampah", Ridwan Manantik Gugah Dou Mbojo - Kabar Harian Bima
Foto bersama pengunjung pada acara Pameran Aku Sampah karya Ridwan Manantik. Foto: Ist

Dalam pameran tunggal tersebut bakal menampilkan beberapa maha karya besarnya yang memvisualisasikan tentang sampah dalam kehidupan sehari-hari, baik itu sampah lingkungan, maupun sampah dalam pemikiran manusia itu sendiri  (sampah pemikiran).

Pamerkan "Sampah", Ridwan Manantik Gugah Dou Mbojo - Kabar Harian Bima

Persembahan refleksi budaya di balik pameran lukisan Ridwan Manantik itu juga diisi Talkshow dari sejumlah pembicara. Seperti Pakar Digital – Sosial Media dan Pendiri Drone Emprit Ismail Fahmi, Zacky Chairul Umam selaku Wakil Kepala Abdurrahman Wahid Center for Peace and Humanities, Direktur Fokka Institut Arsyad Hasan.

Acara yang dibuka Jumat (7/2) di Gedung Balai Budaya Menteng Jakarta itu juga dihadiri mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva serta sejumlah warga Bima di perantauan.

Sebagai seniman, Ridwan mengharapkan event ini menjadikan ruang interaksi sosial dan menumbuhkan kepekaan sosial, seperti halnya masalah sampah dan hoax yang selalu dihubung-hubungkan dengan kondisi bangsa dan masyarakat sosialnya saat ini.

“Aku Sampah” juga merupakan sebuah pengakuan dari seorang Ridwan sebagai manusia bahwa dia bukan siapa-siapa dan dirinya sebagai sampah. Karya ini menunjukkan bahwa kepasrahan diri seorang Ridwan kepada sang pencipta, karena dia sadar selama hidupnya begitu banyak sampah yang dihasilkan baik itu (sampah lingkungan maupun sampah pemikiran tanpa mampu memberikan solusi.

“Selain sampah lingkungan, sampah pemikiran juga menjadi permasalahan serius yang merasuki pemikiran-pemikiran manusia. Sehingga manusia dengan gampang mencaci dan menghakimi, kata-kata kasar di umbar di mimbar-mimbar dan lorong-lorong,” jelasnya.

Menurut dia, sampah merupakan persoalan yang selalu menjadi topik perbincangan publik dalam kehidupan sehari-hari dan bersentuhan langsung dengan kehidupan manusia. Sampah gampang ditemukan dimana-mana, ada sampah rumah tangga, sampah pabrik baik itu dilorong-lorong, dan kalau di kota besar terlihat menggunung di Tempat Pembuangan Sampah (TPS).

Terhadap masalah itu, sejauh ini belum ada solusi jitu dalam mengatasinya. Ditambah lagi kesadasaran masyarakat akan lingkungan yang masih rendah. Belum lagi sampah yang berefek mematikan seperti mengandung bahan kimia, namun yang lebih sensitif adalah sampah pemikiran. Dimana hal-hal negatif yang selalu dilahirkan oleh pemikiran manusia sehingga mengakibatkan ketidak-harmonisan dalam kehidupan sosial.

Ridwan mengurai, sampah pemikiran adalah hal yang sangat berbahaya dalam kehidupan manusia, karena akan mempengaruhi sikap dan perilaku manusia itu sendiri. Sehingga akan lebih besar dampak negatif yang dihasilkan manusia terhadap kehidupan.

Sampah pemikiran menghasilkan bad behaviour (hoax, hasut, dengki, intoleran, dsb) sampah pemikiran akan menjadi permasalahan dan hambatan di masyarakat karena menghasilkan pemikiran yang kotor (pemikiran seperti sampah), sehingga menghasilkan tindakan seperti sampah, kasar, kotor, arogan, caci maki, dan sumpah serapah.

“Sampah merupakan objek, sekaligus menjadi media komunikasi dan dijadikan sebagai pusat pemikiran. Karena sampah merupakan tanggungjawab kita semua. Sampah bukan hanya menjadi tanggungjawab tukang sampah tapi si tukang nyampah. Dan inilah yang menjadi dasar pemikiran dan inspirasi mengangkat teman Aku Sampah,” terangnya.

Untuk menghadirkan karya ambungnya, seorang seniman tidak serta merta langsung menuangkan pemikiranya di atas sebuah kanvas. Seorang seniman akan melakukan pendekatan-pendekatan dengan objek yang akan dijadikan sebagai karya yaitu dengan melakukan riset dan penelitian walaupun dengan sampah sekalipun.

Seperti halnya yang ia lakukan dalam menghadirkan karya ini. Ridwan Manantik melakukan pendekatan-pendekatan secara ilmiah dan alamiah terhadap objek yang akan diangkat dalam sebuah lukisan. Objek yang diteliti tentunya tidak melulu tentang sampah saja, tapi semua hal yang berhubungan dengan sampah, antara lain tukang sampah, tempat sampah, makhluk yang hidup ditempat sampah, lingkungan yang tercemar oleh sampah, sampah itu sendiri, manusia yang membuang sampah dan manusia-manusia yang memiliki pemikiran-pemikiran sampah, termasuk dirinya  sendiri.

Adapun gerakan-gerakan sosial sebagai bentuk refleksi dan penyadaran masyarakat yang telah dilakukan oleh Ridwan Manantik adalah dengan mendirikan Bank sampah (Kampung Ramah Lingkungan). Gerakan tersebut dilakukan secara swadaya dengan masyarakat setempat, alasanya sederhana saja yaitu supaya masyarakat peduli terhadap linkunganya masing-masing dan bekerja secara gotong royong, sehingga masyarakat menjadi mandiri dan tak harus berpangku tangan terhadap bantuan pemerintah saja.

Pamerkan "Sampah", Ridwan Manantik Gugah Dou Mbojo - Kabar Harian Bima
Ridwan Manantik bersama mantan Ketua MK Hamdan Zoelva dan La Tofi di arena pameran. Foto: Ist

“Masyarakat harus memiliki kepekaan sosial, kecerdasan nalar dan kreatif, agar mampu membangun dan mengembangkan lingkungannya,” katanya.

Di tahun 2016 lalu, Ridwan juga membuat event Festival Pinggir Kali dengan mengajak seluruh warga yang ada di sekitarnya untuk terlibat merawat kali, karena kali merupakan awal dari peradaban manusia dan harus dirawat. Festival pinggir kali bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kebersihan kali, seperti yang diketahui kali selalu dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah.

Ridwan mengungkapkan, Komunitas Rumah Anak Bumi telah didirikan, sebagai wadah generasi muda untuk berkarya dan mengekspresikan diri mereka. Di Komunitas Rumah Anak Bumi mereka bebas berkarya, salah satunya adalah melukis. Mereka melukis apapun dengan memanfaatkan media yang ada di sekelilingnya, salah satunya adalah barang-barang bekas (sampah).

Dari semua gerakan yang beliau lakukan, ada beberapa hal sederhana yang bisa ia simpulkan yakni, begitu banyak sampah di sekitar dan dipikiran, sehingga memutuskan untuk divisualisasikan dalam bentuk karya seni rupa.

“Saya berharap dengan adanya kegiatan-kegiatan masyarakat yang terus berkelanjutan akan mampu mengasah jiwa kepedulian terhadap lingkungan dan kepekaan dalam pemikiran,” tuturnya.

Dari lokasi pameran, ada beberapa karya yang akan dipamerkan, salah satunya adalah lukisan yang menvisualkan tentang Lautan Sampah dengan ukuran 1,5 x 5 meter dan Kepala Manusia yang terbalik yang berisikan sampah-sampah sebagai simbol Sampah Pemikiran. Karya tersebut merupakan karya yang memiliki pesan yang sangat kuat, karena sesuai dengan kondisi bangsa saat ini.

Karena disetiap jengal selalu melihat sampah, pagi-siang-malam selalu dihadapkan dengan sampah, siaran televisi sebagian besar mendoktrin pemikiran manusia-manusia dengan tayangan sampah, pesan berantai lewat medsos yang berisikan tentang hoax, kebencian, hasut, iri, dengki, kasar dan bahkan bau (sampah pemikiran).

Kali ini Ridwan menampilkan 10 karya-karya besarnya sebagai pelukis seperti  gunungan sampah, wajah sampah dan lain-lain. Ridwan juga tidak hanya menampilkan karya-karya dalam bentuk lukisan tapi juga karya-karya instalasi.

Lukisan yang dipamerkan tersebut pun memukau pengunjung. Pada akhir sesi diskusi, diketahui sebagian besar karyanya berhasil terjual (sold out) pada sejumlah undangan yang meminati karya di atas kanvas itu.

*Kahaba-Red