Kabar Bima

Begini Perspektif Mantan Penyelenggara Pemilu Soal Kunker Bupati Bima dan UU Pemilu

215
×

Begini Perspektif Mantan Penyelenggara Pemilu Soal Kunker Bupati Bima dan UU Pemilu

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- Kunjungan kerja (Kunker) Bupati Bima dan Pasal 71 ayat 3 Undang-Undang 10 Tahun 2016 ramai diperbincangkan. Setelah muncul sorotan dari aktivis dan wakil rakyat, berlanjut dengan penjelasan Komisioner Bawaslu Kabupaten Bima, lalu lintas di medsos menunjukan beberapa pandangan tentang masalah tersebut. (Baca. Kunker Bupati Bima Dituding Langgar UU Pemilu)

Begini Perspektif Mantan Penyelenggara Pemilu Soal Kunker Bupati Bima dan UU Pemilu - Kabar Harian Bima
Mantan Penyelenggara Pemilu Khairudin M Ali dan Fatmatul Fitria. Foto: Ist

2 orang mantan penyelenggara pemilu di daerah, masing-masing Fatmatul Fitria dan Khairudin M Ali juga menyampaikan penafsiran mereka tentang isi UU dimaksud.

Begini Perspektif Mantan Penyelenggara Pemilu Soal Kunker Bupati Bima dan UU Pemilu - Kabar Harian Bima

Menurut Fatmatul Fitria, UU tersebut sudah lama diberlakukan, bahkan dipakai saat perhelatan Pilkada Kota Bima tahun 2018 lalu. Waktu itu, sempat dibahas mengenai kalimat pasangan calon yang diuntungkan dan dirugikan, dengan kalimat 6 bulan sebelum penetapan pasangan calon. (Baca. Kunker Bupati Langgar UU Pemilu, Bawaslu Bima Dinilai tidak Becus Kerja)

“Hasil pembasahan waktu itu, bukan makna pada kalimat pasangan calon, tapi sebelum penetapan pasangan calon, yang juga menyangkut personal orang yang ingin maju sebagai calon, apalagi dari petahana,” jelas mantan Komisioner KPU Kota Bima itu, Kamis (13/2).

Ia mamandang, menafsirkan secara normatif saja pada pasal 71 ayat 3 tersebut, artinya tidak perlu menunggu penetapan pasangan calon. Karena saat 6 bulan sebelum penetapan, juga muncul personal yang ingin ikut pada bursa pencalonan. (Baca. Soal Kunker Bupati Bima, Ini Penjelasan Bawaslu)

“Pada pasal itu, bukan saja terkait dengan pasangan calonnya, tapi juga harus melihat pada personal yang ingin ikut, apalagi ini petahana,” katanya.

Menurut dia, mengenai 6 bulan sebelum penetapan pasangan calon, juga sudah ditegaskan oleh Mentri Dalam Negeri. Bahwa mulai tanggal 8 Januari 2020 hingga penetapan pasangan calon pada tanggal 8 Juli 2020, atau hitungannya sekitar 6 bulan, sudah tidak ada lagi kegiatan yang dilakukan calon petahana, baik itu secara personal maupun pasangan calon untuk menggunakan program dan kewenangannya.

“Apalagi petahana, jelas tidak bisa, jangan dipaksakan, aturannya sudah menegaskan seperti itu. Apalagi program dan kewenangan ini menggunakan APBD,” terangnya.

Maka yang harus dilakukan Bawaslu menurut Fatmatul Fitria, mengawal aturan itu dan memberitahukan kepada calon petahana tentang UU dimaksud. Karena sejatinya tugas pengawas pemilu itu melakukan pencegahan, kemudian penindakan.

Tahun lalu mestinya Bawaslu sudah memberitahukan kepada calon petahana, jika terlambat diberitahu maka akan berdampak. Karena sejumlah program yang harus dilaksanakan akhirnya tidak bisa dijalankan.

“Bawaslu harus lebih dahulu melakukan pencegahan dengan mensosialisasikan pasal itu, ini yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Termasuk KPU, mestinya bisa mensosialisasikan lebih awal juga,” tuturnya.

Sementara itu, mantan Komisioner Bawaslu Kota Bima Khairudin M Ali menjelaskan, substansi Pasal 71 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 adalah menghindarkan petahana sebagaimana disebutkan pada ayat (5) untuk melakukan tindakan yang menguntungkan dirinya atau merugikan calon lain sebagaimana disebutkan pada ayat (2), dan ayat (3).

“Pada ayat (6) jelas disebutkan, sanksinya yaitu pembatalan sebagai calon. Jika fokusnya pada belum adanya pasangan calon, memang belum ada sebelum penetapan oleh KPU,” jelasnya.

Kata Khairuddin, pasal ini ingin mengatur agar Pilkada berjalan lebih fair, supaya petahana tidak sewenang-wenang menyalahgunakan kewenangannya menggunakan anggaran dan fasilitas negara. Pasal ini juga jelas mengatur 6 bulan sebelum penetapan pasangan calon.

Tindakan dilarang mengganti pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sebagaimana diatur pada ayat (2), berlaku juga pada tindakan yang menguntungkan sebagaimana diatur pada ayat (3).

“Kalau cara pandang Bawaslu harus ada dulu ada pasangan calon, artinya nanti mulai tanggal 8 Juli Bawaslu baru bekerja, itu tidak bisa. Sementara pada beberapa kali kunker Bupati Bima, menyebar sejumlah foto orang memakai atribut partai dan yel – yel yang menunjukan keberpihakan,” pungkas Khairuddin saat dihubungi media ini, Kamis malam.

*Kahaba-01