Kabar Bima

Laporan Advokat Soal Akad Nikah di Tengah Pandemi Covid-19, Prematur

427
×

Laporan Advokat Soal Akad Nikah di Tengah Pandemi Covid-19, Prematur

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- Anggota DPRD Kota Bima yang juga mantan Lowyer Sudirman DJ memberikan pandangan dari perspektif hukum soal sejumlah advokat yang melaporkan Wakil Ketua DPRD Kota Bima ke Polres Bima Kota, karena menggelar akad nikah anaknya di tengah pandemi Covid-19. (Baca. Akad Nikah Anak Wakil Ketua DPRD di Tengah Covid-19 Disorot Warga)

Laporan Advokat Soal Akad Nikah di Tengah Pandemi Covid-19, Prematur - Kabar Harian Bima
Anggota DPRD Kota Bima Sudirman DJ. Foto: Bin

Menurut Sudirman, jika merujuk pada sejumlah regulasi dan undang-undang sebagai dasar laporan tersebut, seperti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit,  hanya pada pasal 5 ayat 2 yang bisa dikenakan pidana. (Baca. Akad Nikah di Tengah Pandemi Juga Dihadiri Walikota dan Wawali Bima)

Laporan Advokat Soal Akad Nikah di Tengah Pandemi Covid-19, Prematur - Kabar Harian Bima

Pada pasal 5 itu menyangkut upaya penanggulangan wabah. Pasal 5 disebutkan ada 7 item upaya pencegahan dan penanggulangan, pertama yakni penyelidikan epidemiologi, pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi penderita termasuk tindakan karantina. Kemudian pencegahan dan pengebalan, pemusnahan penyebab penyakit, penanganan jenazah akibat wabah, upaya penyuluhan kepada masyarakat dan upaya penanggulangan lainnya. (Baca. Pesta di Tengah Pandemi Covid-19, KUA Raba Sejak Awal Sudah Ingatkan)

Lalu pada pasal ketentuan pidananya, barangsiapa dengan sengaja mengajak dan menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam undang-undang tersebut, diancam dengan pidana penjara 1 tahun dan  denda setinggi-tingginya sebanyak Rp 1 juta. (Baca. Wakil Ketua DPRD Kota Bima Sampaikan Permohonan Maaf untuk Masyarakat dan Tim Gugus Tugas)

“Sementara acara akad nikah tersebut tidak masuk dalam upaya mengajak dan menghalang-halangi pelaksanaan penanggulangan wabah. Dari mana ada upaya menghalang-halangi,” tegasnya, Rabu (3/6).

Pada UU tersebut juga sambung Sudirman, juga diatur penjelasan tentang dalam rangka membatasi penularan wabah, agar penderita tidak bertambah banyak dan tidak meluas. Maka upaya penanggulangan wabah di suatu daerah perlu dilakukan dengan mempertimbangkan keadaan masyarakat setempat. Antara lain, agama, adat, kebiasaan, dan tingkat pendidikan. (Baca. Advokat Lapor Penyelenggara Akad Nikah di Tengah Pandemi Covid-19 ke Polres)

“Dalam ketentuan ini pun tidak mengikat keras adanya pelanggaran. Karena akad nikah juga bagian dari prosesi agama, adat dan kebiasaan. Artinya ada kearifan lokal yang diberikan untuk kelonggaran untuk dilaksanakan acara ini,” terangnya.

Kata pria yang sudah 3 periode menjadi wakil rakyat itu, jika dibilang Wakil Ketua DPRD Kota Bima telah melakukan pelanggaran dari kegiatan itu. Justru dari awal di tempat acara telah melakukan upaya pencegahan. (Baca. 8 Advokat Lapor Walikota Bima ke Polres)

Seperti memasang spanduk sosialisasi pencegahan Covid-19, menyediakan tim untuk mengukur suhu badan, menyimpan hand sanitizer di atas meja, kemudian menyediakan tempat cuci tangan. Bahkan tempat duduk diatur jarak masing-masing 1 meter.

Sudirman DJ menjelaskan, keluarnya Perwali PSBK juga dalam rangka melakukan pencegahan, karena dari luar kelurahan dikawatirkan membawa virus. Sementara kondisi Kota Bima hingga saat ini Zero Covid-19.

“Bahkan dalam Perwali itu saya melihat ada kelonggaran. Contoh, diberikan kewenangan orang bisa melaksanakan salat di masjid, hanya diminta untuk tetap menjaga jarak,” ungkapnya.

Ia juga mengutarakan, telah terbit juga Surat Edaran Menteri Agama tanggal 29 Mei 2020. Dalam surat itu menjelaskan bahwa KUA memperbolehkan digelar acara akad nikah di rumah ibadah. Artinya apabila ia mengkaji, boleh dilaksanakan acara dimaksud selain di kantor KUA. Tetapi tetap harus memperhatikan kondisi daerah.

“Kalau daerah wabah tidak boleh, sementara Kota Bima ini zero Covid-19,” tegasnya.

Maka dari itu, ia melihat laporan yang disampaikan oleh sejumlah advokat itu prematur. Tidak bisa diterapkan untuk menjerat shohibul hajat, karena yang bersangkutan juga dari awal sudah melakukan upaya pencegahan.

“Jadi laporan itu saya lihat prematur tidak masuk pelanggaran,” tuturnya.

Ia menambahkan, penerapan PSBB diberlakukan untuk daerah yang terdampak wabah dan wajib dilakukan karantina wilayah. Sementara di Kota Bima, hingga saat ini tidak ada wabah dan hanya diterapkan PSBK. Tujuannya untuk langkah pencegahan dan memudahkan tracking jika ada yang reaktif.

“Jangankan kota Bima, Mataram yang sudah menjadi wabah tersebut belum menerapkan PSBB, masih mikir-mikir mereka. Makanya dalam perwali juga harus dikaji kembali pasal per pasalnya. Perwali juga hanya berupa teguran, tidak ada sanksi pidana,” tambahnya.

*Kahaba-01