Kabupaten Bima, Kahaba.- Ratusan warga Desa Oi Katupa Kecamatan Tambora Kabupaten Bima, Sabtu (13/6) berkumpul dan mencurahkan keresahan mereka terhadap ancaman baru dari PT Sanggar Agro. Lahan yang saat ini mereka kelola sebanyak ratusan hektar terancam digusur oleh perusahaan tersebut.
Saat ini, masyarakat merasa diintimidasi oleh kepentingan perusahaan dimaksud. Aktivitas bercocok tanam yang mereka lakukan selama ini tidak bisa berjalan baik, karena selalu di bawah ancaman.
Perwakilan warga Desa Oi Katupa Nasrudin H Yunus mengungkapkan, dirinya termasuk orang yang pertama datang di Desa Kawinda Toi tahun 1985, sebelum pemekaran menjadi Desa Oi Katupa. Bersama warga lain datang untuk bertani, karena mendapat izin dari pemerintah, baik pemerintah desa maupun Pemerintah Kabupaten Bima.
“Kita disuruh oleh Camat Tambora juga waktu itu. Kita bercocok tanam, mulai pisang, jagung, pepaya, kacang, jagung dan padi,” sebutnya.
Diakui Nasrudin, seiring waktu lahan seluas 5.000 Ha yang sebelumnya disebutkan pemerintah lalu diberikan masing – masing 2 Ha untuk per kepala keluarga. Sementara ada sekitar 400 lebih kepala keluarga yang menggantung hidup dari lahan tersebut.
Namun saat warga mengelola lahan, justru diganggu oleh PT Sanggar Agro. Tahun 2015 warga turun melakukan protes dan menggelar aksi demonstrasi selama 3 bulan lebih. Menuntut agar lahan yang digusur tersebut diberikan sepenuhnya untuk dikelola oleh warga setempat.
“Sekarang masalah kembali muncul. Kami diintimidasi lagi, lahan yang kami kelola saat ini mau digusur lagi oleh PT Sanggar Agro,” ungkapnya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Syamsuddin, tanah yang diberikan oleh pemerintah akan diambil lagi oleh PT Sanggar Agro. Padahal warga sudah diberikan hak untuk kelola lahan tersebut.
“Lahan garap warga sejak tahun 1985, diatur pemerintah. Buktinya ada surat garap dan SPPT. Sekarang lahan produktif yang warga kelola mau digusur,” terangnya.
Terhadap intimidasi yang saat ini mereka hadapi, dan masalah lahan yang tak kunjung usai tersebut. Mereka bahkan sudah menyampaikan ke DPR RI bahkan ke Presiden. Hanya saja belum bisa ditangani oleh pemerintah pusat karena terhalang Pandemi Covid-19.
“Sengaja kita tidak mau lagi mengadu ke Bupati Bima, karena aspirasi kami tidak pernah diurus dengan baik. Makanya lapor ke pusat. Dewan presiden sebenarnya sudah mau turun langsung untuk meninjau. Tapi tunggu dulu selesai Covid-19 ini,” katanya.
Menurut dia, dari hasil aksi tahun 2015 lalu memang sudah ditentukan oleh Pemerintah Kabupaten Bima jika diberikan lahan seluas 300 Ha untuk dikelola oleh masyarakat. Namun ketika masyarakat bekerja dan bercocok tanam di lahan tersebut, juga ingin dikuasai oleh PT Sanggar Agro.
Hingga saat ini pun sambungnya, lahan yang ditentukan seluas 300 Ha, belum ditentukan titik koordinatnya. Bahkan 5.000 Ha yang sebelumnya disebut sejak tahun 1985, pun tidak pernah ditentukan titik koordinatnya.
“Mana titik koordinat yang 5.000 Ha atau 300 Ha itu? Sampai sekarang kan tidak pernah ditentukan. Makanya kita desak pemerintah tentukan semua titik koordinat tersebut. Karena lahan ini mau dikuasai semua oleh PT Sanggar Agro,” tudingnya.
Syamsuddin mengungkapkan, ancaman dan intimidasi terhadap lahan warga saat ini muncul
Beberapa pekan terakhir. Perusahaan tersebut memberitahu warga bahwa akan menggusur lahan apabila tanggal 20 Juni 2020 nanti warga tidak mengosongkannya.
Namun ancaman tersebut dipastikannya akan dilawan oleh warga. Pasalnya lahan tersebut merupakan hidup dan mati warga setempat. Kemana lagi mereka akan hidup dan bercocok tanam jika lahan tersebut dikuasai oleh PT Sanggar Agro.
“Kita akan melawan. Karena saat sekarang saja kami sudah merasakan kesengsaraan karena diintimidasi,” tegasnya.
Sementara itu, pihak PT Sanggar Agro masih diupayakan untuk dikonfirmasi tentang intimidasi dan rencana penggusuran tersebut.
*Kahaba-01