Kabar Bima

Organisasi Profesi Kesehatan Beberkan “Kebobrokan” di Dinas Kesehatan

381
×

Organisasi Profesi Kesehatan Beberkan “Kebobrokan” di Dinas Kesehatan

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- Saat bertemu dnegan Komisi I DPRD Kota Bima, Selasa (11/8), sejumlah organisasi profesi kesehatan menyampaikan keluh kesah dan kesembrawutan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan (Dikes) selama 3 tahun terakhir. Bahkan selama awal status darurat pandemi Covid-19 Maret lalu hingga saat ini, dinilai penanganan medis sangat amburadul.

Organisasi Profesi Kesehatan Beberkan “Kebobrokan” di Dinas Kesehatan - Kabar Harian Bima
Anggota Organisasi Profesi Kesehatan saat audiensi dengan Komisi I DPRD Kota Bima. Foto: Eric

Seperti yang disampaikan Ketua PPNI Kota Bima Kurniadi, alasan aksi tutup mulut saat demonstrasi pada Dikes itu memiliki arti dan makna bagi seluruh tenaga kesehatan (nakes). Terutama selama Pandemi Covid-19 seluruh Nakes hanya dituntut kerja keras, tapi tidak dibarengi dengan ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD).

Organisasi Profesi Kesehatan Beberkan “Kebobrokan” di Dinas Kesehatan - Kabar Harian Bima

“Selama wabah, kami hanya diberikan APD yang memiliki kualitas buruk. Bahkan untuk masker hanya diberikan jatah dengan jumlah sedikit. Terkadang Nakes pakai berminggu-minggu baru diganti. Tak jarang juga mita keluarkan uang pribadi untuk membeli,” ungkapnya.

Hal lain diungkapkan M Aminullah. Pria yang bekerja di RSUD Kota Bima itu mengaku, sejak Januari sampai Agustus tahun 2020 seluruh pegawai yang telah bekerja memberikan pelayanan kesehatan, tidak pernah dibayarkan Jasa Pelayanan (Jaspel). Bahkan ditahun 2018 dan 2019, pihak Dikes tidak membayarkan Jaspel selama 1 bulan dan 3 bulan dengan alasan masuk Silpa.

“Dengan tidak dibayarkannya hak kami ini, kami bertanya dalam hati. Apakah Pemerintah Kota Bima, RSUD Kota Bima dan Dikes masih memiliki rasa kemanusiaan di hatinya?,” ungkap Aminullah dengan nada sedih.

Ia menceritakan, hal yang lebih menyanyat hati adalah selama menjalani karantina di PKM Paruga, sama sekali tidak merasakan kehadiran tim gugus tugas terutama Dikes. Bagaimana tidak, selama di sana mereka tidak pernah mendapatkan nutrisi yang layak.

“Lebih banyak kita mendapatkan nasi yang tidak layak atau belum matang dikonsumsi, ditambah lagi gizinya yang jauh dari kata sehat,” bebernya.

Di tempat yang sama, Asriadi yang bekerja di Labkesda Kota Bima mengungkapkan, saat memeriksa masyarakat yang ingin melakukan rapid tes, ketersediaan APD sesuai standar tidak ada. Karena selama pemeriksaan hingga pengambilan sampel darah, ia dan temannya akan kontak langsung dengan pasien.

“Kadang kami dituntut kerja maksimal dan profesional, tapi pada kenyataannya tidak ditunjang dengan APD yang memadai. Padahal kita ketahui, tidak sedikit tenaga medis dan dokter yang terpapar Covid-19 banyak bahkan kehilangan nyawa ketika bertarung untuk mengabdikan diri merawat pasien,” imbuhnya dengan penuh haru.

Kemudian Arifudin, dari tenaga apoteker juga turut menyampaikan keprihatinannya atas nasib seluruh tenaga kesehatan di Kota Bima. Mereka dituntut kerja baik, dituding bahkan dicaci dan dimaki karena memberikan pelayanan kurang maksimal. Padahal apabila masyarakat tahu, dia dan temannya berjuang hidup dan mati demi memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat.

“Contoh paling nyata adalah pengadaan obat seperti Vitamin C dengan dosis 50 mg, sedangkan standar untuk penanganan kesehatan terutama pasien yang terpapar harus mengkonsumsi Vitamin C dengan dosis 500 mg. Inikan jelas tidak cocok,” ungkapnya.

Lebih jauh Arif menjelaskan, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 971/MENKES/PER/XI/2009 pada Bab IV kompetensi pejabat struktural Dinas Kesehatan Provisin/Kabupaten/Kota pada pasal 19 menyebutkan, Kepala dan Sekretaris  Dinas Kesehatan harus berlatar belakang pendidikan sarjana kesehatan dengan pendidikan sarjana strata dua (S2) di bidang kesehatan masyarakat.

Bagaimana mungkin petugas medis apalagi masyarakat bisa sehat dan sejahtera, sedangkan Kepala Dikes saat ini bukan berlatarbelakang pendidikan kesehatan. Sehingga tidak akan pernah mengerti apa itu ilmu kesehatan, apalagi jeritan hati seluruh tenaga medis.

“Firman Allah sudah jelas tertuang dalam kitab suci Al Quran, bila sebuah jabatan tidak dipegang sesuai keahlian, maka tunggulah kehancuran,” terangnya.

Sementara itu, agenda hearing yang dipimpin Ketua Komisi I DPRD Kota Bima Muhammad Irfan didampingi sejumlah anggota dewan lain menyatakan, menerima semua aspirasi yang disampaikan tenaga kesehatan.

“Kami akan mengundang Walikota Bima bersama Kepala Dikes untuk klarifikasi semua keluhan ini,” tegasnya.

*Kahaba-04