Kabar Bima

APBD Kota Bima untuk Kepentingan Rakyat? Jauh Panggang dari Api

309
×

APBD Kota Bima untuk Kepentingan Rakyat? Jauh Panggang dari Api

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- Solud NTB menyayangkan naiknya belanja hibah di Pemerintahan Kota Bima. Jika dibandingkan dengan porsi anggaran untuk kebutuhan langsung rakyat, maka APBD Kota Bima tidak berpihak pada rakyat.

APBD Kota Bima untuk Kepentingan Rakyat? Jauh Panggang dari Api - Kabar Harian Bima
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Solidaritas untuk Demokrasi (Solud) NTB, Dedy Mawardi. Foto: Bin

“Sangat disayangkan. Belanja hibah itu sesungguhnya tidak menjawab kebutuhan pembangunan daerah secara ril,” ungkap Sekjen Solud NTB, Dedy Mawardi baru – baru ini.

APBD Kota Bima untuk Kepentingan Rakyat? Jauh Panggang dari Api - Kabar Harian Bima

Menurut Dedy, keberadaan belanja hibah itu tidak seratus persen berangkat dari proses perencanaan yang baku, yang melibatkan masyarakat secara utuh dan aktif dalam proses perencanaannya.

“Andai anggaran yang nilainya lebih dari 30 miliar rupiah (di luar belanja hibah pendidikan-red), itu dialokasikan sebagai belanja pembangunan melalui belanja modal, alangkah beruntungnya masyarakat Kota Bima,” kata Dedy.

Belanja modal di APBD Kota Bima hari ini kata Dedy, masih jauh dari kalimat yang disebut keberpihakan pemerintah pada rakyat.

“Masih jauh panggang dari api,” terangnya.

Bagaimana tidak kata Dedy, dari Rp 763 Miliar anggaran APBD, hanya Rp 164 Miliar yang bisa dinikmati masyarakat Kota Bima secara utuh. Jika dipersentase angka itu, maka hanya 21,5 persen dari 100 persen anggaran yang ada, yang teralokasi untuk publik untuk tahun 2021.

“Miris memang. Akan tetapi ini semua kembali pada goodwill pemerintah sebagai pemangku kekuasaan dan bagaimana pemimpin memanfaatkan kewenangan anggaran yang dimilikinya dengan lebih bijaksana. Bukan bijaksini,” sindir Dedy.

Lebih rinci Dedy mengatakan, belanja langsung adalah belanja publik atau belanja untuk masyarakat. Tetapi sayangnya, pemerintah mengambil kembali bagian anggarannya lebih dari 50 persen, melalui belanja barang jasa, yang isinya belanja yang didominasi oleh belanja honor, makan minum rapat dan belanja pakai habis lainnya.

Hal lain yang menjadi tantangan bagi upaya transparansi anggaran hari ini adalah, terbitnya Kepmen Nomor 050-3087  yang merupakan pemutakhiran PMDN 90 tahun 2019 tentang tentang Klasifikasi, Kodefikasi, Dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan Dan Keuangan Daerah.

Dimana Kepmen pemutakhiran ini dalam format rincian APBD, tidak lagi menunjukan informasi detail pada akun rincian belanjanya. Misal untuk informasi belanja hibah tidak bisa lagi langsung melihat lembaga atau kelompok penerima hibah yang dimaksud.

“Entah apa tujuan pemerintah menerapkan hal ini, semoga tidak untuk mematahkan semangat keterbukaan yang selama ini dibangun,” harapnya.

Terkait data APBD yang beredar melalui media pemberitaan beberapa waktu terakhir ini, Dedy menegaskan bahwa itu data dalam aplikasi SIMDA-nya BPKP, setiap tahun SOLUD selalu mendapatkannya dari FITRA Nasional karena lembaga kami SOLUD adalah satu dari 13 simpul jaringan FITRA di Indonesia.

“Jadi mohon jangan diragukan validitasnya, kalaupun akhirnya ada perubahan-perubahan selanjutnya, itu seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah untuk mempublikasikan agar kami pun tahu dan bisa lebih tepat dalam menanggapinya,” kata Dedy.

Dibutuhkan kesadaran kolektif dalam rangka pengelolaan anggaran public ini, baik dari masyarakat sebagai penerima manfaat untuk bisa sama-sama mengawal serta mengawasi dan pemerintah sebagai pelaksana pengelolaan anggaran untuk senantiasa terbuka dalam menjalankan setiap proses dan tahapannya.

*Kahaba-01