Hukum & KriminalKabar Kota Bima

Pasal Menjerat Feri Sofiyan Disesuaikan, Jeby Nilai Penyidik Lebih Salah Lagi

372
×

Pasal Menjerat Feri Sofiyan Disesuaikan, Jeby Nilai Penyidik Lebih Salah Lagi

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- Salah satu Tim Kuasa Hukum Wakil Walikota Bima, Feri Sofiyan, Rusdiansyah mengaku heran dengan sikap penyidik Polres Bima Kota yang dinilainya tidak menerapkan hukum secara proporsional dan profesional dalam memperlakukan kliennya.  (Baca. Dugaan Kasus Kelola LH Tanpa Izin, Wawali Bima Ditetapkan Tersangka)

Pasal Menjerat Feri Sofiyan Disesuaikan, Jeby Nilai Penyidik Lebih Salah Lagi - Kabar Harian Bima
Tim Kuasa Hukum bersama Feri Sofiyan. Foto: Bin

Sejumlah kejanggalan itu seperti penetapan tersangka cacat materil karena karena hak-hak Feri Sofiyan tidak dipenuhi, baik tentang pemberitahuan dimulainya proses penyidikan. Kedua laporan kasus ini per 24 September 2020 sementara dimulainya penyidikan pun tanggal yang sama. (Baca. Hormati Proses Hukum, Feri Nilai Penetapan Dirinya Sebagai Tersangka Prematur)

Menurutnya, tindakan Penyidik Polres Bima Kota itu sangat bertentangan sekali dengan Perkap tentang di mulainya proses penyelidikan dan penyidikan. (Baca. Pakar Hukum Tata Negara Sorot Penetapan Feri Sofiyan Sebagai Tersangka)

“Semua ada tahapannya, kapan di lakukan gelar penyelidikannya?, apakah pada saat orang melapor lalu kapan dipanggil untuk dimintai keteranganya,” tanyanya, Senin (23/11).

Tidak hanya itu kata dia, apakah pada hari yang sama ketika ada laporan saksi-saksi dipanggil untuk pencarian informasi awal, tapi kapan itu di lakukan. Lalu apakah pada saat orang melapor penyidik merasa yakin bahwa telah terjadi perbuatan tindak pidana. (Baca. Didzolimi, Puluhan Pengacara Jadi Kuasa Hukum Feri Sofiyan)

Disinggung apa kira-kira penulisan tanggal dan bulan pelaporan maupun penyidikan yang bersamaan itu bukan kesalahan ketik? Jeby sapaan-akrabnya- menjawab tidak bisa ada alasan misalnya salah ketik karena ini ada bukti surat.

“Tidak bisa kita mendalilkan seseorang bersalah dengan cara yang salah, karena penegakkan hukum yang salah akan melahirkan perampasan hak dan kesewenang-wenangan,” imbuhnya. (Baca. Sebelum Ditetapkan Tersangka, Feri tidak Pernah Terima SPDP)

Jeby juga menyebut beberapa kejanggalan pengenaan pasal terhadap tersangka, justru Pasal 36 UU 32 2009 sudah tidak ada. Apalagi di Pasal 22 Ayat 36 UU 11 2020 tentang perubahan Pasal 109, sesuai pasal baru yang dikenakan ke tersangka tidak lagi berbicara tentang izin lingkungan, tapi tentang Dumping (pembuangan limbah) biasanya menyangkut limbah berbahaya B3.

“Kami sendiri merasa bingung dengan APH ini dimana sebelumnya dalam pernyataan di media bahwa UU Ciptaker itu tidak berlaku surut, tetapi pada saat yang bersamaan dalam surat pemanggilan keduanya mereka APH ini mengakui pasal dalam UU 11 2020 Cipta Kerja mengenai perubahan pasal 109,” ungkapnya.

Menurut Jeby, pasal 109 dalam UU Cipta Kerja tentang lingkungan hidup yang ada itu pasal 22 Ayat 36 yang merubah isi Pasal 109 yaitu tentang Dumping yang merujuk pada UU Cipta Kerja Pasal 61 berdasarkan Pasal 60 UU PPLH.

Terkait dengan urusan izin lingkungan ini ada pasal baru yaitu pasal 82A UU Cipta Kerja tentang lingkungan yang menyebut jika tidak membuat izin nya maka akan dikenakan sanksi, hanya saja tidak ada pasal pidananya.

“Sekali lagi pasal 109 dalam UU Cipta Kerja itu tidak lagi memuat tentang izin lingkungan tapi dumping (pembuangan limbah). Di pasal 82 memuat bahwa kalau tidak ada izin lingkungan hanya dikenakan sanksi administrasi, jadi tidak ada sanksi pidana,” tegasnya.

Ia menjelaskan, tidak ada dalam pasal 109 UU Cipta Kerja tersebut yang mengatur tentang sanksi pidana apabila ditemukan dampak perusakan lingkungan yang ada dalam Pasal 109 itu perihal tentang dumping atau pembuangan limbah B13 atau limbah medis.

“Dalam kasus ini kan jelas kalau pak Feri itu tidak membuang limbah apalagi limbah medis beliau hanya membangun tempat wisata. Jadi, kalaupun itu ada dikenakan oleh polisi sudah masuk hal yang lain karena dalam hal perijinan itu ada izin pembuangan limbah juga, ada izin lingkungan dan menyangkut dermaga wisata tersebut kan tidak ada urusan sama sekali dengan membuang limbah,” paparnya.

Kasus yang dikenakan ini tambahnya, bukan tentang pembuangan limbah tapi izin lingkungan dimana di dalam Pasal 22 Ayat 36 UU Cipta Kerja tahun 2020 yang merubah UU 32 Tahun 2009 tentang PPLH di poin 3 merujuk pada Pasal 61 di UU lingkungan hidup itu berbicara tentang dumping dalam hal pembuangan limbah.

Dumping tersebut sebagaimana di maksud dalam Pasal 60 UU 32 2009 tentang Lingkungan Hidup disebutkan bahwa setiap orang di larang untuk melakukan dumping (pembuangan limbah) tanpa izin, jadi bukan urusan lingkungan yang lain tapi limbah.

*Kahaba-01