Hukum & KriminalKabar Kota Bima

PH Minta Polisi Hentikan Proses Kasus Hukum Feri Sofiyan

201
×

PH Minta Polisi Hentikan Proses Kasus Hukum Feri Sofiyan

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- Pernyataan Ditreskrim Polda NTB disalah satu media terkait penetapan Feri Sofiyan sebagai tersangka belum masuk ranah pidana dan masih ranah administrasi, ditanggapi kuasa hukum Feri Sofiyan.

PH Minta Polisi Hentikan Proses Kasus Hukum Feri Sofiyan - Kabar Harian Bima
Salah satu tim hukum Feri Sofiyan, Rusdiansyah. Foto: Bin

Salah satu tim hukum Rusdiansyah menilai pernyataan Ditreskrimsus Polda NTB itu menunjukan bahwa Penyidik Polres Bima Kota dalam menetapkan Wakil Walikota Bima menjadi tersangka didasari pada keragu-raguan.

PH Minta Polisi Hentikan Proses Kasus Hukum Feri Sofiyan - Kabar Harian Bima

Terhadap persoalan ini, kata dia, mestinya penyidik harus menghentikan proses hukum terhadap kliennya, karena unsur pidana tidak terpenuhi.

Kemudian penyempurnaan pasal pasca hasil gelar perkara dengan Polda NTB justru bukan malah menyempurnakan, malah konstruksi hukumnya dinilai makin kacau.

“Penyempurnaan pasal itu kan malah makin menunjukan ketidakcakapan penyidik dalam memahami hukum karena hasil perubahan Pasal 109 UU 32 2009 di UU 11 2020 Cipta Kerja tidak lagi menyangkut soal izin lingkungan hidup, sebagaimana di atur dalam Pasal 36 UU PPLH yang telah dihapus. Tetapi sudah berbicara tentang pembuangan limbah,” jelasnya kepada wartawan, Selasa (24/11).

Jeby sapaan akrabnya menegaskan, jelas tertera di Pasal 109 UU 11 Tahun 2020 hasil perubahan tersebut dalam Ayat 3 disebutkan bahwa yang dapat dikenakan sanksi berdasarkan ketentuan Pasal 60 UU Cipta Kerja hasil perubahan juga berbicara tentang pembuangan limbah.

“Pertanyaaan kami, lalu hal ihwal mana kasus atau perbuatan klien kami ini yang mengarah pada pembuangan limbah B3 itu, sementara di sana itu hanya ada bangunan kayu yang di bawahnya memilki pondasi berukuran 50 cm,” tanyanya.

Jeby pun memastikan bahwa berbicara dari segi kerusakan lingkungan juga tidak terjadi, karena tidak ada yang dirusak.

“Justru itu kita lakukan perawatan ranting kering yang sudah tua patah, itu dirapikan dengan harapan akan tumbuh tunas baru,” ungkapnya.

Jadi dalam hal ini sambungnya, polisi harus bisa menemukan ada tidaknya perbuatan pidana klien mereka. Tapi dalam menemukan perbuatan pidana jangan mengambil pasal yang lebih tidak ada hubungan hukum dengan apa yang dilakukan klien mereka lagi, karena pasal yang dikenakan tersebut tidak terkait dengan yang disangkakan.

“Jangan sampai itu terjadi ada penegak hukum yang tidak memahami hukum, karena itu dapat meruntuhkan bangunan hukum di Negeri ini,” kritiknya.

Bayangkan saja terangnya, Feri Sofiyan yang seorang Wakil Walikota saja ditetapkan sebagai tersangka dengan pasal yang sudah diubah dan tidak lagi mengatur apa yang di sangkakan, tindakan ini menerobos ketentuan Pasal 1 Ayat 1 KUHP tentang asas legalitas yang merupakan soko guru hukum pidana dunia.

“Lalu bagaimana dengan rakyat kecil di Negeri ini?,” tanyanya lagi.

Lalu bagaimana tanggapannya terkait dengan salah satu point pernyataan Ditreskrimsus Polda NTB yang menegaskan bahwa pada prinsipnya persoalan ini merupakan ranah administratif bukan ranah pidana? Jeby menjawab itu betul. Karena sesuai dengan pasal 82 (a) dalam UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja jelas dikatakan bahwa yang belum memenuhi izin lingkungan hanya dapat dikenakan sanksi administrasi.

Tapi, walaupun kewenangan penyidik di Polres Bima Kota, jika Polda NTB menganggap penyidik di bawahnya tidak memiliki kecakapan memahami hukum dalam kasus ini Polda menurut hematnya, dalam rangka memberikan kepastian hukum dan mengembalikan kepercayaan publik bisa mengambil alih kasus ini dan menghentikan penyidikan kasus ini.

*Kahaba-01