Kabar Kota Bima

Begini Penjelasan Ahli Hukum yang Dihadirkan PH Feri Sofiyan di Pengadilan

335
×

Begini Penjelasan Ahli Hukum yang Dihadirkan PH Feri Sofiyan di Pengadilan

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- Salah satu ahli hukum yang dihadirkan oleh Penasehat Hukum (PH) Wakil Walikota Bima Feri Sofiyan dalam sidang lanjutan Praperadilan adalah Prof Amiruddin, selaku ahli di bidang hukum pidana.

Begini Penjelasan Ahli Hukum yang Dihadirkan PH Feri Sofiyan di Pengadilan - Kabar Harian Bima
Ahli Hukum Pidang Profesor Amiruddin yang dihadirkan PH Feri Sofiyan di Pengadilan Negeri Bima. Foto: Bin

Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Bima, Kamis (10/12) tersebut dipimpin Majelis Hakim (MH) tunggal, Horas El Cairo Purba dengan panitera pengganti Arif Fuad. Dihadiri masing-masing Tim Penasehat Hukum (PH), baik dari Wakil Walikota Bima selaku pemohon, juga dari PH Polres Bima Kota selaku termohon.

Begini Penjelasan Ahli Hukum yang Dihadirkan PH Feri Sofiyan di Pengadilan - Kabar Harian Bima

Prof Amiruddin usai menghadiri sidang menjelaskan, persangkaan terhadap Feri Sofiyan ini awalnya menggunakan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup. Kemudian dalam proses perjalanan penyelidikan ke penyidikan ada terjadi perubahan. Dasarnya pada Undang-Undang Cipta Kerja.

Yang ada dalam UU Cipta Kerja itu kata dia, adalah merubah, menambah dan menghapus sebagian pasal yang ada dalam UU Lingkungan Hidup. Salah satu yang diubah oleh UU Cipta Kerja ini adalah pasal yang dipersangakan kepada Feri Sofiyan yakni Pasal 109.

“Pasal 109 UU Lingkungan Hidup dengan Pasal 109 Cipta Kerja itu menjadi pertanyaan, karena pasal mana yang mau diterapkan dalam kasus itu. Maka berdasarkan Pasal 1 Ayat 2 KUHP, yang diterapkan adalah pasal yang menguntungkan. Kebetulan, pasal yang menguntungkan Feri Sofiyan ini adalah pasal 109 UU Cipta Kerja,” jelasnya.

Kemudian sambungnya, jika itu terjadi perubahan pasal, maka semua yang dilakukan oleh penyidik juga ikut berubah. Karena dasar penyidik melakukan penyelidikan dan penyidikan adalah Pasal 109 UU Lingkungan Hidup, sampai ditetapkan tersangka. Tapi karena adanya perubahan, maka penyidik juga harus mengikuti perubahan dalam proses penyidikan. Karena dasarnya adalah 109 UU Cipta Kerja.

“Tadi di praperadilan itu menjadi persoalan, bisa tidak diterima keterangan dari saksi – saksi yang diperiksa berdasarkan Pasal 109 UU 32 Tahun 2009, jawaban saya sebagai ahli, jelas tidak bisa. Karena penyidik harus melakukan pemeriksaan baru dengan dasar UU Cipta Kerja tersebut,” tegasnya.

Prof Amiruddin mengakui, dalam fakta persidangan yang muncul tadi, penyidik belum memeriksa saksi – saksi berdasarkan Pasal 109 UU Cipta Kerja. Itu fakta yang muncul di persidangan dan dibacakan berkaitan dengan jawaban dari termohon.

“Diakui termohon bahwa sudah melakukan pemeriksaan saksi, tapi dasarnya pada Pasal 109 UU Lingkungan Hidup, bukan UU Cipta Kerja. Seharusnya kalau itu diajukan, itu bukan bukti permulaan untuk menetapkan tersangka. Berarti buktinya masih kurang,” jelasnya.

Lantas apakah pendapat ahli bisa dipakai dan mengikat?, Prof Amiruddin menjawab, jika bicara ilmu hukum, maka harus bicara sumber hukum. Sumber hukum ada 4, UU, yurisprudensi, doktrin dan ada perjanjian.

“Doktrin yang dimaksud yakni pendapat sarjana. Artinya bisa digunakan dan mengikat orang yang menggunakannya seperti oleh hakim, pemohon atau termohon. Persoalannya nanti mau menggunakan pendapat ahli yang mana, tergantung pada argumentasi dari ahli. Jadi pendapat sarjana ini sesungguhnya adalah pedoman,” terangnya.

Disinggung mengenai cepatnya proses penyelidikan dan penyidikan terhadap masalah yang menyeret Wakil Walikota Bima itu ke ranah hukum, dijelaskannya proses penyelidikan merupakan proses untuk menemukan apakah ini memenuhi unsur pidana atau tidak.

Penyidik juga harus melakukan berita acara investigasi (BAI), dalam rangka mengumpulkan keterangan kemudian berkesimpulan. Jika memenuhi unsur pidana, maka lanjut ke penyidikan dan polisi mencari barang bukti. Setelah ditemukan itu cukup, maka ditetapkan tersangka.

“Begitu mekanismenya. Kumpulkan dulu bukti baru tersangka, jangan dibalik setelah tersangka baru cari bukti. Kalau ada yang begitu prosesnya terbalik, itu jelas bukan yang sebenarnya,” pungkasnya.

*Kahaba-01