Kabar Kota BimaKabupaten Bima

Terobosan Putra Bima Dibalik Alat Keselamatan Nelayan

483
×

Terobosan Putra Bima Dibalik Alat Keselamatan Nelayan

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- Buki, begitu sapaan akrab Arief Rahman, pria kelahiran Bima 35 tahun silam. Pria alumni SMAN 1 Kota Bima itu telah melakukan terobosan di bidang kelautan. Alat bantu keselamatan navigasi kapal dibuatnya untuk mengurangi nelayan hilang saat melaut hingga memperkuat pendataan hasil produksi.

Terobosan Putra Bima Dibalik Alat Keselamatan Nelayan - Kabar Harian Bima
Arief Rahman menunjukan alat keselamatan nelayan. Foto: Ist

Lelaki muda asal Kelurahan Penatoi Kota Bima NTB ini sejak tahun 2014 sudah mengabdi sebagai ASN Kementerian Kelautan dan Perikanan. Ia ditempatkan di Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara. Tepat tahun 2017 lalu, Buki berjuang bersama teman-temannya di Loka Perekayasaan Teknologi Kelautan (LPTK) untuk menciptakan inovasi alat yang kini diberi nama Wahana Keselamatan dan Pemantauan Objek Berbasis Informasi – Automatic Identification System (WakatobiAIS) .

Terobosan Putra Bima Dibalik Alat Keselamatan Nelayan - Kabar Harian Bima

Kepada media ini Buki menjelaskan, AIS merupakan singkatan dari Automatic Identification System atau alat identifikasi otomatis kapal. Sistem AIS sudah umum dipasang dan dimanfaatkan oleh kapal-kapal besar di seluruh dunia termasuk Indonesia untuk navigasi dan keselamatan pelayaran. Hanya saja menurutnya, karena alatnya mahal, besar, dan rumit pemasangannya maka kapal-kapal kecil dan tradisional jarang yang memanfaatkannya.

LPTK bekerjasama dengan PT. Solusi247 meriset alat AIS yang dikhususkan untuk kapal nelayan yang berbobot dan berukuran kecil, tidak dilengkapi dengan instalasi listrik permanen, dioperasikan untuk one day fishing.

“Kami membuat ulang alat AIS yang lebih portable dan mudah penggunaannya untuk seluruh ukuran dan jenis kapal khususnya untuk kapal nelayan,” katanya.

Selain membuat kapal terlihat dari kapal lainnya dan stasiun AIS di darat, sebagai alat pengirim pesan marabahaya apabila nelayan dalam status terancam keselamatannya di laut.

Pada tahun 2020 alat ciptaan mereka mendapatkan pengujian dan sertifikasi di Balai Teknologi Keselamatan Pelayaran (BTKP), Kementerian Perhubungan.Ini menandai siapnya alat untuk diproduksi secara masal dan dimanfaatkan oleh pengguna.

“Inovasi  ini juga telah didaftarkan paten teknologinya di KemenkumHAM pada tahun yang sama,” ungkap alumnus Teknik Kelautan Universitas Hasanuddin Makassar itu.

Pada bulan ini,  teknologi WakatobiAIS diimplementasikan pada sepuluh kapal nelayan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu Serang, Banten. Pemasangan merupakan program bersama Pusat Riset Kelautan (Pusriskel), Direktorat ke pelabuhanan DJPT, dan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) sebagai program leader.

Pemasangan WakatobiAIS sambungnya, sangat mudah. Cukup dengan memasang antena di posisi tertinggi kapal, lalu memasang alat utama AIS pada posisi yang mudah dijangkau oleh awak kapal. Sebagai perbandingan, produk AIS yang lain membutuhkan sambungan listrik ke catu daya seperti ke aki atau adaptor DC, juga sambungan kabel ke antena GPS yang dipasang terpisah.

Hasil inovasi ini juga dinilai sangat cocok untuk kapal-kapal nelayan Karangantu yang sebagian besar merupakan kapal bagan. Nelayan di sana kerap menangkap ikan di lokasi yang ramai pelayaran kapal-kapal besar dari Cilegon dan Merak. Keberadaan kapal nelayan tentunya berisiko tertabrak atau terkena hempasan ombak tinggi akibat kapal besar yang melintas.

Terobosan yang dipersembahkan untuk Nusantara ini pun telah disampaikan dan dibicarakan pada sejumlah pemerintah daerah. Salah satunya di Pemerintah Kota Bima, tanah kelahirannya. Bahkan kedatangannya bersama Kepala LPTK Wakatobi Akhmatul Ferlin di Kota Tepian Air itu, disambut hangat oleh Walikota Bima dan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bima.

“Alhamdulillah bulan Februari lalu sudah kita presentasikan di hadapan Walikota Bima HM Lutfi dan jajarannya di dinas terkait. Kita berharap WakatobiAIS juga akan dapat digunakan oleh para nelayan di Bima,” harapnya.

Sementara itu, Kepala LPTK Wakatobi Akhmatul ferlin memaparkan, “Sering sekali kita mendapatkan berita nelayan yang tidak Kembali ke rumah setelah melaut. Keluarga di rumah hanya bisa pasrah menunggu, bahkan tidak jarang paranormal juga dikerahkan untuk mencari posisi korban,” ungkapnya.

Padahal, kita semua ingin ada peningkatan standar keselamatan nelayan sebagaimana amanat UU Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam, isu keselamatan nelayan adalah isu penting yang harus menjadi agenda pemerintah pusat dan daerah.

“Selain pemasangan WakatobiAIS, KKP juga akan menerapkan teknologi Internet of Thing (IoT) timbangan online di PPN Karangantu. Sistem yang juga akan diterapkan di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Cilacap ini telah diintegrasikan dengan aplikasi Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan (PIPP) dalam kerangka Satu Data KKP,” jelasnya.

*Kahaba-01