Kabar Kota Bima

WBP Keluhkan Kebijakan Asimilasi di Rutan Bima yang tak Adil

405
×

WBP Keluhkan Kebijakan Asimilasi di Rutan Bima yang tak Adil

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- Di tengah situasi pendemi wabah Corona atau Virus Covid 19 yang melanda Bangsa Indonesia saat ini. Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) RI menerbitkan aturan kelanjutan program Asimilasi yaitu Warga Binaan Pemasrakatan (WBP) di Rumah Tahanan (Rutan) dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) seluruh Indonesia, untuk menjalani hukumannya di rumah.

WBP Keluhkan Kebijakan Asimilasi di Rutan Bima yang tak Adil - Kabar Harian Bima
Rutan Bima. Foto: Bin

Aturan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 24 Tahun 2021 tersebut menjelaskan bahwa bagi warga binaan dalam perkara tertentu dan tidak menyandang predikat sebagai residivis, dapat diusulkan untuk dirumahkan atau tidak menjalani hukuman di dalam Rutan atau Lapas, setelah menjalani setengah masa hukuman di bawah tanggal 31 Desember 2021.

WBP Keluhkan Kebijakan Asimilasi di Rutan Bima yang tak Adil - Kabar Harian Bima

Menurut seorang WBP di Rutan Raba-Bima Agus Mawardy, dalam implementasi hak asimilasi yang terjadi di Rutan Bima, dirinya merasa dibohongi dan ada ketidakadilan yang dilakukan oleh pihak pemerintah yaitu Sub Seksi Pelayanan di Rutan Bima.

Pasalnya, setelah dia dieksekusi Kejaksaan Negeri (Kejari) Raba Bima per tanggal 21 Mei 2021 dengan masa hukuman 3 bulan atau sampai tanggal 19 Agustus 2021 atas perkara pencemaran nama baik Bapak Erwin Ardiansyah (Mantan Kapolres Bima Kota).

Ia menjelaskan, dalam menjalankan hukuman tersebut, dirinya mengaku merupakan salah satu WBP yang mendapatkan Hak Asimilasi dan sempat diusulkan melalui bagian Pelayanan Rutan Bima. Namun, pada akhirnya, ia menjalani hukuman murni.

“Semestinya, jika pengurusan Hak Asimilasi saya baik dan kinerja Sub Seksi Pelayanan Rutan Bima ini profesional dan peduli terhadap WBP. Setelah menjalani setengah hukuman atau terhitung setidaknya tanggal 7 Juli 2021, saya sudah dikeluarkan dari Rutan dan menjalani Hak Asimilasi di rumah,” tandas Agus melalui fasilitas komunikasi yang disiapkan pihak Rutan Bima, Senin (23/8).

Merasa kecewa terhadap pelayanan di Rutan Bima sambung Agus, hingga akhirnya ia menjadi hukuman murni di tengah dokumen pengurusan Hak Asimilasi seperti Surat Jaminan dari Keluarga yang mengetahui Lurah maupun dokumen Penelitian Masyarakat (Litmas) sudah diterbitkan oleh kantor Bapas di Sumbawa.

“Saya menilai pihak Kementerian Hukum dan HAM melalui Pelayanan di Rutan Bima telah membohongi saya dengan memperlambat penerbitan SK Hak Asimilasi di tengah semua dokumen sudah terpenuhi. Kuat dugaan kami, ada unsur kesengajaan yang terjadi dan adanya kemungkinan intervensi pihak-pihak tertentu yang ingin kami tetap berada di penjara lebih lama,” jelasnya.

Disaat menunggu SK Asimilasi menurut Agus, tiba-tiba tanggal 10 Agustus 2021 datang pihak Kejari Raba Bima yang mengantar surat vonis atau mengeksekusi perkara lainnya yaitu kasus pencemaran nama baik dengan pelapor Bupati Bima, Hj. Indah Dhamayanti Putri.

Bukannya dikeluarkan dari Rutan untuk menjalani Hak Asimilasi, namun hingga saat ini saya ditetapkan oleh Rutan Bima sebagai WBP yang melanjutkan hukuman kedua terhitung tanggal 19 Agustus 2021 hingga 6 bulan ke depan, sesuai dengan kutipan putusan pihak Pengadilan. Padahal, surat vonis atau penyerahan pihak Kejaksaan datang tanggal 10 Agustus 2021.

“Dalam kondisi tersebut. Terhitung sejak tanggal 10 Agustus 2021. Saya menjalani dua hukuman sekaligus. Dan tentu ini pelanggaran terhadap aturan dan pelanggaran terhadap Hak Asasi di tengah seseorang tak bisa menjalani dua hukuman sekaligus. Harusnya ada jeda dan pembatasan,” tandasnya.

“Keluarkan dulu saya ini. Dan perjelas dulu hukuman dan dokumen penyelesaian masa penahan perkara yang pertana. Namun karena alasan tak ada SK karena pengusulan yang sengaja diperlambat oleh pihak Pelayanan. Hingga kesannya sengaja ditunda pembebasan perkara pertama. Dan ini settingan agar saya tetap berada di Rutan hingga surat eksekusi datang pada perkara yang kedua,” tambah dia.

Cara kerja jajaran Sub Seksi Pelayanan di Rutan Bima terang Agus, memicu munculnya diskriminasi dan ketidakadilan. Pasalnya, ada WBP lain yang vonisnya 6 bulan, tepat 3 bulan menjalani hukuman sudah bebas berkat program Asimilasi. Sementara, banyak WBP lainnya yang merasa tidak seistimewa itu dalam mendapatkan berbagai hak baik asimilasi, Cuti Bersyarat (CB) maupun Pembebasan Bersyarat (PB).

“Yang 6 bulan bisa bebas tepat 3 bulan tak ada lebih dan kurangnya. Sementara saya yang 3 bulan tak bisa keluar setelah setengah menjalani hukuman. Malahan sekarang menjalani hukuman tambahan dan masuk kategori WBP yang tak mendapatkan hak Asimilasi lagi,” bebernya.

Ia menambahkan, banyak keluhan dalam persoalan pengurusan hak WBP selama dirinya berada di Rutan Bima. Banyak WBP yang menjalani hukuman di bawah 6 bulan menjalani hukuman murni padahal bisa mendapatkan hak CB dan bebas setelah menjalani 2/3 masa hukuman.

Ada juga, WBP yang divonis 10 bulan, sudah menjalani 9 bulan lebih belum juga dibebaskan padahal diusulkan Hak Cuti Bersyaratnya. Dan banyak juga WBP yang setelah dihitung dengan remisi telah menjalani 2/3 masa hukumannya, belum dilakukan pengurusan baik CB maupun PBnya.

“Selama ini, masa pembebasan WBP itu dengan adanya hak CB dan PB hanya menjalani 2/3 dari masa tahanannya. Namun, karena pengurusan yang tidak becus akibat buruknya pelayanan di Rutan Bima. Banyak WBP yang mengeluh dan tak mendapat haknya sebagaimana mestinya. Mana orang yang disukai dan dekat dengan pejabat di Rutan saja yang bisa istimewa. Sementara banyak WBP di tengah kemampuan hukum mereka yang awam, hanya bisa menerima nasib menjadi hukuman apa adanya,” beber salah satu Pimpinan Media Online itu.

Kata dia, sesuai ketentuan yang ada. Sebagai WBP ada hak untuk menyampaikan keluhan. Dan kondisi di Rutan Bima, ia mensinyalir dirinya akan diperlakukan menjalani hukuman murni selama 9 bulan akibat banyak protes dan mengeluh ditambah lagi menjadi sumber dalam pemberitaan ini.

Ia berharap, dengan adanya banyak keluhan dan kejanggalan pelayanan di Rutan Bima. Agar pihak Kantor Wilayah maupun Kemenkumham RI hingga Presiden Jokowi dapat mengevaluasi kinerja aparatur di Rutan Bima.

“Mengutip pernyataan Kasubsi Pelayanan di Rutan Bima yang telah menyampaikan permohonan maaf saat kegiatan rutin pbacaan surat Yasin atas berbagai keluhan karena dirinya merupakan manusia yang tak luput dari kesalahan, Jum’at pekan lalu. Tentu, hal itu bukan solusi atas problematika pengurusan yang terjadi di Rutan Bima. Dan seandainya dengan maaf semua persoalan itu selesai. Tentu tak ada manusia yang di penjara,” pungkasnya.

Dirinya dan WBP lain di Rutan Bima sangat berharap pula agar pihak Pelayanan di Rutan Bima melakukan upaya “Jemput Bola” dalam upaya pengusulan hak para Nara Pidana. Saat WBP menjelang setengah menjadi hukuman sudah dilakukan pengurusan dan dilakukan pemanggilan baik yang masuk kategori Asimilasi, CB dan juga PB.

“Sehingga dalam tanggal perhitungan bebas atau tepat tanggal 2/3 menjalani hukuman sudah ditunggu SK pembebasannya. Bukan dilakukan pengurusan saat WBP sudah 2/3 menjalani hukuman yang kemudian berdampak pada mendekati tanggal murni pembebasan baru dikeluarkan dari Rutan Bima,” jelas anggota PWI Bima itu.

Sementara itu, Kasi Pelayanan Rutan Bima Tajudin menjelaskan, Agus dieksekusi oleh Jaksa tanggal 21 Mei 2021, kasus dengan Kapolres Bima Kota dan divonis hukuman 3 bulan penjara.

Setelah itu, pihaknya berpatokan pada Permen Kumham Nomor 32 Tahun 2020 tentang Asimilasi kepada WBP, Permen ini menjelaskan tata cara pemberian asimilasi di rumah, berikut dengan semua penjelasan dan syarat syaratnya.

Sementara yang diatur dalam  Permen 32 Tahun 2020, penerapan asimilasi ini harus 2/3 dari tanggal 31 Juni 2021, sementara Agus baru ditahan tanggal 21 Mei tahun 2021.

“Artinya 2/3 itu tidak memenuhi syarat dengan isi permen dimaksud,” jelasnya.

Kemudian kata Tajudin, saat dibuatkan pengusulan Asimilasi itu, muncul perubahan Permen menjadi Permen Nomor 24 Tahun 2021, yang mengatur 2/3 sampai tanggal 31 Desember 2021. Maka pihaknya mengambil langkah untuk persiapkan Agus agar diusulkan ke Bapas Sumbawa.

“Jadi sudah diusulkan sejak tanggal 6 Juli sebanyak 19 orang, termasuk Agus Mawardy. Namun di tengah  prosesnya datang surat Jaksa untuk kasus lain dengan vonis 6 bulan,” ungkapnya.

Ia menegaskan, ini bukan keterlambatan, tapi memang pengajuan asimilasi tersebut sudah tidak memenuhi syarat, karena saat proses pengusulan muncul vonis kedua.

Kendati tidak dapat asimilasi tambah Tajuddin, Agus tetap akan diusulkan untuk mendapatkan Cuti Bersyarat. Dengan syaratnya berkelakuan baik. Sementara jumlahnya 2/3 dari keseluruhan tahanannya selama 9 bulan.

*Kahaba-01