Kabar Kota Bima

Kehidupan di Bima Baik dan Rukun, tidak ada Komplain Kebisingan Toa Masjid

598
×

Kehidupan di Bima Baik dan Rukun, tidak ada Komplain Kebisingan Toa Masjid

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- Anggota DPRD Kota Bima Amir Syarifuddin juga angkat bicara soal pernyataan Asisten I yang mewakili Kota Bima, soal larangan menggunakan toa di masjid, pada kegiatan silahturahmi dengan dai dan khotib, Rabu kemarin. (Baca. Silahturahmi dengan Para Da’i, Asisten : Jangan Pakai Toa, Pengeras Suara Cukup di Dalam Masjid

Kehidupan di Bima Baik dan Rukun, tidak ada Komplain Kebisingan Toa Masjid - Kabar Harian Bima
Anggota DPRD Kota Bima Amir Syarifuddin. Foto: Ist

Menurut Duta PKS itu, pernyataan Asisten sepertinya salah memahami makna toleransi dan kerukunan. Toleransi itu bukan meminta yang mayoritas mengalah pada minoritas. Tetapi yang minoritas harus memahami yang mayoritas. (Baca. FUI Minta Wali Kota Bima Cabut Pernyataan Larang Pakai Toa Masjid

Kehidupan di Bima Baik dan Rukun, tidak ada Komplain Kebisingan Toa Masjid - Kabar Harian Bima

Ia memberi contoh, di Bali kalau Nyepi umat agama lain hormat dengan kegiatan warga yang beragama Hindu, bahkan bandara pun ditutup ketika kegiatan Nyepi berlangsung.

“Jadi tidak ada umat agama lain yang protes karena merasa terganggu,” ungkapnya. (Baca. Larangan Toa Masjid, Asisten Cabut Kembali Pernyataan dan Minta Maaf

Begitupun di timur sambungnya, ketika Natal dan Tahun Baru, umat minoritas hormat pada kegiatan warga yang Nasrani. Proses kehidupan beragama dan berbangsa seperti ini sudah berjalan lama dan masyarakat baik-baik saja, semua berjalan rukun dan harmonis. (Baca. Soal Toa Masjid, Besok Dewan Panggil Sekda dan Asisten I

Jadi menurut Amir, aneh rasanya kalau di Bima yang mayoritas muslim harus membatasi kegiatan keagamaannya, demi menjaga keharmonisan dan kerukunan atas nama rasa terganggu dari umat minoritas.

“Padahal selama ini kehidupan kita di Bima baik-baik saja, rukun-rukun saja dan tidak ada yg komplain dengan kebisingan suara toa masjid,” tegasnya.

Ia menjelaskan, di Bima pernah ada gesekan ketika peristiwa Kulit Babi yang diletakkan di dalam Masjid Rabangodu.

“Itu dulu ketika saya masih usia SD, itupun terkuak motifnya politik bukan karena masalah antar umat,” bebernya.

Jadi dirinya minta kepada pemerintah jangan lagi mengajari Umat Islam tentang toleransi dan kerukunan karena Islam itu sesungguhnya rahmatan Lil Alamin.

Tugas pemerintah tinggal merawatnya, jangan gagap dan minder untuk menampilkan wajah Bima dengan kultur dan nilai yang Islami.

“Bahkan dahulu Buya Hamka pun memuji nilai nilai Islam yg diterapkan di Bima,” terang Amir.

Kendati demikian, dirinya bersyukur dan apresiasi kepada Asisten I yang sudah menyampaikan permintaan maaf dan melakukan tabayyun ke FUI. Ia juga berharap Asisten I dapat menemui MUI.

Amir pun berharap pula pada Umat Islam Kota Bima untuk menyudahi polemik ini, Allah menjanjikan kemuliaan dunia dan akhirat bagi yang memberikan maaf pada saudaranya.

“Terlalu banyak persoalan umat yang menunggu dan itu butuh gandeng tangan umat dan umaroh,” tambahnya.

*Kahaba-01