Kabar Kota Bima

PKB Kota Bima Usulkan Pemekaran Dapil pada Pemilu 2024, Ini Pertimbangannya

949
×

PKB Kota Bima Usulkan Pemekaran Dapil pada Pemilu 2024, Ini Pertimbangannya

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- Dewan Pimpinan Cabang Partai Kebangkitan Bangsa Kota Bima mengusulkan adanya Pemekaran Daerah Pemilihan (Dapil) Kota Bima pada Pemilu Legislatif 2024, dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip Penataan Daerah Pemilihan sebagaima tertuang dalam PKPU Nomor 16 Tahun 2017 BAB II Pasal 4.

PKB Kota Bima Usulkan Pemekaran Dapil pada Pemilu 2024, Ini Pertimbangannya - Kabar Harian Bima
Sekretaris DPC PKB Kota Bima Ismet Jayady. Foto: Ray (Facebook)

Sekretaris DPC PKB Kota Bima Ismet Jayady mengatakan, usulan pemekaran Dapil tersebut sudah disampaikan ke KPU Kota Bima dan telah diagendakan masuk dalam pembahasan pada tahapan Pemilu.

PKB Kota Bima Usulkan Pemekaran Dapil pada Pemilu 2024, Ini Pertimbangannya - Kabar Harian Bima

Usulan tersebut disampaikan dengan melihat sejumlah pertimbangan, seperti prinsip kesetaraan nilai suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, yaitu mengupayakan nilai suara atau harga kursi yang setara antara 1 Dapil dengan Dapil lainnya dengan prinsip 1 orang, 1 suara, 1 nilai.

Berdasarkan poin tersebut, dapat dipahami bahwa dalam setiap penentuan Dapil, tidak boleh ada Dapil yang dirugikan dan tidak boleh ada Dapil yang diuntungkan dalam penentuan harga kursi masing-masing Daerah Pemilihan.

“Setiap Dapil harus mendapatkan perimbangan yang sama dalam penentuan harga kursi,” katanya, Sabtu (22/10).

Dalam penentuan daerah pemilihan sebelumnya terjadi ketidak- seimbangan peluang, partai politik dalam mendapatkan alokasi kursi dikarenakan ada daerah pemilihan yang berdiri sendiri berdasarkan kecamatan dan ada daerah pemilihan yang berdasarkan penggabungan Kecamatan.

Kemudian yang terjadi pada pemilu 2019 di Dapil Asakota selaku kecamatan yang berdiri sendiri, persaingannya menjadi terasa terlalu berat. Kemudian di Dapil Rasanae Barat dan Mpunda, serta Dapil Raba dan RasanaE Timur selaku kecamatan yang digabung, terjadi ketidakadilan dalam sebaran kursi.

Lalu pada prinsip ketaatan pada sistem Pemilu yang proporsional sambung Ismet, sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 huruf b yaitu memperhatikan ketaatan dalam pembentukan Dapil dengan mengutamakan jumlah kursi yang besar, agar persentase jumlah kursi yang diperoleh setiap partai politik dapat setara dengan persentase suara sah yang diperolehnya.

Ia menjelaskan, prinsip proporsionalitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, yaitu memperhatikan kesetaraan alokasi kursi antar Dapil untuk menjaga perimbangan Alokasi Kursi setiap Dapil.

Berdasarkan poin tersebut, pada Pemilu 2019 penetapan Daerah Pemilihan dimana ada penggabungan Kecamatan 2 menjadi 1 Dapil, sangat tidak memberikan perimbangan pada perolehan kursi. Pada Dapil penggabungan Kecamatan RasanaE Barat dan Kecamatan Mpunda, dimana dominasi Kecamatan RasanaE Barat begitu kuat sehingga menjadikan kecamatan Mpunda selalu menjadi selalu kalah.

Hasil pada setiap pemilu sebelumnya Kecamatan Mpunda selalu mendapatkan keterwakilan yang minim dan selalu didominasi oleh keterwakilan dari Rasanae Barat. Demikian juga yang terjadi pada Dapil penggabungan Kecamatan Raba dan Rasanae Timur

Terjadi hal yang sama, Kecamatan Rasanae Timur selalu kalah, hasil pada setiap pemilu sebelumnya Kecamatan RasanaE Timur selalu mendapatkan keterwakilan yang minim dan selalu di dominasi oleh keterwakilan dari Kecamatan Raba.

“Dampak ini dirasakan langsung oleh Partai Kebangkitan Bangsa, dimana pada Pemilu 2019 seharusnya PKB mendapatkan alokasi satu kursi di Kecamatan Mpunda dilihat dari perolehan suara sah yang didapat PKB di Kecamatan Mpunda, namun karena adanya penggabungan kecamatan menjadi 1 dapil menjadikan PKB gagal mendapatkan kursi pada daerah pemilihan tersebut,” terangnya.

Prinsip berikutnya yang perlu dipertimbangkan kata Ismet yakni prinsip integralitas wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d, yaitu memperhatikan keutuhan dan keterpaduan wilayah, kondisi geografis, sarana
perhubungan, dan aspek kemudahan transportasi dalam menyusun beberapa daerah kecamatan ke dalam 1 Dapil.

Berdasarkan poin tersebut, pada Pemilu 2019 penetapan daerah pemilihan menyulitkan dalam hal keterjangkauan baik secara geografis, sarana perhubungan dan aspek kemudahan transportasi, terutama pada Dapil penggabungan Kecamatan Raba dan Rasanae Timur. Demikian juga yang terjadi pada Dapil penggabungan Kecamatan Rasanae Barat dan Kecamatan Mpunda.

Pada akhirnya permasalahan ini berimplikasi pada pembinaan yang dilakukan oleh anggota DPRD terpilih pada Dapil tersebut tidak bisa memaksimalkan fungsi pembinaannya, terjadi ketidakmerataan pembinaan dan pembangunan pada daerah pemilihan Raba dan Rasanae Timur, dimana pembangunan selalu didominasi oleh Kecamatan Raba. Sementara Kecamatan Rasanae Timur selalu minim pembinaan dan pembangunan.

“Demikian juga yang terjadi di Dapil penggabungan Rasanae Barat dan Mpunda, pembangunan dan pembinaan selalu didominasi Rasanae Barat, sementara Mpunda selalu menjadi korban ketidakmerataan pembinaan dan pembangunan,” paparnya.

Prinsip kemudian yakni berada dalam satu wilayah yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e, yaitu penyusunan Dapil Anggota DPRD kabupaten dan kota yang terbentuk dari satu, beberapa, dan/atau bagian kecamatan harus tercakup seluruhnya dalam suatu Dapil Anggota DPRD Provinsi.

Berdasarkan poin tersebut, pada Pemilu 2024 pemekaran daerah pemilihan berbasis langsung pada 5 kecamatan di Kota Bima dan tidak ada lagi Dapil penggabungan 2 kecamatan, pada prinsipnya tidak melanggar atau keluar dari penetapan Dapil DPRD Provinsi, masih tetap berada pada Dapil Provinsi yang sama. Sehingga tidak menggangu atau berimplikasi pada Dapil DPRD Provinsi.

“Hal ini, justru akan memudahkan Caleg DPRD Provinsi dalam mendekati konstituennya dan dapat dirasakan langsung keterwakilannya lewat sinergisitas yang dibangun antara Caleg DPRD Provinsi NTB dangan Caleg DPRD Kota Bima,” urainya.

Prinsip yang lain terang Ismet yakni Prinsip Kohesivitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf f, yaitu penyusunan Dapil memperhatikan sejarah, kondisi sosial budaya, adat istiadat, dan kelompok
minoritas.

Pada poin tersebut jelasnya, pada Pemilu 2019 penetapan Daerah Pemilihan dimana ada penggabungan Kecamatan 2 menjadi 1 Dapil, sangat tidak memperhatikan kondisi sosial budaya, adat istiadat, dan kelompok minoritas.

Pada Dapil Penggabungan Kecamatan RasanaE Barat dan Kecamatan Mpunda, dimana Dominasi Kecamatan RasanaE Barat begitu kuat sehingga menjadikan kecamatan Mpunda selalu menjadi Sub ordinat kalah secara sosial budaya, sosial ekonomi, adat istiadat dan mejadi minoritas dihadapan Kecamatan Rasanae Barat.

Demikian juga yang terjadi pada Dapil penggabungan Kecamatan Raba dan Rasanae Timur terjadi hal yang sama, Kecamatan Rasanae Timur selalu menjadi subordinat dari Kecamatan Raba baik secara sosial budaya, adat istiadat, dan kelompok minoritas.

Prinsip terakhir yakni Prinsip kesinambungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf g, yaitu penyusunan Dapil memperhatikan penetapan Dapil pada Pemilu Terakhir.

Pada poin tersebut, pada Pemilu 2019 jumlah ke Kelurahan di Kota Bima masih 38 Kelurahan. Sementara di Kota Bima telah terjadi pemekaran jumlah Kelurahan menjadi 41 Kelurahan, pemekaran tersebut juga berimpilkasi adanya perubahan jumlah Kelurahan, jumlah RW sampai dengan jumlah RT yang ada di Kota Bima.

Sehingga bisa dikatakan pada Pemilu 2019 dengan Pemilu 2024 telah terjadi ketidaksinambangun jumlah wilayah yang menjadi basis data Pemilu sebelumnya dan Komisi Pemilihan Umum perlu melakukan penyesuaian basis data Pemilu dengan wilayah yang baru.

“Berdasarkan uraian 7 prinsip pemekaran Dapil tersebut, kami mengusulkan perlu dilakukan pemekaran Daerah Pemilihan pada Pemilu 2024 di Kota Bima, menjadi 5 Dapil yang langsung berbasis pada masing-masing kecamatan yang ada dan tidak perlu lagi ada penggabungan Kecamatan dalam 1 Dapil,” pungkasnya.

*Kahaba-01