Kabar Kota Bima

Pengaruh PHBS di Rumah Tangga pada Masa Pandemic Covid-19 dengan Kejadian Stunting

450
×

Pengaruh PHBS di Rumah Tangga pada Masa Pandemic Covid-19 dengan Kejadian Stunting

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- Wakil Direktur II Akademi Kebidanan (Akbid) Harapan Bunda Bima Nurbaety dipercaya kampus setempat untuk menyampaikan orasi ilmiah, pada agenda Sidang Terbuka Senat Akademi Kebidanan (Akbid) Harapan Bunda Bima dalam rangka wisuda XIV dan sumpah profesi tahun 2023, di Gedung Convention Hall, Rabu 11 Januari 2023.

Pengaruh PHBS di Rumah Tangga pada Masa Pandemic Covid-19 dengan Kejadian Stunting - Kabar Harian Bima
Wakil Direktur II Akademi Kebidanan (Akbid) Harapan Bunda Bima Nurbaety. Foto: Eric

Di hadapan tamu undangan, Nurbaety menyampaikan orasi ilmiah dengan judul “Pengaruh PHBS di Rumah Tangga di Masa Pandemic Covid-19 dengan Kejadian Stunting”.

Pengaruh PHBS di Rumah Tangga pada Masa Pandemic Covid-19 dengan Kejadian Stunting - Kabar Harian Bima

Mengawali orasinya, dia menyampaikan kegiatan wisuda merupakan agenda rutin dilaksanakan namun dengan beberapa kondisi 3 tahun terakhir yang belum cukup baik, di antaranya karena Pandemi Covid-19 yang tidak hanya melanda Indonesia namun bahkan dunia, sehingga mempengaruhi sektor dunia kesehatan maupun perekonomian.

Jika dipandang dari segi dunia kesehatan, kesuksesan negara di masa mendatang sangat ditentukan oleh keadaan kesehatan generasi masa kini. Berkiprahnya bangsa di tingkat nasional maupun internasional sangat bergantung pada balita atau generasi saat ini. Namun, fakta menyatakan bahwa 4 dari 10 anak balita di Indonesia mengalami stunting atau pendek dibanding usianya.

“Menjadi tugas tantangan bersama karena stunting berdampak pada seluruh siklus kehidupan, baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Bahkan keadaan stunting ini turut menentukan keberhasilan pembangunan negara Indonesia diantara negara-negara lainnya di dunia,” ujarnya.

Hasil Riskesdas Tahun 2018 kata dia, menunjukkan bahwa persentase stunting di Indonesia sebesar 30,8 persen. Persentase balita stunting tercapai 11,6 persen dari target 24,1 persen pada tahun 2020. Adanya Pandemi Covid-19 sejak awal tahun 2020 untuk langkah penurunan kasus stunting menjadi faktor penghambat pencapaian target, hingga saat ini serta kebijakan PSBB dan sebagainya yang menyebabkan terjadinya perubahan dan penyesuaian pada sistem pelayanan kesehatan. Termasuk akses ke pelayanan kesehatan. Supaya angka sturting turun, perlu modifikasi strategi kebijakan yang dapat diimplementasikan di tingkat daerah.

Seperti yang diketahui bersama bahwa pada tahun 2020, dikejutkan dengan wabah Covid-19 yang terjadi secara global di dunia termasuk Indonesia. Pandemi Covid-19 ini berdampak sangat luas bagi masyarakat luas, meliputi dampak ekonomi, sosial, tatanan masyarakat, pelayanan kesehatan dan derajat kesehatan masyarakat. Populasi yang sangat rentan terkena dampak pandemi adalah populasi yang sangat bergantung hidupnya pada orang lain, termasuk balita yang sangat bergantung pada ibunya.

Pada tanggal 29 Februari hingga 29 Mei 2020 Pemerintah Indonesia mengeluarkan status darurat bencana terkait pandemi covid 19. Salah satu langkah yang dilakukan pemerintah adalah dengan mensosialisasikan gerakan social distancing. Seseorang harus menjaga jarak aman dengan manusia lainnya minimal 2 meter, tidak melakukan kontak langsung dengan orang lain dan menghindari pertemuan massal.

“Dengan adanya gerakan tersebut, salah satu pelayanan kesehatan di Puskesmas yaitu posyandu terhenti dalam memberikan pelayanan, hal tersebut dilakukan sebagai salah satu upaya memutus mata rantai covid-19,” pungkasnya.

Nurbaety mengungkapkan, dampak yang dirasakan secara langsung dimana pemantauan pertumbuhan balita tidak bisa dilakukan secara langsung, sehingga hal ini dapat menimbulkan potensi risiko terjadinya malnutrisi yang salah satu masalahnya adalah stunting yang merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita, sehingga anak menjadi pendek dan tidak sesuai dengan usianya. Kejadian ini terjadi sejak di dalam kandungan, tetapi mulai nampak saat anak berusia 2 tahun.

Tahun 2012 majelis kesehatan dunia menyatakan, tujuan pembangunan berkelanjutan untuk menurunkan stunting sebanyak 40% pada tahun 2025. Artinya masih harus bekerja keras untuk menurunkan stunting hingga 14,9 persen pada tahun 2025, mengingat posyandu tidak lagi beroperasi dan tenaga kesehatan di Puskesmas juga tidak luput dari dampak COVID-19. Maka begitu sangat penting untuk menerapkan pola hidup bersih dan sehat, mulai dari lingkungan keluarga.

“Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) merupakan langkah yang harus dilakukan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang. Kondisi sehat tidak serta merta terjadi, tetapi harus senantiasa kita upayakan dari yang tidak sehat menjadi hidup yang sehat serta menciptakan lingkungan yang sehat. Upaya ini harus dimulai dari menanamkan pola pikir sehat yang menjadi tanggung jawab kita kepada masyarakat, dan harus dimulai dan diusahakan oleh diri sendiri,” bebernya.

Dia menjelaskan, upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat setinggi- tingginya sebagai satu investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif. Dalam mengupayakan perilaku ini dibutuhkan komitmen bersama-sama saling mendukung dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, khususnya keluarga sehingga pembangunan kesehatan dapat tercapai maksimal.

Pelaksanaan PHBS pada tatanan rumah tangga erat kaitannya dengan status gizi setiap anggota keluarga terutama status gizi unak. Berperilaku hidup bersih dan sehat pada tatanan rumah tangga diperlukan untuk pencegahan dan penanganan permasalahan gizi atau penyebaran penyakit di lingkungan masyarakat. Perilaku hidup bersih dan sehat yang baik pada rumah tangga menyebabkan semakin sedikitnya anggota keluarga yang gampang terkena wabah penyakit, salah satunya virus Corona.

Pengaruh PHBS di Rumah Tangga pada Masa Pandemic Covid-19 dengan Kejadian Stunting - Kabar Harian Bima
Peserta Sidang Terbuka Senat Akademi Kebidanan (Akbid) Harapan Bunda Bima dalam rangka orasi ilmiah, wisuda XIV dan sumpah profesi tahun 2023. Foto: Eric

Dapat dikatakan bahwa lingkungan di rumah tangga tersebut baik, maka bila tatanan rumah tangga tersebut baik maka dapat mempengaruhi peningkatan status gizi anggota keluarganya. Jika asupan gizi pada cukup maka kemungkinan besar stunting pada anak dapat dicegah. Sebaliknya jika semakin buruk perilaku hidup bersih dan sehat pada rumah tangga, akan menyebabkan timbulnya seseorang atau anggota keluarga menjadi mudah sakit sehingga kemungkinan keluarga tersebut mengalami keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan gizi. Maka jika asupan gizi tersebut tidak cukup, maka kemungkinan besar akan meningkatkan dan berpotensi mengalami stunting (kekurangan gizi kronis).

Pandemi Covid-19 telah merubah kebiasaan masyarakat, kebiasaan yang paling kentara terlihat yaitu perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Pandemi covid 19 telah merubah kebiasaan masyarakat, kebiasaan yang paling kentara terlihat yaitu perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Kondisi Pandemi Covid-19 pada akhirnya membuat perilaku hidup bersih dan sehhat menjadi rutinitas bahkan keharusan. Bagaimana tidak, ancaman penyebaran Covid-19 yang sangat mudah meluas. Virus ini mampu bertahan hidup di berbagai jenis benda dalam beberapa jam, bahkan ada yang sampai beberapa hari. Maka dari itu, masyarakat terus dihimbau untuk melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat ini.

“Mengubah kebiasaan memang sulit, tetapi momentumnya membuat kita semua merangkul gaya hidup bersih dan sehat ini. Tidak ada yang mau terkena virus ini. Maka semuanya berubah dengan menerapkan pola hidup bersih dan sehat, serta menjadikan karakter setiap orang menjadi lebih baik. Oleh karena itu, hal ini akan membuat kualitas hidup manusia menjadi lebih baik. Anak-anak memiliki perilaku ini sejak usia dini, dan itu akan berlanjut hingga dewasa,” paparnya.

Pengalaman selama pandemi ini kata Nurbaety, akan membiasakan untuk berperilaku hidup bersih dan sehat dimasa depan. Kepada seluruh peserta yang hadir dan mahasiswi yang dicintai, penanggulangan masalah stunting adalah PR bersama, sudah menjadi kewajiban perguruan tinggi ikut memberi sumbangsih baik saran kebijakan, intervensi dan action langsung untuk penanggulangan stunting melalui pengabdian masyarakat, penelitian maupun pengembangan iptek.

“Kita terus berkolaborasi mendukung kebijakan pemerintah, untuk mengentaskan masalah stunting dan menjadikan stunting sebagai salah satu fokus masalah kesehatan masyarakat untuk ditanggulangi bersama,” tandasnya.

*Kahaba-04