Wisata

Meningkatkan Kapasitas Wartawan di Lembah Gunung Tarlawi

393
×

Meningkatkan Kapasitas Wartawan di Lembah Gunung Tarlawi

Sebarkan artikel ini

Kemah Jurnalistik Mbojo Journalist Club (MJC)

KEMAH JURNALISTIK yang digagas Mbojo Journalist Club (MJC) di Desa Tarlawi Kecamatan Wawo Kabupaten Bima, menyuguhkan berbagai kesan. Selain menggores kesan kebersamaan antar-wartawan Bima, kegiatan yang berlangsung Sabtu dan Minggu (21-22 Desember 2013) itu juga memberikan pengetahuan jurnalistik dan pengalaman bersama alam yang menarik. Seperti apa kegiatan para Pewarta di lembah pegunungan Tarlawi itu? Berikut catatan wartawan Kahaba.info, Yudha LM. Tudiansyah.

Meningkatkan Kapasitas Wartawan di Lembah Gunung Tarlawi - Kabar Harian Bima

Perjalanan menuju lokasi perkemahan MJC, cukup melelahkan. Hujan yang terus mengguyur Sabtu pagi itu, menahan langkah rombongan pertama menuju lokasi. Dari jadwal awal, rombongan pertama yang diutus untuk mendirikan tenda (kemah) harus berangkat pukul 09.00 Wita, akhirnya molor beberapa jam karena cuaca yang kurang bersahabat.

Hingga pukul 11.00 Wita, hujan masih saja mengguyur. Mengingat waktu, rombongan MJC akhirnya menerobos hujan menuju lokasi.

Sebagian anggota Kemah MJC saat foto bersama di jembatan Desa Tarlawi. Foto: AGUS
Sebagian anggota Kemah MJC saat foto bersama di jembatan Desa Tarlawi. Foto: AGUS

Beberapa anggota rombongan yang awalnya sudah siap dengan sepeda motor masing-masing, terpaksa menyimpannya kembali karena tidak tahan kedinginan. Mereka akhirnya bergabung dalam tiga mobil dengan rombongan berikutnya yang sudah disiapkan oleh wartawan Tran7, KompasTV, dan Kahaba.info. Ada juga beberapa yang nekat memakai sepeda motor meski basah dan kedinginan.

Rombongan MJC tiba di perkampungan Desa Tarlawi sekitar pukul 12.30 Wita. Dari pertigaan Desa Kombo Kecamatan Wawo jaraknya hanya 7 kilometer.

Meski tidak seberapa jaraknya, namun mendebarkan bagi yang baru melaluinya. Akses jalannya mulus beraspal, tapi sempit dan berkelok. Tikungannya tajam dan menanjak dengan kemiringan 45 derajat.

Dari pusat pemukiman warga, rombongan MJC kemudian berjalan menuju lokasi perkemahan. Menapaki lereng bukit menuju lembah So Diwu Dinah Desa Tarlawi di bawah gerimis hujan, tergolong berat. Lebih-lebih ketika pulang dari lokasi itu (lokasi kemah ke perkampungan), sulitnya minta ampun.

Jalan terjal dan bebatuan yang terbungkus alotnya tanah liat akibat diguyur hujan, kian berat untuk ditapaki. Bagi warga setempat yang sudah biasa, tentu enteng-enteng saja menapakinya.

Namun, bagi yang tidak biasa, sudah pasti ngos-ngosan. Apalagi dengan beban barang dipundak, sungguh terasa capeknya menelusuri medan yang terjal dan membukit itu. Terasa ingin balik haluan (kembali), namun niat untuk mempertajam pengetahuan jurnalistik dan menyatu dengan alam, kerap membisiki ‘kita pasti bisa’.

Apalagi, suguhan pemandangan dari atas bukit yang begitu indah. Empat gunung yang terlihat hijau oleh pepohonan mengapit sungai dan air terjun, seolah ‘merayu’ rombongan agar tetap bertahan mencapai lokasi.

Dari perkampungan menuju lembah So Diwu Dinah (lokasi perkemahan), jarak tempuhnya tidak seberapa, hanya sekitar 1 kilometer. Jarak yang sekejap saja dapat dilalui kendaraan untuk mencapai tujuan. Tapi medannya yang terbilang berat, menjadikan jarak tempuh begitu jauh dan sulit dilalui.

Sulit bagi kendaraan untuk melewatinya saat musim hujan, karena topografi wilayah setempat cukup riskan bagi keselamatan. Rombongan MJC terpaksa menempuhnya dengan jalan kaki. Tiga mobil dan sejumlah motor rombongan pun dititip di perkampungan.

Jalan becek dan bebatuan yang masih basah mengisyaratkan untuk ekstra hati-hati. Lengah sedikit, maka akan terpeleset.

Sebagian besar rombongan terpaksa berjalan tanpa alas kaki. Mereka melepas sepatu dan sendal karena kuatir terpeleset. Ada juga beberapa yang tetap memakai alas kaki, dengan risiko langkahnya berat karena terbungkus tanah liat.

Rombongan MJC di puncak gunung Kiwu Desa Tarlawi. Sekitar 800 meter di atas lokasi perkemahan. Foto: DEDY
Rombongan MJC di puncak gunung Kiwu Desa Tarlawi. Sekitar 800 meter di atas lokasi perkemahan. Foto: DEDY

Untuk mengurangi beban perjalanan, rombongan MJC menyewa jasa beberapa pemuda dan anak-anak desa setempat. Untuk membantu memikul mesin pembangkit listrik (genset), beras, dan air minum dalam kemasan.

Mereka terlihat enteng memikul dan menjalaninya, padahal bebannya begitu berat. Itu karena mereka sudah terbiasa.

Kira-kira satu jam menyusuri jalan setapak yang curam dan berkelok, rombongan MJC sampai di lokasi perkemahan, So Diwu Dinah. Panorama alam lokasi setempat, menarik dan bersahabat.

Mata air pegunungan yang terus mengaliri sungai, air terjun yang terus memecah kesunyian, dan kicauan komplotan burung yang terbang di atas rindangnya pepohonan, meramaikan keheningan lembah. Suasana itu seakan melengkapi indahnya panorama alam So Diwu Dinah.

Rombongan MJC pun rehat sejenak sambil menikmati panorama alam yang eksotik itu. Waktu istirahat dimanfaatkan rombongan untuk menyegarkan diri. Ada yang menyebur ke dalam sungai, dan ada juga yang sekedar membasuh keringat.

Mereka juga melaksanakan shalat dzuhur di atas bebatuan sungai dan air terjun. Selanjutnya, waktu persiapan makan siang dan mendirikan kemah di atas lahan tadah hujan yang kosong di tepi sungai milik Kepala Desa Tarlawi, H. Mukhtar.

Kebersamaan Pewarta Bima yang tergabung dalam MJC, sangat terasa ketika itu. Kesan ‘ekslusif’ dan persaingan media, lebur dalam kekompakkan yang terbina kala itu.

Suasananya sungguh menginspirasi untuk tetap bersama, terlebih dalam melaksanakan tugas-tugas jurnalistik sesuai Undang-Undang Pokok Pers dan Kode Etik Jurnalistik.

“Saya merindukan kegiatan-kegiatan seperti ini, makanya saya upayakan untuk hadir. Kalau bisa diadakan terus, karena saya juga memiliki tanggungjawab moral terhadap jurnalistik di Bima,” ujar mantan Ketua Persatuan Wartawan (PWI), Ir. Khairudin, M. Ali, M.AP, yang ikut dalam rombongan kemah MJC.

Substansi Kemah Jurnalistik MJC, selain memupuk kebersamaan antar-pewarta, juga diskusi peningkatan kapasitas wartawan. Puncak kegiatannya adalah pemilihan pengurus baru MJC untuk periode 2013-2014, dilakukan pada malam hari.

Diskusi peningkatan kapasitas wartawan, MJC mengundang tiga jurnalis senior sebagai narasumber. Hanya saja, yang berkesempatan hadir adalah mantan Ketua PWI Bima yang juga CEO Bimeks Group, Ir. Khairudin M. Ali, M.AP.

Suasana diskusi peningkatan kapasitas jurnalis. Foto: BIN
Suasana diskusi peningkatan kapasitas jurnalis. Foto: BIN

Biasanya, diskusi atau pelatihan jurnalistik digelar dalam ruangan. Namun, kali ini MJC mengemasnya dalam suasana yang berbeda, yakni di ruangan terbuka (alam).

Esensinya, agar pewarta lebih santai menyerap materi dan santai ketika menyampaikan gagasan-gagasannya. “Dalam ruangan sudah sering dilakukan dan monoton, sehingga tak jarang membuat peserta jenuh,” ungkap Sekretaris Panitia, Faharudin, S.Sos.

Menurutnya, diskusi di alam terbuka, apalagi substansinya untuk mempertajam pengetahuan jurnalistik dan pemahaman tentang kapasitas wartawan, sangat efektif. “Selain itu, sangat menginspirasi karena kita menyatu dengan alam. Di sini (alam terbuka) kita bisa menyampaikan informasi dan gagasan tentang kondisi alam dan warga, serta potensi-potensi yang dimilikinya,” terang Faharudin.

Kata dia, peserta kemah jurnalistik, diikuti wartawan berbagai media cetak dan elektronik di Kota dan Kabupaten Bima yang tergabung dalam MJC. Termasuk wartawan televisi nasional yang bertugas di Bima, diantaranya wartawan TVOne, Trans7, dan KompasTV.

“Ada sekitar dua puluh wartawan yang hadir. Sebenarnya lebih dari itu, tapi karena ada tugas penting, yang lainnya berhalangan hadir,” pungkas wartawan Suara Mandiri yang juga mantan Ketua MJC Periode 2009-2010 ini.

Diskusi peningkatan kapasitas wartawan dipandu Sofyan Asy’Ari (Harian Bimeks). Penegasan dan penajaman wawasan terkait hakikat dan tugas-tugas jurnalistik itu, dimulai sekitar pukul 16.00 Wita hingga pukul 22.00 Wita (Sabtu, 21/12/13). Rentang waktu diskusi, dua jam digunakan untuk istirahat (19.00 Wita-20.00 Wita). Waktu istirahat dimanfaatkan untuk kegiatan santai bermain kartu (kasino) dan musik gitar akuistik yang dimainkan oleh Bin Kalman.

Materi diskusi, Khairudin M. Ali (narasumber) mengupas singkat tentang UU Pokok Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik. Menurutnya, wartawan dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistik harus paham dan berpedoman pada dua hal itu.

Jika tidak, maka kredibilitas pewarta, termasuk medianya menjadi taruhan di mata publik. “Dua hal ini adalah aturan yang harus dipahami dan dilaksanakan oleh pewarta, dalam kapasitasnya sebagai jembatan informasi bagi masyarakat,” kata wartawan senior yang pernah bergabung dengan Jawa Pos Group itu.

Ditegaskannya, kewajiban pertama jurnalis adalah pada kebenaran. Loyalitas jurnalis adalah kepada rakyat, bukan pada kelompok atau golongan tertentu.

Di samping itu, lanjut mantan redaktur Lombok Pos ini, jurnalis atau wartawan harus memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistiknya. Meski latar belakang pendidikan pada bidang ilmu tertentu, namun ketika menjadi wartawan harus menguasai pengetahuan umum.

Anggota MJC saat memasak air untuk membuat kopi dan susupers. Foto: YUDHA
Anggota MJC saat memasak air untuk membuat kopi dan susupers. Foto: YUDHA

Pengetahuan akan Ilmu hukum, pemerintahan, pertanian, peternakan, perikanan, sosial ekonomi dan bisnis, olahraga dan lainnya, harus dimiliki oleh seorang jurnalis. “Ini dimaksudkan agar seluruh aspek berita yang kita tulis, benar-benar akurat, kredibel, dan akuntabel sesuai fakta dan kondisinya,” jelas Khairudin.

Pengetahuan dan keterampilan menggunakan informasi dan teknologi, lanjut dia, juga penting. Ada beberapa kata dan kalimat, atau informasi yang tidak dimengerti dan diketahui, bisa diakses melalui internet atau ponsel cerdas. “Tinggal kita tanya sama ‘paman google’ semua yang tidak dimengerti dan diketahui akan terjawab,” tandasnya.

Demikian juga dengan keterampilan menulis. Menurut Khairudin, sangat perlu melatih diri agar cakap menulis berita. Penulisan berita harus menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti dengan alur cerita yang sistematis. Selain itu, ringkas, jelas, tegas dan tidak bertele-tele lebih efektif sehingga masyarakat membacanya paham dan mengerti arahnya ke mana.

Menurutnya, kadang-kadang wartawan sangat susah memperbaiki cara menulis berita yang efektif dan efisien sesuai topik liputannya. Hal itu, disebabkan wartawannya tidak mau mengembangkan diri karena tidak membaca kembali tulisannya dalam koran setelah melalui proses editing.

“Paling mudah sebenarnya untuk memperbaiki tulisan (cakap menulis). Baca kembali berita tulisannya yang sudah diterbitkan. Pelajari apa yang diperbaiki oleh redaktur dan jangan mengulangi kesalahan yang sama,” ujar Khairudin.

Kemudian, lanjut dia, menulis berita harus dengan data yang akurat dan memperhatikan asas keseimbangan (cover both side). Chek n rechek dan harus mengupayakan menghubungi (konfirmasi) sumber yang berkaitan dengan berita.

Selain itu, berita yang ditulis harus berdasarkan fakta. Hindari berita fitnah dan jangan campur adukan fakta dengan opini sendiri, atau yang berkaitan dengan diri sendiri termasuk ketersinggungan pribadi.  “Hati-hati kita menulis, karena bisa menjadi bumerang bagi kita sendiri jika yang kita tulis itu salah,” ingat Khairudin.

Khusus untuk berita kasus, harus cermat dalam pengumpulan data-data yang akurat. Perlu dikawal perkembangan penuntasannya melalui tulisan, karena masyarakat menunggu informasinya.

Wartawan dan media, menurut Khairudin, tidak perlu menggiring suatu berita kasus yang merugikan kepentingan umum. Atau katakanlah yang menghambat investasi bagi daerah. “Tugas wartawan sebagai pilar keempat demokrasi juga harus menjaga kondusifitas daerah, termasuk menjaga iklim investasi yang kondusif bagi para investor,” katanya.

Dalam peliputan, wartawan diingatkan agar selalu menjaga diri dan pandai membawa diri. Mengedepankan etika dan sopan santun, serta memperkenalkan diri, menyampaikan maksud dan tujuan  ketika menemui sumber berita.

“Ketika meliput bentrokan atau situasi genting lainnya, kita harus pandai mencari posisi aman demi keselamatan. Demikian ketika menemui sumber berita, kita harus sopan,” ingat Khairudin.

Suasana saat persiapan makan malam kemah jurnalis MJC. Foto: Pian
Suasana saat persiapan makan malam kemah jurnalis MJC. Foto: Pian

Khairudin mengapresiasi kebersamaan wartawan Bima yang tergabung dalam MJC. Menurutnya, ada perkembangan signifikan terkait kebersamaan pewarta akhiri-akhir ini dibanding sebelumnya. “Saya melihat, akhir-akhir ini ada kebersamaan yang terbangun. Saya harap hal ini tetap terjaga,” harap Khairudin diakhir diskusi.

Banyak hal yang didiskusikan saat itu terkait jurnalistik. Wartawan senior itu, menitip pesan dan segudang pengetahuan jurnalistik yang sangat berarti bagi pewarta MJC. “Kemah MJC memberikan segudang pengetahuan bagi kami,” ujar Hasyim, wartawan Tabloid Kontras. “Kebersamaan ini harus kita jaga,” sambung Suhardin, wartawan Garda Asakota.

Usai diskusi peningkatan kapasitas wartawan, MJC melaksanakan pemilihan pengurus baru. Dalam musyawarah pemilihan, secara aklamasi  terpilih pengurus untuk periode 2013-2014, yakni LM Tudiansyah (ketua), Adi Supriadi (sekretaris), dan Dedi Darmawan (bendahara). Mereka menggantikan pengurus sebelumnya, yaitu Indra Gunawan  (ketua), Sofyan Asy’Ari (sekretaris), dan LM Tudiansyah (bendahara). **