Hukum & KriminalKabar Kota Bima

Sidang Tuntutan Kasus Tracking Mangrove Ditunda Lagi, Dapat Ciptakan Instabilitas Daerah

353
×

Sidang Tuntutan Kasus Tracking Mangrove Ditunda Lagi, Dapat Ciptakan Instabilitas Daerah

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- Sidang kasus tracking mangrove milik Feri Sofiyan dengan agenda pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), Rabu (6/10) di Pengadilan Negeri Bima kembali ditunda kedua kalinya.

Sidang Tuntutan Kasus Tracking Mangrove Ditunda Lagi, Dapat Ciptakan Instabilitas Daerah - Kabar Harian Bima
Foto bersama Tim Kuasa Hukum Feri Sofiyan usai mendaftarkan praperadilan di Pengadilan Negeri Bima. Foto: Bin

Tim Penasehat Hukum Feri Sofiyan, Bambang menyoroti bahwa sebelumnya telah diagendakan pembacaan tuntutan pada tanggal 28 September 2021. Tetapi JPU meminta kepada majelis hakim untuk menunda hingga pada tanggal 6 Oktober 2021.

Sidang Tuntutan Kasus Tracking Mangrove Ditunda Lagi, Dapat Ciptakan Instabilitas Daerah - Kabar Harian Bima

“Lalu pada sidang tadi, JPU belum juga membacakan tuntutan, padahal hari ini jadwal terakhir yang ditetapkan majelis hakim,” ungkap Bambang Purwanto yang didampingi anggota Tim Penasehat Hukum Feri Sofiyan, usai persidangan.

Diakuinya, pada fakta persidangan tadi, JPU belum bisa membaca surat tuntutan dan meminta kepada majelis hakim ditunda sampai tanggal 21 Oktober 2021.

Terhadap penundaan agenda itu, tim penasehat hukum terdakwa keberatan sehingga di dalam persidangan terjadi perdebatan yang sangat sengit dan memicu kemarahan warga Kota Bima yang menyaksikan persidangan.

“Tadi terjadi kericuhan di dalam ruangan sidang, di halaman kantor pengadilan dan di jalan depan kantor pengadilan,” terangnya.

Menurut Bambang, kesempatan yang diberikan majelis hakim kepada JPU dengan berbagai alasan JPU tidak logis, karena sudah 2 kali meminta penundaan dengan waktu yang tidak efisien. Sehingga bertentangan dengan surat edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2014 tentang penyelesaian perkara di tingkat pengadilan utama, tingkat banding dan pada 4 lingkup peradilan.

“Dijelaskan pada poin pertama surat edaran itu penyelesaian perkara pada pengadilan tingkat pertama, paling lambat dalam waktu 5 bulan, sementara kasus ini sudah berjalan 5 bulan,” bebernya.

Sehingga sambung Bambang, penasehat hukum menilai kinerja JPU sebagai penuntut tidak logis. Karena jangan sampai hal yang tidak logis tersebut menciptakan instabilitas di Kota Bima, karena masyarakat merasa tidak puas dengan kinerja JPU.

Sementara itu, M Hadi juga menyorot sikap JPU yang menunda-nunda agenda pembacaan tuntutan tersebut, karena akan memunculkan asumsi negatif dari masyarakat.

“Bahkan kami menilai ini menjadi cikal bakal terciptanya instabilitas daerah,” katanya.

Ia pun mempertanyakan apa maksud penundaan berkali-kali ini. Sebagai masyarakat juga berharap pada majelis hakim yang menangani perkara ini dapat bersikap arif dan bijaksana, berlandaskan hukum yang berlaku.

*Kahaba-01