Opini

Konsekuensi Setelah Pemerintah Mencabut PPKM

510
×

Konsekuensi Setelah Pemerintah Mencabut PPKM

Sebarkan artikel ini

Oleh: Hidayaturrahman*

Presiden Joko Widodo pada tanggal 30 Desember 2022 secara resmi mengumumkan pencabutan PPKM. Pemerintah secara resmi telah mencabut status Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat disingkat PPKM seiring dengan landainya kasus Covid-19.

Konsekuensi Setelah Pemerintah Mencabut PPKM - Kabar Harian Bima
Konsekuensi Setelah Pemerintah Mencabut PPKM - Kabar Harian Bima
Kasubag Perencanaan dan Keuangan Dinas Kesehatan Kota Bima Hidayaturrahman. Foto: Eric

Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) adalah kebijakan Pemerintah sejak awal tahun 2021 untuk menangani pandemi Covid-19 di Indonesia, bahkan sebelum pelaksanaan PPKM, Pemerintah telah melaksanakan pembatasan sosial berskala besar yang berlangsung di sejumlah wilayah di Indonesia. PPKM merupakan instrument kebijakan penting dalam pencegahan penularan Covid-19.

Pandemi Covid-19 di Indonesia semakin terkendali per 27 Desember 2022 kasus harian sebanyak 1,7 kasus per 1 juta penduduk, positivity rate mingguan 3,35 persen, tingkat perawatan rumah sakit atau bed occupancy rate (BOR) 4,79 persen, dan angka kematian 2,39 persen. Pencabutan PPKM juga dilandasi oleh tingginya cakupan imunitas penduduk dimana berdasarkan sero survey per Desember 2021 berada pada 87,8 persen, sementara per Juli 2022 berada di atas 98,5 persen. Artinya, kekebalan secara komunitas berada di angka yang sangat tinggi. Dan jumlah vaksinasi sampai hari ini berada di angka 448.525.478 dosis. Semua kabupaten/Kota di Indonesia berstatus level 1 atau berada ditingkat rendah.

Pencabutan PPKM berarti pencabutan pembatasan, tidak berarti bebas segala-galanya, masyarakat diminta tetap menjaga diri masing-masing dengan protokol kesehatan, PPKM dicabut namun protokol kesehatan tetap dilaksanakan. Pemerintah juga masih siaga. Fasilitas kesehatan tetap harus siaga, termasuk Satgas (Covid-19). Satgas juga masih siaga karena belum dibubarkan.

Penghentian PPKM oleh pemerintah pusat tidak berarti seluruh urusan berkaitan dengan Covid-19 berakhir. Penghentian PPKM tidak serta merta berubahnya status pandemi menjadi endemi. Untuk mendapatkan status endemi, Indonesia harus menunggu Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mengevaluasi situasi global di Indonesia dan sampai saat ini WHO masih mengatakan bahwa di Indonesia Covid-19 ini masih pandemi.

Pembatasan selama PPKM tiidak lagi dilakukan, misalnya pengaturan sector non esensial wajib bekerja dari rumah (WFH) tetapi setelah PPKM dicabut pekerjaan sudah berlangsung bekerja di kantor (WFO), penutupan pusat perbelanjaan/mall, perdagangan harus ditutup, restoran dan rumah makan tidak menerima makan ditempat, tempat ibadah tidak diizinkan menyelenggarakan ibadah secara berjamaah, kegiatan belajar mengajar wajib online sekarang semuanya sudah tidak ada pembatasan lagi.

Usai pencabutan PPKM peran masyarakat bakal lebih besar dalam mengendalikan lonjakan kasus. Kondisi kesehatan dan kesadaran akan Covid-19 menjadi kesadaran masing-masing, masyarakat diharapkan tetap menjaga dan menerapkan protokol kesehatan. Kesadaran untuk menjaga Kesehatan sangat diperlukan agar tidak terjadi lonjakan kasus Covid-19 walau PPKM sudah dicabut.

Pencabutan PPKM merupakan pilihan yang bijak, agar geliat ekonomi bergerak dinamis namun masih ada yang perlu dilakukan Pemerintah, hal fundamental yang terus dilakukan dalam upaya pengendalian Covid-19, yaitu meningkatkan surveylans, testing dan tracing tetap dilakukan, pemantauan secara terus menerus dan pemeriksaan dini untuk dapat mengetahui kondisi seseorang sudah terjangkit Covid-19 atau tidak.

Hal ini sangat penting agar tindakan lebih lanjut atau perawatan, dapat diterima atau dilakukan dengan cepat, dengan testing potensi penularan dapat diperkecil. Kemudian penyediaan tes perlu diperluas, vaksinasi harus terus digalakkan dan juga terus ditingkatkan, karena untuk vaksinasi kita untuk booster masih sekitar 50 persen. Apalagi booster kedua untuk nakes (tenaga kesehatan) juga masih kecil. Jadi masyarakat, terutama lansia diupayakan dan didorong untuk melaksanakan vaksin. Sehingga daya tahan komunal masyarakat sangat tinggi.

Penyuluhan terus dilakukan agar masyarakat dapat mengatasi dampak covid-19, kemudian pemerintah tetap melakukan pengawasan kendati status PPKM dicabut. Melalui pengawasan dan izin tetap dilakukan oleh satgas. Tiap tempat kegiatan, jumlah pengunjungnya dan cara evakuasinya, akan selalu dievaluasi, jadi tidak serta merta bebas. Kemudian mencabut semua peraturan yang telah mengatur pemberian sanksi bagi pelanggar ketentuan PPKM.

Langkah berikutnya yang harus dilakukan Pemerintah adalah mengatur pembiayaan seandainya ada masyarakat yang terkena covid setelah PPKM dicabut, kalau sebelumnya pasien Covid-19 di tanggung oleh Negara maka setelah PPKM dicabut perlu dipikirkan penanganannya dan dibuatkan payung hukum penanganan pasien covid-19.

Sebagai gambaran besarnya pembiayaan Covid-19, total klaim yang diajukan sampai Desember 2020 sebesar Rp. 22.9 triliun, jumlah yang sudah dibayarkan Kementerian Kesehatan kepada Rumah Sakit sebesar Rp. 14.5 triliun (63.3%). per tanggal 28 Januari 2021 menunjukkan total pengajuan klaim COVID-19 oleh Rumah Sakit sebanyak 433.077, dari hasil verifikasi tercatat sebanyak 266.737 kasus yang sesuai (61,59%) dan dapat diklaim dengan biaya 17,3 triliun.

Walau tidak sebesar gambaran biaya tersebut, karena kasusnya sudah sangat turun namun tetap harus dipersiapkan penanganan pembiayaan jika ada masyarakat yang terkena Covid-19 setelah PPKM di cabut dan perlu kejelasan dan penegasan aturan perundang-undangannya terkait pembiayaan atas masyarakat yang terkena Covid-19.

*Kabid pada Dinas Ketahanan Pangan (DISHANPAN) Kota Bima