Opini

Catatan Pelantikan Seluruh Kepala Sekolah SMA, SMK Kabupaten dan Kota se-NTB

312
×

Catatan Pelantikan Seluruh Kepala Sekolah SMA, SMK Kabupaten dan Kota se-NTB

Sebarkan artikel ini

Oleh: Eka Ilham, M.Si*

Catatan Pelantikan Seluruh Kepala Sekolah SMA, SMK Kabupaten dan Kota se-NTB - Kabar Harian Bima
Eka Ilham

Rabu, 10 Januari 2017 Pemerintah Provinsi NTB dalam hal ini Gubernur NTB melantik dan mengambil sumpah jabatan bagi kepala-kepala sekolah seluruh kota kabupaten se-NTB. Ada 65 kepala sekolah diturunkan menjadi guru, 94 guru dipromosikan menjadi kepala sekolah.

Catatan Pelantikan Seluruh Kepala Sekolah SMA, SMK Kabupaten dan Kota se-NTB - Kabar Harian Bima

Proses pelantikan dan sumpah jabatan oleh Gubernur NTB tersebut menjadi menarik ketika beberapa guru dan kepala sekolah yang sebelumnya mengikuti tes calon kepala sekolah tahap pertama dan kedua diangkat menjadi kepala sekolah baru. Sebaliknya ada beberapa kepala sekolah yang lama pasca pengalihan dari kota/kabupaten ke Provinsi NTB mengalami perubahan ada yang diturunkan menjadi guru dan ada pula dirotasi sekolah yang baru.

Catatan kami dari SGI Kabupaten Bima sesuai dengan Permendiknas No 13 Tahun 2007 mengenai standar kepala sekolah untuk guru SMA. Pertama harus berstatus sebagai guru SMA/MA. Ke dua memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SMA/MA dan ke tiga memiliki sertifikat kepala SMA/MA yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan oleh lembaga yang ditetapkan pemerintah.

Dalam proses pelantikan pada hari Rabu 10 Januari 2017 ada beberapa nama guru atau kepala sekolah yang dipromosikan menjadi kepala sekolah di SMK berlatar belakang guru-guru sma atau kepala sekolah adaptif bukan produktif (kejuruan) untuk mengelola dan memimpin SMA. Sebaliknya ada sebagian guru dan kepala sekolah yang dari SMK dilantik untuk memimpin sekolah SMA.

Hal ini kontradiktif dengan Permendiknas No 13 tahun 2007 tentang standar kepala sekolah di tiga poin tersebut dijelaskan pada poin pertama kepala sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah berstatus guru SMK/MAK, ke dua memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SMK/MAK dan ke tiga memiliki sertifikat kepala SMK/MAK yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan pemerintah.

Kami melihat ada beberapa nama guru SMK dan kepala sekolah SMK dilantik menjadi kepala sekolah SMA. Sebaliknya guru SMA dan kepala sekolah SMA dilantik menjadi kepala SMK walaupun tidak seluruhnya ada juga yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Pengelolaan sekolah SMA dan SMK jauh berbeda dibutuhkan orang-orang yang profesional karena ini menyangkut tentang skill dan pengetahuan tentang sekolah SMA dan SMK.

Guru SMA tentu harus paham dan mengenal tentang pengelolaan di sekolah SMK sebaliknya guru SMK tentu berbeda dengan pengelolaan sekolah di SMA. Pertanyaannya apakah produk hukum di atas memiliki kajian yang berbeda sesuai dengan kondisi kebutuhan di lapangan mengakibatkan beberapa guru dan kepala sekolah dirotasi ke sekolah yang bukan berlatarbelakang pendidikan dan keahliannya.

Arus Reformasi yang terjadi di negara kita dewasa ini merupakan salah satu produk dari riak-riak globalisasi yang terjadi hingga saat ini hingga beberapa dekade ke depan. Salah satu jargon yang mengemuka pada saat gelombang reformasi adalah mengenai supremasi hukum. Mengacu pada amanat Undang-Undang Dasar 1945 bahwa negara kita adalah negara hukum yang artinya semua permasalahan kebangsaan kita harus tunduk pada hukum yang berlaku di negara ini, berjenjang dari hukum yang tertinggi sampai hukum terendah mulai dari UUD sampai dengan peraturan-peraturan daerah dan yang setingkat dibawahnya, perwal misalnya.

Pro-kontra yang terjadi di masyarakat saat ini tidak akan terjadi, apabila semua pihak turut mengawal supremasi hukum melalui kesadaran kolektif dan ketaatan absolut terhadap keputusan-keputusan hukum yang telah ditetapkan secara legal-formal. Sehingga peraturan tentang penugasan guru sebagai kepala sekolah sebagai salah satu keputusan di tingkat lokal yang akan dituangkan pada landasan operasional berupa perwali harus merujuk pada landasan hukum yang berlaku pada strata yang lebih tinggi, sehingga pelaksanaannya bersinergi dengan semangat yang diamanatkan oleh produk yang lebih tinggi tersebut.

Penetapan keputusan-keputusan atau produk hukum apapun, pada tingkat manapun, akan menanggung resiko resistensi dari elemen-elemen masyarakat yang merasa tidak terpuaskan dengan produk hukum tersebut. Namun demikian, kekhawatiran ini tidak lantas harus menyurutkan langkah pemangku kebijakan untuk merancang rumusan serta memutuskan dan menetapkan produk-produk hukum atau peraturan-peraturan yang secara filosofis telah memenuhi pesan-pesan luhur atau suci yang diamanatkan oleh produk hukum di atasnya.

Secara khusus pada peraturan tugas tambahan guru dan kepala sekolah, pemerintah kota diharapkan dapat merumuskan rancangannya dengan senantiasa mencermati pesan substansial Permendiknas No 13 Tahun 2007  mengenai standar kepala sekolah sebagai acuan atau rujukan konstitusional dari perwal yang akan dikeluarkannya. Hal tersebut menjadi sebuah keniscayaan, mengingat pentingnya sinergisitas peraturan-peraturan pada setiap tingkatan guna pencapaian tujuan pembangunan yang diharapkan bersama yang telah dirumuskan di tingkatan yang lebih tinggi/nasional sebelumnya.

Sinerginya setiap peraturan juga memperlihatkan azas taat hukum pada setiap jenjang pemangku kebijakan yang akhirnya memberikan proses pembelajaran dan pencerahan pada masyarakat sebagai user dari layanan-layanan yang mau tidak mau harus turut pada ketauladanan dari para pemangku kebijakan. Situasi ini diharapkan mengeliminir terjadinya pro-kontra yang mengarah pada dis-integrasi masyarakat.

Sikap patriotik terukur sangat diperlukan pemangku kebijakan dalam penentuan lahirnya sebuah kebijakan yang pasti memiliki resiko resistensi dari kalangan masyarakat yang tidak terpuaskan, akan tetapi memberikan kepeloporan terbentuknya sistem yang kondusif pada masa yang akan datang.

Pada tingkatan satuan pendidikan pun harus pula memulai keseriusan untuk merumuskan juklas/juknis tugas tambahan para pembantu kepala sekolah agar memberikan jalan bagi terbangunnya budaya organisasi yang memiliki suasana kompetisi yang sehat dengan pembatasan-pembatasan periode jabatan yang memperlancar arus regenerasi yang terjadi. Tentu saja hal ini, dalam penilaiannya tidak menafikkan tahapan-tahapan fit and proper test yang dilakukan kepala sekolah yang mengedepankan aspek-aspek kompetensi, kinerja, loyalitas dan kepangkatan.

Catatan kami di atas sebagai masukan dan kritikan untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan di seluruh pelosok negeri ini.

*Penulis adalah Ketum Serikat Guru Indonesia (SGI) Kabupaten Bima