Opini

Melacak Pemimpin Strategis Yang Punya Akar Spritual

328
×

Melacak Pemimpin Strategis Yang Punya Akar Spritual

Sebarkan artikel ini

Oleh: Hazairin A Rasul*

Melacak Pemimpin Strategis Yang Punya Akar Spritual - Kabar Harian Bima
Hazairin A Rasul. Foto: Ist

Pemimpin yang memiliki akar spiritual horison umumnya tertempa, berjibaku, serta digembleng dalam peristiwa gerakan sosial-politik yang panjang dan melelahkan. Bahkan menguras keprihatinan mendalam jauh sebelum mereka menjadi pemimpin politik formal dalam suatu negara dan pemerintahan. Bung Karno, Bung Hatta, Jenderal Sudirman, Sutan Syahrir, Nelson Mandela, Martin Luther King, Imam Komaeni, adalah sebagian contoh dan kiblat pemimpin strategis dengan akar spritual yang kuat.

Melacak Pemimpin Strategis Yang Punya Akar Spritual - Kabar Harian Bima

Basis spritual pemimpin adalah akar yang membentengi nilai patriotisme dan konsistensi dalam mewujudkan rencana-rencana aksi yang bertumpu pada “pembebasan terhadap fakta ketimpangan dan fakta ketidakadilan yang terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat”.

Pemimpin strategis yang punya akar spritual yang kuat senantiasa memiliki visi keadilan yang mumpuni, punya akar moral yang kuat, punya ide-ide yang luas dan tajam, punya keberanian yang luhur, punya karakter yang membaja, punya sifat jenaka pada kemanusiaan dan mampu mematikan ambisi untuk mendapatkan sesuatu melampaui hak-haknya.

Pemimpin seyogyanya membawa misi dan semangat mengayomi, semangat mengarahkan, semangat dalam ketegasan mengambil keputusan. Visi pemimpin menentukan apa yang harus dilakukan, apa yang akan dilakukan. Sumber daya pemimpin menentukan bagaimana cara melakukan. Seni memimpin menentukan pilihan bentuk yang dibangun dan estetika pemimpin menentukan bentuk bangunan harus berisi apa. Itu sebabnya pemimpin harus punya ide yang luas, moral yang tinggi, karakter yang kuat, sikap yang kokoh serta bacaan yang panjang.

Pemimpin yang tuna moral sangat sulit bisa eksis dengan ide-ide pembaharuan yang konsisten. Di ruang publik ia akan dihina dan dipermalukan, betapapun kenyataan itu mengiris perasaan orang-orang yang berfikir. Padahal jati diri, marwah, dan kehormatan pemimpin meniscayakan untuk dijaga. Hal itu memerlukan prasyarat sikap moral dan keputusan politik pemimpin yang menorehkan nilai berkeadilan diruang publik.

Spiritualisme pemimpin adalah mahkota yang bisa memperisai otoritas dan kewenangan dari segala potensi godaan yang datang dari luar,   sehingga martabat dan derajat pemimpin benar-benar terjaga dan tetap menjadi kiblat tumbuh-kembangnya keluhuran dinamika masyarakat yang kompleks secara sosio-cutrural.

Pemimpin spritual juga harus menjelma dalam karakteristik gaya pemimpin strategis. Tanpa itu basis spritualitas pemimpinan yang berakar dari kekayaan rohani hanya cocok menahkodai komunitas tradisional yang mengandalkan ketaatan komunitas pada kharisma tunggal seperti model kepemimpinan tradisional di pesantren-pesantren salafi.

Pemimpin strategis bukan saja mampu menggerakkan perangkat-perangkat formal tetapi juga mampu menciptakan perangkat informal yang mengkonsolidasi potensi sosial untuk turut menjadi bahagian sebagai subyek pembangunan dalam kerangka kebutuhan bersama.

Di samping pemimpin strategis punya kemampuan menggerakkan, juga punya kemampuan membuat hitungan dan perkiraan akan kebutuhan masa datang maupun ancaman masa datang, punya kemampuan memberi inspirasi sehingga publik mempunyai memori imaji untuk bergairah dan penuh optimisme membangun masa depannya.

Tetapi di depan mata publik ia harus mampu menciptakan rumah yang nyaman dan damai sebagai hunian bersama, dan menjadi ukuran jangka pendek bahwa persenyawaan watak spritual dengan watak strategis benar-benar terpampang secara konkrit dalam ruang publik sehingga publik sungguh-sungguh merasakan kehadiran pemimpin.

Dalam konteks itu, tidaklah berlebihan bila pemimpin strategis yang punya basis spritual dapat disebut membawa Rahmatan Lil Alamin. Karenanya bila kita membuat refleksi yang mendalam bahwa pemimpin strategis yang punya basis spritual lahir dari rekayasa ILAHI yang telah dipersiapkan dalam jangka waktu yang lama. Bukan lahir tiba masa tiba akal.

*Aktivis 98 dan Penulis Buku Nurani Keadilan

Mengenal Penyebab Kebakaran dan Penanganan Dini - Kabar Harian Bima
Opini

Oleh: Didi Fahdiansyah, ST, MT* Terdapat Peribahasa “Kecil Api Menjadi Kawan, Besar Ia Menjadi Lawan” adapun artinya kejahatan yang kecil sebaiknya jangan dibiarkan menjadi besar. Begitupun…