Opini

Membedah Kandidat Menteri Asal NTB

461
×

Membedah Kandidat Menteri Asal NTB

Sebarkan artikel ini

Oleh: Mawardin*

Membedah Kandidat Menteri Asal NTB - Kabar Harian Bima
Mawardin

Semenjak Republik Indonesia berdiri, dari orde lama ke orde baru, tak ada satu figur pun menteri yang berasal dari NTB. Barulah pada era reformasi, ada satu putra NTB yang menduduki jabatan menteri, yakni Feisal Tamin (kelahiran Dompu): Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara pada masa Presiden Megawati Soekarnoputri.

Membedah Kandidat Menteri Asal NTB - Kabar Harian Bima

Setelah itu, belum ada lagi pejabat menteri asal NTB. Paling-paling Dirjen atau Sekjen di kementerian. Antara lain Drs. Marwan Saridjo asal Bima yang menjabat sebagai Sekjen Departemen Agama RI masa Prof. Malik Fajar, Dr. Makarim Wibisono (Dirjen Deplu RI dan Diplomat Senior untuk PBB) kelahiran Mataram (sempat calon terkuat Menteri Luar Negeri zaman SBY-Boediono 2009), Prof. Abdul Gani Abdullah asal Bima (Dirjen Hukum dan Perundang-Undangan masa Prof. Yusril Ihza Mahendra), Dr. Lalu Muhamad Iqbal kelahiran Lombok Tengah (Dirjen Kemenlu RI yang kini menjadi Dubes RI untuk Republik Turki), dan lain-lainnya.

Selebihnya, Putra NTB menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI masa Sutiyoso, seperti Harun Al Rasyid asal Bima. Ketika berstatus sebagai Gubernur NTB, bahkan Pak Harun yang pernah menjabat walikota beberapa kota administratif di Jakarta, mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI pasca Sutiyoso walau akhirnya tidak jadi ikut. Beberapa orang NTB yang kebanyakan Putra Bima tercatat pernah menduduki jabatan sebagai walikota di Jakarta, termasuk wakil walikota, sekwilda, sekkot, dan posisi strategis lainnya di ibukota, terutama era kejayaan kelompok “Babikuning (Batak-Bima-Kuningan)” di palagan politik Jakarta.

Seorang Putra NTB lainnya seperti Zulkieflimansyah (kelahiran Sumbawa Besar) nyaris menjadi gubernur di Tanah Jawara lewat Pilkada 2006, maju sebagai Calon Gubernur Banten berpasangan dengan Marissa Haque, tapi yang menang pasangan Ratu Atut-Masduki. Zulkieflimansyah (kini Gubernur NTB) sempat digadang-gadang sebagai calon menteri pada pemerintahan SBY saat reshuffle tahun 2007 untuk pos ekonomi.

Akankah figur-figur asal NTB dilirik untuk menduduki Kabinet Joko Widodo-Ma’ruf Amin? Memang sulit, tapi bukan tidak mungkin. Maklum, jumlah DPT di NTB untuk pemilu 2019 hanya sekitar 3.667.253 orang. Dalam konteks itu, posisi tawar NTB masih lemah. Apalagi, Jokowi kalah telak dua kali berturut-turut di NTB.

Namun tak ada salahnya, warga NTB menyetor nama-nama calon menteri sebagai bentuk partisipasi memperkuat visi Indonesia maju sesuai kriteria-kriteria yang diharapkan oleh Jokowi. Walaupun kita juga harus tahu diri keberlakuan politik akomodatif berupa ‘reward’ dan ‘punishment’ terkait peta dukungan dalam kontestasi pilpres, belum lagi soal politik identitas dan afiliasi warna politik yang mencolok. Harus dimaklumi pula, bahwa pengangkatan menteri tidak hanya berdasarkan pertimbangan profesional dan representasi parpol pendukung capres-cawapres terpilih, tapi juga soal komposisi agama, kewilayahan, gender dan keormasan.

Dalam konteks ini, NTB beda halnya dengan tetangga seperti Provinsi NTT dan Bali yang terbilang lumayan banyak nama menduduki jabatan menteri dari masa ke masa. NTB dengan kekayaan Sumber Saya Alam (SDA), sejatinya punya “posisi tawar” yang kuat. Bila di Papua ada Freeport, maka NTB ada Newmont Nusa Tenggara (Amman Mineral Nusa Tenggara).

NTB juga memiliki stok Sumber Daya Manusia (SDM) hebat yang berkibar dalam skala nasional di ranah akademik, politik pemerintahan, legislatif dan yudikatif. Sebut saja Prof. Din Syamsuddin (kelahiran Sumbawa) yang pernah menjabat sebagai Utusan Khusus Presiden Jokowi untuk Dialog dan Kerjasama Antaragama dan Peradaban, Guru Besar FISIP UI Prof. Burhan Djabir Magenda (Dompu), Peneliti Senior di LIPI Prof. Syamsuddin Haris (Bima), Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Prof. Ahmad Thib Raya (Bima), Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah, SE (Sumbawa), Wakil Ketua DPD RI Prof. Farouk Muhammad (Bima), dll.

Di ranah penegakan hukum, terdapat Dr. Hamdan Zoelva (mantan Ketua MK) yang mengetuk hasil keputusan final sengketa pilpres 2014. Saat isu reshuffle 2015 dan 2016 mencuat era Jokowi-JK, Hamdan sempat diberitakan sebagai calon terkuat Jaksa Agung. Mantan politisi PBB asal Bima ini pun masuk nominasi sebagai calon menteri ketika SBY-JK terpilih pada pemilu 2004. Pada sengketa hasil pilpres 2019, Ketua MK yang memimpin sidang juga asal Bima: Dr. Anwar Usman. Dilihat dari rekam jejaknya, Anwar Usman termasuk layak sebagai menteri.

Pemberitaan kandidat menteri Jokowi-Ma’ruf asal NTB, memang lebih mengerucut pada beberapa nama, misalnya Dr. Muhammad Zainul Majdi yang akrab disapa TGB (kelahiran Lombok Timur), politisi Nasdem dan pakar perminyakan Dr. Kurtubi (Lombok Barat), dr. Sanusi, Sp.OG (Bima), termasuk Fahri Hamzah. Yang paling popular dalam perbincangan kandidat menteri Jokowi-Ma’ruf adalah TGB.

Masuknya nama Kurtubi didukung oleh TKD Jokowi-Ma’ruf Provinsi NTB dan support kolega di partai. Koboi Senayan seperti Fahri Hamzah pun disebut sebagai calon “menteri Jokowi”, dikutip dari Tagar.id (20 June 2019), yang kemungkinan terbentuknya kabinet rekonsiliasi, dalam konsep pemerintahan kohabitasi. Sedangkan dr. Sanusi terpublikasi secara mengemuka dalam www.kabinetindonesiakerjajilid2.com, yang dijagokan sebagai Menteri Kesehatan.

Tidak seperti figur-figur lain asal NTB yang kerap muncul di layar kaca, dr. Sanusi kebanyakan di balik layar sebagai dokter yang mengabdi dari pelosok ke pelosok. Sanusi pernah jadi Dokter Inpres – PNS di Sigli Pidi – Aceh, lalu Kepala Puskesmas TANGSE Sigli Pidi – Aceh, hingga Kepala Rumah Sakit Umum Sigli Pidi. Menjadi PNS di Dinas Kesehatan DKI Jakarta hingga pensiun tahun 2010. Selanjutnya Sanusi mendirikan Rumah Sakit Bersalin Anggrek Mas di Jakarta Barat sebagai direktur, dan Ketua Dewan Penasehat KAMIJO (Kader Militan Jokowi).

Seorang pengacara beken Mansyur Arsyad, SH.,MH yang juga salah satu deklarator “Pemuda Serantau Bersatu Aceh Sampai Papua Pro Jokowi-Ma’ruf” mengatakan bahwa dr. Sanusi cocok sebagai Menteri Kesehatan berdasarkan latar belakang pendidikan, reputasi dan pengabdian yang panjang dalam dunia kesehatan. Dukungan Relawan Jokowi-Ma’ruf NTB maupun SEKNAS Jokowi ikut mencuatkan nama dr. Sanusi dalam bursa kandidasi menteri kabinet kerja jilid II.

Adapun nama TGB, frekuensi dan intensitas serta radius pemberitaan (media massa lokal dan nasional) sebagai calon menteri memang paling tinggi, didukung juga oleh beberapa kolega TKN Jokowi-Ma’ruf. Sejak lama pula TGB menjadi kekasih media atas keberhasilannya sebagai kepala daerah berprestasi dan brand kuat sebagai ulama-umara. TGB disupport oleh sebagian besar komponen masyarakat Indonesia, termasuk parpol dan relawan Jokowi-Ma’ruf.

TGB dinilai bersenyawa dengan “Jokoway”. Pengalaman TGB sebagai Gubernur NTB dua periode (2008-2013 dan 2013-2018), anggota DPR-RI (periode 2004-2009) dari PBB Dapil NTB yang ditempatkan di Komisi X (pendidikan, pemuda, olahraga, pariwisata, kesenian dan kebudayaan), dan Doktor ilmu tafsir Al-Qur’an lulusan Universitas Al-Azhar Kairo adalah paket komplit. Politisi Partai Golkar yang juga tim sukses Jokowi-Ma’ruf pada pilpres 2019 ini banyak dijagokan sebagai Menteri Agama dan Menpora, dan layak dipertimbangkan oleh Jokowi selaku pemegang hak prerogatif.

Apa yang diurai di atas bukan bermaksud meromantisir kebanggaan semu. Daya kohesifitas NTB baik Pulau Sumbawa maupun Pulau Lombok mesti diperkuat sebagai sebuah kolektifitas, lalu bertaut dengan ragam kultur di Indonesia sehingga terbentuk budaya unggul yang dinamis. Tidak terjebak dalam lorong sempit pergumulan lokalitas yang menajamkan sentimen etnisitas, melainkan berdiskursus dan berkontestasi dalam layar luas yang melampaui tembok kelokalan. Pengabdian tidak selalu bersifat struktural, tapi fungsional. Figur-figur NTB hebat (berdasarkan parameter objektif) yang dipajang di etalase nasional ini, bukan hanya milik NTB, tapi milik Indonesia secara keseluruhan, kemudian ikut mewarnai perjalanan republik tercinta.

*Alumnus Ilmu Hubungan Internasional FISIP UNHAS; Pengamat Politik

 

 

 

Mengenal Penyebab Kebakaran dan Penanganan Dini - Kabar Harian Bima
Opini

Oleh: Didi Fahdiansyah, ST, MT* Terdapat Peribahasa “Kecil Api Menjadi Kawan, Besar Ia Menjadi Lawan” adapun artinya kejahatan yang kecil sebaiknya jangan dibiarkan menjadi besar. Begitupun…