Opini

Media Sosial Digital Dari Prespektif UU Nomor 11 Tahun 2008

331
×

Media Sosial Digital Dari Prespektif UU Nomor 11 Tahun 2008

Sebarkan artikel ini

Oleh: Munir Husen*

Media Sosial Digital Dari Prespektif UU Nomor 11 Tahun 2008 - Kabar Harian Bima
Ilustrasi

Era transformasi teknologi digital berkembang begitu cepat, sehingga kita merasa tertinggal oleh kemajuan teknologi saat ini. Maka kita perlu mengikuti seluk beluk perkembangan informasi teknologi digital untuk menyikapi kemajuannya. Di zaman digital, kita perlu mengetahui dan memahami betu leksistensi penyebaran informasi di tengah-tengah masyarakat yang menimbulkan ekses terhadap kehidupan masyarakat, baik ekses negatif maupun ekses positif. Literasi digital dan kecakapan untuk menggunakan media digital sangat diperlukan untuk mencerahkan kepentingan ummat. Ummat ini perlu dicerahkan terutama adanya penyebaran informasi digital yang sangat kompleks.

Media Sosial Digital Dari Prespektif UU Nomor 11 Tahun 2008 - Kabar Harian Bima

Hidup di era revolusi digital 4.0 saat ini tidak akan lepas dari dunia digital. Termasuk menggunakan media sebagai wahana menjalin hubungan dengan sesama. Media sosial merupakan media daring yang para jejaring sosial lainnya dapat dengan mudah berpartisipasi, berbagi dan menciptakan isi blog, jejaring sosial, wiki, forum dandunia virtual. Penggunaan whatsaapp, twiter, instagram, dan jenis aktivitas jejaring sosial lainnya menjadi kegiatan sehari-hari nyaris tanpa mengenal waktu dan ruang sehingga manusia saat ini boleh dikatakan sebagai “insan media sosial”. (Suara Muhamadiyah 2019 :5).

Istilah media sosial tersusun dari dua kata, yakni “media” dan “sosial”. “Media” diartikan sebagai alat komunikasi (Laughey, 2007; McQuail, 2003). Sedangkan kata “sosial” diartikan sebagai kenyataan sosial bahwa setiap individu melakukan aksi yang memberikan kontribusi kepada masyarakat. Pernyataan ini menegaskan bahwa pada kenyataannya, media dan semua perangkat lunak merupakan “sosial” atau dalam makna bahwa keduanya merupakan produk dari proses sosial (Durkheim dalam Fuchs, 2014). Dari pengertian masing-masing kata tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa media sosial adalah alat komunikasi yang digunakan oleh pengguna dalam proses sosial. (Buletin Psikologi ISSN 0854-7106 (Print) 2017, Vol. 25, No. 1).

Ada dua aspek yang harus diperhatikan dalam penggunaan akun-akun medsos. Pertama, memakai dengan bijaksana agar tidak merugikan pihak lain. Untuk menjadi bijaksana, paling tidak kita harus memahami etika atau nilai-nilai yang baik dan benar dalam penggunaan medsos. Kedua, memakai dengan hati-hati agar tidak menjadi korban atau dirugikan oleh pihak lain yang menyalahgunakan medsos. Unsur kehati-hatian itu bisa diawali dengan melakukan proteksi berlapis-lapis demi keamanan akun, agar tidak bisa dibajak oleh pelaku kejahatan. (Panduan Optimalisasi Media Sosial untuk Kementerian Perdagangan RI 2014:41-42).

Semua ini dalam rangka fatabiqulhairat, sehingga media on line akan menjadi pencerah di dalam alam demokrasi ini. Karena pada umumnya media itu, dalam rangka untuk menyampaikan ide, gagasan pemikiran yang kontruktif agar pemangku kekuasaan dapat mengkaji terhadap ide dan gagasan yang disampaikan melalui media sosial. Dan media adalah merupakan pilar demokrasi yang keempat yang diakui secara konstitusional.

Ada dua jenis penyebaran media online digital yaitu; pertama adalah menyebarkan berita yang bebas tanpa dasar, fitnah, tidak terkontrol, seperti mengumpat, menghujat, menebarkan permusuhan yang massif dan bahkan pribadi pun dibom dengan bom fitnah, tidak lagi bisa membedakan hitam-putihnya berita asal bisa memuaskan syahwat dan nafsu yang tidak terkontrol, semua ini diduga disebarkan dengan cara-cara yang melanggar aturan pers Nomor 40 Tahun 1999 maupun Undang-undang Informasi dan Elektonik Nomor 11 Tahun 2008. Inilah tipe transformasi digital yang harus kita cegah, sebab penyebaran ini berakibat bagi masyarakat yang membaca media online. Kecendrungan negatif pada pemberitaan tersebut tidak dapat dibiarkan sebagai kebebasan yang tanpa batas. Dengan payung hukum yang ada, maka akan bisa menangkal atau mengurangi setiap berita yang merugikan masyarakat. Contoh pasal-pasal Undang-undang informasi dan elektorik adalah pasal 28 sampai pasal 35 (Baca UU Nomor 11 Tahun 2008).

Kedua menyebarkan berita bil hikmah dan bermartabat. Sejuk dan masyarakat menjadi melek membaca berita, aman, damai tanpa hoax sesuai dengan tujuan the fonding father yang terjelma di dalam UUD 1945 dan Pancasila. Dunia digital dalam bentuk media sosial menjadi sarana pencerahan yang sangat efektif saat ini. Tebarkan kebaikan sesuai dengan konsep rahmatanlilalamin. Mulai dari keluarga, organisasi, dan ummat walaupun disekitar kehidupan kita masih banyak hambatan yang harus dihadapi. Bagaimana win win solution tugas para generasi pencerahan untuk menjawab tantangan abad digital, adalah dengan cara bil-hikmah wal maudhatil hasanah, artinya ucapan yang berisi nasihat yang baik dan bermanfaat bagi yang mendengarkannya (Ali Mustafa 1997 Hal21).

Wajadilhumbil-latyhiyaahsan, artinya berdebat dengan cara yang baik. Dijelaskan dalam tafsir al- muyassar wajadihun billati hiya ahsan adalah berdebat dengan cara lemah lembut dan rasa kasih sayang. (Diambil dari http://www.makalahkuliah.com hari Jumat 15 November 2019).

Kita berharap kepada semua komponen anak bangsa, Akademisi, Politisi, ASN, dan Aktivis yang menggunakan media  umumnya, agar bisa menyuguhkan berita konstruktif dan mencerahkan, sehingga stekholder dapat menerima berita dan informasi yang bermanfaat menjadi masukan yang berguna bagi kehidupan masyarakat. Jangan menyuarakan pesan-pesan yang panas, bermusuhan. Jadikan media sosial sebagai dakwah yang mencerahkan disegala kehidupan. Kebebasan berpendapat dan menghormati perbedaan pendapat merupakan implementasi dari nilai-nilai demokrasi itu sendiri, sehingga tidak dimanfaatkan oleh pihak lain yang mencoba melakukan adu domba. Inilah yang kita hindari.

Haruskah kita mempertahankan kebebasan berpendapat yang melanggar hukum ? sepanjang manusia sehat pikirannya, jasmani dan rohaninya, beriman, berahlak mulia, berhati suci pasti subyek hukum tersebut tidak akan melakukan perbuatan yang fasad. Inilah yang dikatakan oleh Ulama kharismatik Gontor Kiyai Hasan Abdullah Sahal, sibuk membina orang lain, selalu menghargai dirinya lebih unggul, lebih tinggi, lebih berhak muncul di permukaan, picik tak sadar, ditertawakan oleh para malaikat. (KHHasan Abdullah Sahal 2016 hal 58). Jagalah Lisanmu, karena setiap kali apa yang kau ucapkan akan tertulis di suhuf (catatan amal), dan akan dibentangkan untukmu kelak pada hari kiamat. (Bagi-Bagi Ilmu Tafsir Juz’ Amma 1/37).

*Dosen STIH Muhammadiyah Bima

Mengenal Penyebab Kebakaran dan Penanganan Dini - Kabar Harian Bima
Opini

Oleh: Didi Fahdiansyah, ST, MT* Terdapat Peribahasa “Kecil Api Menjadi Kawan, Besar Ia Menjadi Lawan” adapun artinya kejahatan yang kecil sebaiknya jangan dibiarkan menjadi besar. Begitupun…