Opini

Meluruskan Persepsi Hak Prerogatif di Dalam Kewenangan Kepala Daerah

805
×

Meluruskan Persepsi Hak Prerogatif di Dalam Kewenangan Kepala Daerah

Sebarkan artikel ini

Oleh: Munir Husen*

Meluruskan Persepsi Hak Prerogatif di Dalam Kewenangan Kepala Daerah - Kabar Harian Bima
Dosen STIH Muhammadiyah Bima, Munir Husen. Foto: Ist

Tulisan ini tidak bermaksud menggurui polemik terminology Hak Prerogatif yang sering disematkan kepada kewenangan kepala daerah. Hak prerogatif menjadi liar bergulir terus entah sampai kapan, tanpa disadari bahwa kita sudah memberikan pembelajaran ilmu yang keliru kepada publik dan generasi, haruskah kita pertahankan kekeliruan itu?.

Meluruskan Persepsi Hak Prerogatif di Dalam Kewenangan Kepala Daerah - Kabar Harian Bima

Hak prerogatif menjadi senjata ampuh di lingkup pemerintah daerah pada saat ada mutasi, rotasi dan promosi, sehingga ASN sudah tidak bisa lagi melakukan keberatan alias protes terhadap kebijakan mutasi, walaupun ada hak ASN yang dirugikan akibat mutasi tersebut. Lalu pertanyaannya adalah: apakah Kepala Daerah memiliki hak Prerogatif ? inilah yang harus dijawab. Sehingga tidak menjustifikasi makna yang salah terhadap hak prerogatif.

Penulis, membaca media on line (https://www.koranstabilitas.com/2019/12/kadis-pariwisata-masih-plt-walikota.html. Diakses tanggal 22 Desember 2019), terkait pernyataan anggota dewan yang terhormat Muhammar Irfan, yang menyoroti tentang penempatan pejabat. Selaku anggota dewan yang memiliki hak controlling adalah hal yang wajar, karena setiap regeling pemerintah daerah harus dilihat dari aspek yuridis formal. Apakah penerapan mutasi, rotasi dan promosi tersebut sudah sesuai dengan undang-undang atau tidak. Ini adalah merupakan implementasi tugas wakil rakyat yang diberikan oleh undang-undang dan perlu diapresiasi.

Penulis tidak dalam kapasitas menilai mekanisme mutasi, rotasi dan promosi, tetapi lebih kepada penggunaan istilah hak prerogatif yang keliru dikalangan unsur Aparatur Sipil Negara. Dikalangan Aparat Sipil Negara (ASN) penyebutan hak Prerogatif Kepala Daerah sangat menakutkan, sebab istilah hak prerogatif kepala daerah akan menentukan nasib dan masa depan ASN dalam berkarir pada instansi pemerintah daerah dimana ASN ditempatkan. Sehingga hak prerogatif ini harus dilihat dari prespektif Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Konstitusi yaitu UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945, sehingga ada kepastian hukum terhadap dampak dari penyebutan hak prerogatif kepala daerah.

Apabila kita membuka Undang-Undang Pemerintahan daerah beserta penjelasannya, tidak ada satu pasal-pun yang menjelaskan baik secara tersurat maupun secara tersirat terhadap hak Prerogatif Kepala Daerah. Mari kita mencoba menjernihkan istilah prerogatif ini sehingga tidak berlebihan dalam pemahaman yang sebenarnya. Karena sesungguhnya ada penafsiran terminolgi prerogatif yang keliru, sehingga perlu diperbaiki kekeliruan tersebut. Hak prerogatif hanya dimiliki oleh PRESIDEN. Hak prerogatif presiden bisa dilihat di dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dipasal 10, 11, 12, 13, 14, 15 dan 17 (silakan di dibuka UUD 1945).

Kita mencoba menjelaskan dua pasal di UUD 1945, yaitu Pasal 14 ayat (1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Ahung” dan pada ayat (2) “Presiden memberi amenesti dan abolusi dengan memperhatikan pertimbangan dengan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. pasal 17 ayat (2) “Menteri-Menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden”. Hak-hak Prerogatif yang disebutkan tersebut diatas secara aplikatif telah dilakukan oleh presiden sesuai dengan amanat UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Prerogatif didefenisikan sebagai hak istimewa yang dipunyai oleh kepala Negara mengenai hukum dan undang-undang diluar kekuasaan badan-badan perwakilan. (Bagir Manan, Kekuasaan Prerogatif 1998) . Hak prerogatif Presiden yaitu hak istimewa yang dimiliki oleh Presiden untuk melakukan sesuatu tanpa meminta persetujuan lembaga lain. (Moh Mahfud MD 1999:256).

Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Adminstrasi Pemerintahan yaitu ada 3 sumber kewenangan yaitu1. Atribusi. 2. Delegasi dan 3. Mandat. Jika kita kemudian melihat kembali pendapat dari H.D. van Wijk mengatakan bahwa artibusi adalah pemberian wewenang pemerinah oleh undang-undang kepada organ pemerintahan. Dalam hal pemberian wewenang kepada pemerintahan daerah, undang-undang yang menjadi dasar pemberian kewenangan kepada pemerintahan daerah secara aribusi adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah.(Jurnal Legislasi Indonesia Vol 5 No.2-Juli 2018), Atribusi inilah yang menjadi kewenangan kepala daerah dalam rangka menjalankan tugas untuk melakukan mutasi, rotasi dan promosi jabatan. Di dalam kewenangan atribusi tidak dijumpai adanya kewenangan kepala daerah yang bernama prerogatif seperti sering disamapaikan birokrasi. Walaupun dicari rumus pembenar, tidak akan dijumpai sampai kapan-pun, karena tidak diatur oleh undang-undang pemerinthan daerah. Namun demikian kepala karena diberi kekuasaan maka otomatis kepala daerah bisa dan berhak melaksanakan mutasi, rotasi dan promosi, sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya.

Berdasarkan uraian singkat diatas, maka didalam undang-undang pemerintahan daerah dan perangkat peraturan lainya tidak memberikan ruang sama sekali kepada kepala daerah untuk memiliki hak prerogative, agar tidak terjadi tindakan melampaui kewenangannya kepada jajarannya. Sehingga di pemerintah daerah terjadi stabilitas kinerja aparatur sipil Negara didalam menjalankan tugasnya sebagai abdi masyarakat.

*Dosen STIH Muhammadiyah Bima