Kota Bima, Kahaba.- Kegiatan Mbojo Writers Festival (MWF) secara resmi dibuka, Jumat (29/10). Agenda yang diprakarsai Alamtara Institute dan Kalikuma Library tersebut berlangsung meriah dan sukses.
Sebelum dibuka secara resmi, kegiatan terlebih dahulu diawali dengan sejumlah rangkaian seperti penampilan kareku kandei dan sarone, orasi kebudayaan, performing arts, biola klasik dan pembacaan karya.
Kegiatan dimaksud juga turut dihadiri penulis dan budayawan seperti N Marewo, Paox Iben Mudhafar, Zaini Muhammad, Rudi Biola, Usman D Ganggang, Abdul Gafar, La Tofi, Alan Malingi, Husain La Odet, Ketua STIS Al Ittihad Bima H Mutawali, Ketua STIT Bima Irwan Supriyadin dan sejumlah pegiat literasi dari sejumlah organisasi.
Direktur Alamtara Institute Abdul Wahid saat sambutan menyampaikan, kegiatan ini merupakan upaya lembaga mengajak seluruh elemen masyarakat, terutama pegiat literasi untuk terus menggiatkan kebudayaan maupun tulisan. Agar bisa menjadi karya, bisa dipublikasi dan bisa dibaca publik.
“Literasi merupakan pijakan pertama manusia dalam pengetahuan membaca, menulis dan keterampilan serta berpikir kritis dalam memecahkan masalah. Kemudian mengembangkan kemampuan berkomunikasi secara efektif, agar menjadi potensi dan berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat,” katanya.
Ia menjelaskan, launching event semacam ini direncanakan akan terus digelar setiap tahun. Agar bisa terus menggerakan dan menyemangati para budayawan maupun penulis untuk terus menuangkan ide, gagasan ataupun keresahan hatinya dalam melihat kondisi sosial.
“Seperti kita ketahui dibeberapa daerah lain seperti Bali, Makassar atau bahkan beberapa kota besar belahan dunia telah melaksanakan kegiatan semacam ini. Maka dengan dimulainya agenda ini, diharapkan geliat kebudayaan dan literasi akan sama dengan kota lain, bahkan hingga mancanegara,” ujarnya.
Abdul Wahid mengungkapkan, penulis maupun budayawan hingga kaum intelektual memiliki kegelisan. Artinya apa yang terjadi maupun yang berkembang saat ini, dituangkan dalam berbagai sumber media dan terkadang dapat membuat penafsiran yang berbeda.
Maka melalui ajang MWF dan juga silaturahim ini, ia ingin mengajak para budayawan maupun penulis dan semua elemen untuk bertukar pikiran. Menyampaikan apa yang menjadi kegelisahan tersebut, baik itu tentang sosial, politik hingga dinamika lainnya untuk disampaikan dalam sebuah wadah dan menciptakan karya berupa buku.
Seperti diketahui publik sambungnya, hari ini juga dilaksanakan peluncurkan buku “Zikir Geladak”, juga membutuhkan proses yang sangat panjang dalam penerbitannya. Karena terlebih dahulu menuangkan ide, lalu dibahas secara bersama dalam waktu yang relatif lama, sehingga memiliki judul demikian.
“Zikir memiliki sebuah makna sekaligus ajakan, dimana kita harus memperkuat dan membentengi diri sesuai perintah sang pencipta. Kemudian geladak merupakan sebuah ruang interaksi, mulai dari diskusi visi, misi, cita-cita ataupun membahas sejumlah persoalan yang terjadi,” bebernya.
Abdul Wahid Menambahkan, sesuai dengan era yang semakin maju dan berkembang, budaya semakin tergerus dan cenderung hilang karena tidak banyak cukup pihak yang merawat dan melestarikannya. Untuk itu, ia mengajak seluruh peserta yang hadir duduk bersama dan menggali kembali nilai dan budaya leluhur Bima.
“Semoga dengan adanya MWF ini dapat menginspirasi semua pihak yang hadir. Supaya dapat terus melestarikan budaya dan tulisan agar senantiasa terjaga hingga generasi ke generasi berikut,” tambahnya.
*Kahaba-04