Kota Bima, Kahaba.- Ahli Hukum Bidang Administrasi Negara dan Hukum Lingkungan Profesor Gatot Dwi Hendro Wibowo juga dihadirkan Kuasa Hukum Wakil Walikota Bima Feri Sofiyan, untuk menyampaikan pandangannya pada sidang lanjutan praperadilan di Pengadilan Negeri Bima, Kamis (10/12) terhadap dugaan kasus pengelolaan lingkungan hidup tanpa izin di Pantai Bonto.
Usai menghadiri sidang Prof Gatot menjelaskan, dampak lingkungan itu ada 2. Pertama adalah AMDAL sebagai dampak penting terhadap kerusakan lingkungan, kemudian kedua UKL-UPL sebagai dampak yang tidak terlalu penting. Namun keduanya itu merupakan instrumen untuk pencegahan dan pengelolaan lingkungan.
“Yang dibangun oleh Pak Feri Sofiyan hanya UKL-UPL, bukan AMDAL. Bahkan sudah mendapatkan rekomendasi dari TKPRD,” katanya.
Diakui Prof Gatot, dirinya saat menghadiri sidang praperadilan ditanya soal izin apakah di depan, di tengah atau di belakang. Ia pun menjawab di depan. Namun tidak keseluruhan izin dan perlu dilihat jenis izinnya. Seperti membangun rumah, di tengah proses membangun rumah pun izin bisa diurus.
“Kendati pun salah, sanksi hanya administrasi, dan diberikan teguran tertulis atau pembongkaran. Tapi itu prosesnya setelah peradilan tata usaha negara,” jelasnya.
Menurut dia, penyidik dalam memproses masalah ini harus ada unsur kehati-hatian. Apalagi pada masalah ini yang muatannya didominasi soal perizinan.
“Ya izinnya diurus, kalaupun dikenakan sanksi pidana merupakan sanksi terakhir setelah proses administrasinya dilakukan,” terangnya.
Yang dibangun oleh Wakil Walikota Bima itu kata dia, bukan dermaga, melainkan Jembatan Tiang (Jeti) sesuai dengan dokumen yang ada. Jika pun lokasi tersebut terdapat kerusakan lingkungan, harus bisa dibuktikan secara ilmiah yang menyatakan bahwa telah terjadi kerusakan.
“Bukan polisi yang melihat dan menentukan kerusakan,” tegasnya.
Kata Prof Gatot, dalam persoalan pencemaran dan kerusakan lingkungan, melihat dan menentukan adanya pencemaran harus dibuktikan dengan uji Laboratorium. Pun dengan ada kerusakan lingkungan, diketahuinya setelah dilakukan tahapan dan proses yang ilmiah.
“Saya sudah melihat langsung keberadaan Jeti itu di Bonto. Ya kalau dibilang ada pencemaran dan kerusakan lingkungan harus berdasarkan hasil laboratorium dan cara yang ilmiah,” tuturnya.
*Kahaba-01