Oleh : Ahmad Usman*

Dosen Universitas Mbojo Bima (Alumni UNM dan UNHAS Makassar). Foto: Ist
UMKM Fest 2025 yang diselenggarakan oleh Dinas Koperindag Kota Bima mulai Jum’at (17/10) hingga Minggu (19/10) merupakan salah bentuk promosi ekonomi kreatif bagi sebuah kota/daerah. Sebagaimana disampaikan Walikota Bima H. A. Rahman H. Abidin, SE, UMKM bukan sekadar ajang pameran produk, tetapi juga simbol semangat dan kreativitas pelaku usaha lokal dalam membangun ekonomi daerah (Kahaba.Net, 18/10/2025). Acara ini diisi juga dengan temu usaha barang UMKM dengan mengusung tema “Sustainability & Innovation : Wirausaha untuk Masa Depan.”
Penulis tidak akan mengupas khusus UMKM Fest 2025, akan mencoba melihat fenomena kota dan industri ekonomi kreatif. Dunia kini tengah memasuki era-industri gelombang keempat, yaitu industri ekonomi kreatif (creative economic industry). Usaha industri ekonomi kreatif diprediksi akan menjadi industri masa depan sebagai fourth wave industry (industri gelombang keempat), yang menekankan pada gagasan dan ide kreatif.
Ekonomi kreatif ini diyakini dapat menjawab tantangan permasalahan dasar jangka pendek dan menengah: (1) relatif rendahnya pertumbuhan ekonomi pasca krisis (rata‐rata hanya 4,5% per tahun); (2) masih tingginya pengangguran (9‐10%), tingginya tingkat kemiskinan (16‐17%), dan (4) rendahnya daya saing industri di Indonesia. Selain permasalahan tersebut, ekonomi kreatif ini juga diharapkan dapat menjawab tantangan seperti isu global warming, pemanfaatan energi yang terbarukan, deforestasi, dan pengurangan emisi karbon, karena arah pengembangan industri kreatif ini akan menuju pola industri ramah lingkungan dan penciptaan nilai tambah produk dan jasa yang berasal dari intelektualitas sumber daya insani yang dimiliki oleh Indonesia, dimana intelektualitas sumber daya insani merupakan sumber daya yang terbarukan (Departemen Perdagangan RI, 2025).
Apa Pentingnya Kota Kreatif?
Apa pentingnya kota kreatif? Richard Florida, salah seorang yang pertama-tama meneorikan ekonomi kreatif, mengatakan, saat ini masyarakat dunia memasuki transformasi besar dalam ekonomi, yaitu ekonomi kreatif. Karena itu, kota, kabupaten, atau provinsi tidak cukup hanya mengandalkan insentif ekonomi bila ingin menarik investasi di wilayah mereka. Itu berarti, kota-kota harus lebih menumbuhkan ”iklim orang-orang” daripada iklim bisnis (The Rise of Creative Class, Richard Florida, Basic Books, 2004). Itu artinya, membangun apa-apa yang diperlukan untuk mendukung kreativitas di semua lini dan membangun komunitas-komunitas yang dapat menarik orang-orang kreatif.
Charles Landry, melalui bukunya The Creative City: AToolkit for Urban Innovators, memperkenalkan ide kota kreatif pada tahun 2000. Gerakan kota kreatif (creative city) itu langsung mendapat perhatian khalayak dunia, khususnya para wali kota dunia, serta mereka yang bergelut di bidang pengembangan ekonomi dan budaya. Landry mengatakan, creative city adalah sebuah tempat di mana orang merasakan bahwa mereka bisa berpikir, bertindak, berencana dengan imajinasi.
Sebuah kota yang kreatif lanjut Landry, bisa dilihat dari kesan pertama saat kita singgah. Misalnya keramahtamahannya. Keramahtamahan transportasi, khususnya. “Bagaimana sebuah kota seperti mengundang kita untuk masuk lebih dalam, melalui bandara, pelabuhan, stasiun kereta api mereka.” Kota kreatif juga berisi orang yang punya kombinasi pengetahuan begitu mendalam tentang kotanya, industrinya, seni budaya, bisnisnya, dan yang secara bersamaan juga terbuka terhadap sebuah toleransi, punya kapasitas untuk mendengarkan. “Kota kreatif adalah juga tentang personality quality, di mana ada banyak orang dengan kualitas yang berbeda tadi, diizinkan untuk mengembangkan diri” (Kompas.com, 23/02/2010).
Maknanya adalah bagaimana kita membuat kota menjadi tempat yang didambakan untuk hidup. Kota dengan sumber penting, manusia yang hidup di dalamnya. Manusia dengan kepandaian, hasrat, motivasi, imajinasi, dan kreativitas dan menjadikannya sumber daya perkotaan. Pada ujungnya, semua ini mengarah pada perkembangan ekonomi.
Richard Florida, dalam buku The Rise of The Creative Class, menggunakan indeks kreativitas (creativity index) sebagai kunci pertumbuhan ekonomi pada sebuah kota atau kawasan yang diukur melalui andil kelas kreatif dari para tenaga kerja, kemampuan teknologi, inovasi, dan keberagaman yang diukur dengan gay index–kemampuan untuk menerima secara terbuka segala jenis perbedaan manusia dan ide.
Kota Kreatif
Kota kreatif, ruang kreatif, industri kreatif, ekonomi kreatif.” Inilah yang kini sedang tren, setidaknya tahun-tahun belakangan ini, di kota-kota di seluruh dunia. Kreativitas yang berbasis budaya, termasuk budaya lokal, karena budaya dan nilai-nilai budaya merupakan aset dan penggerak bagi sebuah kota untuk menjadi lebih imajinatif. Sumber-sumber budaya merupakan bahan mentah yang menggulirkan proses kreatif sehingga kebijakan publik tentang apapun hendaknyamenggunakan pendekatan budaya (Charles Landry dalam The Creative City: A Toolkit For Urban Innovators)
Dalam buku The Creative City: A Toolkit for Urban Innovators, Charles Landry mengatakan, creative city (kota kreatif) adalah sebuah tempat di mana orang merasakan, bahwa mereka bisa berpikir, bertindak, berencana dengan imajinasi. Sebuah kondisi di mana ada perbedaan kepemimpinan, komunitas publik, dan swasta tapi tetap memberikan perasaan pada masyarakat bahwa ada sebuah sikap atau budaya “ya” untuk kehidupan. Budaya toleransi pada perbedaan, toleransi pada perubahan, dan pada banyak hal sehingga semua orang bisa berkembang dan mengembangkan diri (Kompas.com, 23/02/2010).
Kota yang kreatif adalah kota yang mampu menanamkan budaya dan memberikan inspirasi ‘kreatif’ di masyarakat, dan usaha tersebut dapat menunjang upaya ’ekonomi kreatif’. Kemudian, ‘Kreatif’ itu sendiri merupakan sebuah proses, tidak bisa muncul begitu saja secara instan, dan proses kreatif itu sendiri bisa dari cara melihat, cara berfikir, dan cara bertindak. Sedangkan untuk membentuk brand kota yang kreatif, bisa dimulai dengan cara mengidentifikasi dan mengenali ciri khas kota tersebut, tidak meniru dari kota lain, karena apa yang sukses di sebuah kota, belum tentu cocok dan pas untuk diterapkan di kota lainnya.
Kota kreatif/inovasi adalah upaya mengembangkan keunggulan dan potensi lokal dengan penguatan SDM yang kompetitif dan sarana pendukung berbasiskan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pertumbuhan Ekonomi 3-T
Dalam korelasinya dengan dinamika masyarakat urban, kreativitas dirumuskan Florida dalam teori yang disebutnya pertumbuhan ekonomi 3-T, yaitu singkatan dari Teknologi, Talenta (bakat), dan Toleransi (Florida, 2005). Teknologi adalah kunci yang mendorong pertumbuhan ekonomi. Talenta (bakat) terkait dengan modal manusia, dan dalam hal ini kota adalah tempat dimana modal manusia ini bisa tumbuh lebih cepat. Karena itu ia percaya bahwa urbanisasi merupakan elemen kunci dari inovasi dan pertumbuhan produktivitas. Talenta seharusnya dipupuk dan diarahkan melalui pendidikan yang berbasis kerja kreatif. Sedangkan Toleransi adalah faktor kunci untuk memberdayakan tempat-tempat atau sarana (privat maupun publik) dalam upaya memobilisasi dan menyerap teknologi dan talenta tadi. Manusia dengan bakat kreatif yang melahirkan teknologi dan pengetahuan selalu hidup dan mengalir, ia memiliki mobilitas tinggi untuk keluar masuk ke relung-relung kehidupan manusia. Bila toleransi ini tertutup di satu tempat, maka sumber daya kreatif ini akan mencari jalannya sendiri di tempat lain.
Kota kreatif dan inovatif mempunyai manfaat, bagi percepatan pembangunan, peningkatan kesejahteraan masyarakat, menjadi daerah berdaya saing tinggi dan keunggulan yang berkelanjutan, mampu mengurangi risiko dan kegagalan pembangunan, persaingan dan masalah sosial lainnya.
Ciri-ciri kota kreatif yakni mampu meningkatkan kesejahteraan, hajat hidup masyarakat dan pembangunan daerahnya dengan memanfaatkan segala potensi untuk menghasilkan nilai lebih secara berkelanjutan dengan dasar ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh SDM berkualitas, menguasai iptek, kompetitif dan memiliki jiwa kewirausahaan.
Cara membangun bagi kota kreatif yakni pahami diri sendiri, potensinya, kelebihannya, tentukan arah kebijakan (Perda, Perbup/Perwakot, RPJMD, dan lain-lain), tentukan sektor yang akan diinovasi, bangun SDM-nya, bangun infrastruktur, bangun sistem, tentukan prosedurnya dan tentukan capaian yang iinginkan.
Syaratnya kota kreatif, yakni adanya komitmen dari kepala daerah dan DPRD, adanya daya dukung SDM (aparat pemerintah dan tenaga profesional), kebijakan (legal/formal), daya dukung SDM masyarakat (pendidikan), penyediaan anggaran, penyediaan sarana dan infrastruktur pendukung.
Ekonomi Kreatif
Ekonomi kreatif merupakan sistem kegiatan lembaga dan manusia yang terlibat dalam produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa yang bernilai kultural, artistik, dan hiburan. Pelanggan mempunyai ikatan estetika, intelektual, dan emosional yang memberikan nilai terhadap produk kreatif di pasar. Mesin ekonomi kreatif adalah industri kreatif (Simatupang, 2007).
Ekonomi kreatif adalah mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan stock of knowledgedari Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya. Struktur perekonomian dunia mengalami transformasi dengan cepat seiring dengan pertumbuhan ekonomi, dari yang tadinya berbasis Sumber Daya Alam (SDA) sekarang menjadi berbasis SDM, dari era pertanian ke era industri dan informasi.
Alvin Toffler (Usman, 2024) dalam teorinya melakukan pembagian gelombang peradaban ekonomi ke dalam tiga gelombang. Gelombang pertama adalah gelombang ekonomi pertanian. Kedua, gelombang ekonomi industri. Ketiga adalah gelombang ekonomi informasi. Kemudian diprediksikan gelombang keempat yang merupakan gelombang ekonomi kreatif dengan berorientasi pada ide dan gagasan kreatif.
Menurut ahli ekonomi Paul Romer (1993), ide adalah barang ekonomi yang sangat penting, lebih penting dari objek yang ditekankan di kebanyakan model-model ekonomi. Di dunia dengan keterbatasan fisik ini, adanya penemuan ide-ide besar bersamaan dengan penemuan jutaan ide-ide kecil-lah yang membuat ekonomi tetap tumbuh. Ide adalah instruksi yang membuat kita mengkombinasikan sumber daya fisik yang penyusunannya terbatas menjadi lebih bernilai. Romer juga berpendapat bahwa suatu negara miskin karena masyarakatnya tidak mempunyai akses pada ide yang digunakan dalam perindustrian nasional untuk menghasilkan nilai ekonomi.
Howkins (2001) dalam bukunya The Creative Economymenemukan kehadiran gelombang ekonomi kreatif setelah menyadari pertama kali pada tahun 1996 ekspor karya hak cipta Amerika Serikat mempunyai nilai penjualan sebesar US$ 60,18 miliar yang jauh melampaui ekspor sektor lainnya seperti otomotif, pertanian, dan pesawat. Menurut Howkins ekonomi baru telah muncul seputar industri kreatif yang dikendalikan oleh hukum kekayaan intelektual seperti paten, hak cipta, merek, royalti dan desain. Ekonomi kreatif merupakan pengembangan konsep berdasarkan aset kreatif yang berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Dos Santos, 2007).
Konsep ekonomi kreatif ini semakin mendapat perhatian utama di banyak negara karena ternyata dapat memberikan kontribusi nyata terhadap perekonomian.
Di Indonesia, gaung ekonomi kreatif mulai terdengar saat pemerintah mencari cara untuk meningkatkan daya saing produk nasional dalam menghadapi pasar global. Pemerintah melalui Departemen Perdagangan yang bekerja sama dengan Departemen Perindustrian dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) serta didukung oleh KADIN kemudian membentuk tim Indonesia Design Power 2006-2010 yang bertujuan untuk menempatkan produk Indonesia menjadi produk yang dapat diterima di pasar internasional namun tetap memiliki karakter nasional. Setelah menyadari akan besarnya kontribusi ekonomi kreatif terhadap Negara, maka pemerintah selanjutnya melakukan studi yang lebih intensif dan meluncurkan cetak biru pengembangan ekonomi kreatif.
Ekonomi kreatif mencakup berbagai industri kreatif. Industri kreatif adalah industri dengan kekuatan pada kreativitas, keahlian, dan talenta yang punya potensi mengembangkan kesejahteraan dan menciptakan lapangan kerja yang mengeksploitasi daya cipta.
Terminologi cultural industry atau industri budaya mengacu pada industri yang mengombinasikan kreasi, produksi, dan komersialisasi dari konten kreatif yang intangible (tak benda). Kontennya, menurut United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organisations(UNESCO), dilindungi oleh copyright. Yang termasuk dalam industri budaya, antara lain multimedia, percetakan, audiovisual, dan sinematografi, beserta kerajinan dan desain.
Ekonomi kreatif merupakan era ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan pada ide dan stock of knowledge dari SDM sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya. Struktur perekonomian mengalami transformasi dengan cepat seiring dengan pertumbuhan ekonomi, dari berbasis SDA ke berbasis SDM, dari era pertanian ke era industri dan informasi. Alvin Toffler (Usman, 2024) dalam teorinya melakukan pembagian gelombang peradaban ekonomi ke dalam tiga gelombang. Gelombang pertama adalah gelombang ekonomi pertanian. Kedua, gelombang ekonomi industri, dan yang ketiga adalah gelombang ekonomi informasi. Kemudian diprediksikan gelombang keempat inilah merupakan gelombang ekonomi kreatif yang berorientasi pada ide dan gagasan kreatif.
Di Indonesia, perkembangan sektor ekonomi kreatif baru berkembang pesat di beberapa kota besar. Melalui inisiatif komunitas anak muda di beberapa kota semisal Jakarta, Bima, dan Yogyakarta, berbagai benih yang memicu pertumbuhan ekonomi kreatif di tingkat lokal telah mampu melahirkan karya film, animasi, fesyen, musik, software, game komputer, kerajinan, dan lain-lain. Beberapa di antara pelaku ekonomi kreatif ini malah telah mendapatkan kesempatan untuk menampilkan karya mereka di ajang internasional dan diterima dengan tangan terbuka.
Jaringan Kota Kreatif
Gerakan kota kreatif pun ditangkap oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa/UNESCO). Organisasi itu kemudian membentuk apa yang disebut Jaringan Kota-kota Kreatif (JKK/The Creative Cities Network) pada 2004. Tujuannya tak lain adalah mempertahankan keberagaman budaya di mana kota-kota di dunia bisa saling bertukar pengalaman dalam upaya mempromosikan pusaka budaya lokal mereka masing-masing, termasuk bagaimana menghadapi arus globalisasi.
Pada akhirnya, tentu, upaya dari kota-kota yang sudah sadar untuk “mengkreatifkan diri”, untuk bersikap lebih toleran, bisa lebih jelas dan pasti dalam mengembangkan industri kreatif mereka dan memperlakukan ruang dengan lebih arif, yaitu memberi ruang kreatif di kantong-kantong kreatif kota mereka yang berujung pada pertumbuhan ekonomi. Tahun lalu, UNESCO menambah jaringan kota kreatif dengan menetapkan tiga kota sebagai kota kreatif. Kota-kota itu adalah Kanazawa di Jepang, ditetapkan sebagai “City of Crafts and Folk Art”, Bradford di Inggris sebagai “City of Film”, dan sebuah kota kecil di Belgia, Ghent, sebagai “City of Music”. Kini, 19 negara sudah terhubung dengan JKK UNESCO, yang terbagi dalam bidang-bidang sastra, film, musik, seni kerajinan dan kesenian rakyat, desain, seni media (media artsi), dan tradisional kulinari (gastronomy).
Daftar kota-kota itu, selain ketiga kota di atas, antara lain Iowa (AS) dan Shenzhen (China) sekaligus sebagai “Kota Sastra” dan “Kota Desain”; Nagoya dan Kobe (Jepang) menjadi “Kota Desain”; Melbourne (Australia) sebagai “Kota Sastra”; Glasgow (Inggris)–“Kota Musik”; Lyon (Perancis)–“Kota Seni Media”; Aswan (Mesir)–“Kota Seni Kerajinan dan Seni Kerakyatan”; Sevilla (Spanyol)–“Kota Musik”; dan Popayan (Kolombia)–“Kota Gastronomi”.
Kontribusi Ekonomi Kreatif
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), industri ekonomi kreatif terdiri dari 15 kategori. Yakni riset dan pengembangan, fesyen, kerajinan, periklanan, arsitektur, desain, pasar seni, film dan video games, musik, software, hiburan interaktif, seni pertunjukan, penerbitan, TV dan radio, mainan, dan jasa komputer.
Mulanya, Departemen Perdagangan RI telah mencatat 14 bidang ekonomi kreatif yang terdiri dari: (1) jasa periklanan, (2) arsitektur, (3) pasar seni dan barang antik, (4) kerajinan, (5) desain, (6) fesyen, (7) video, film, dan fotografi, (8) permainan interaktif, (9) music, (10) seni pertunjukan, (11) penerbitan dan percetakan, (12) layanan komputer dan piranti lunak, (13) televisi dan radio, dan (14) riset dan pengembangan. Pemetaan yang dilakukan tidak jauh berbeda dengan pemetaan-pemetaan sejenis yang telah dilakukan oleh Negara lain maupun organisasi dunia lainnya. Selain melakukan pemetaan, dilakukan pula tinjauan terhadap kontribusi industri kreatif apabila dilihat melalui beberapa sudut pandang, yaitu berdasarkan nilai Produk Domestik Bruto (PDB), berdasarkan Ketenagakerjaan, dan berdasarkan Aktivitas Perusahaan.
Produk ekonomi kreatif ini kerap dilahirkan dari hasil kreativitas budaya melalui dialektika pengalaman, pendidikan, pelatihan dan keberanian bereksperimen. Sumbangan industri ekonomi kreatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia memang masih kecil, tapi terus meningkat sepanjang tahun.
Beberapa tahun lalu, kontribusi industri ekonomi kreatif diperkirakan mencapai 4,75% terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Paling tidak, ada 3 subkategori ekonomi kreatif yang kontribusinya paling besar, yakni fesyen 30%, kerajinan 23%, dan periklanan 18%. Industri kreatif juga telah menyerap 3,7 juta tenaga kerja atau 4,7% lapangan kerja di Indonesia, dan telah memberikan kontribusi ekspor sekitar 7%.
Secara global, sektor ekonomi kreatif di dunia saat ini tumbuh dengan pesat, seperti tercermin dari nilai ekonomi kreatif global yang diperkirakan dengan tingkat pertumbuhan lima persen pertahun akan berkembang menjadi 2,2 Triliun dolar pada Januari 2000 dan menjadi 6,1 Trilliun dolar pada tahun 2020. Oleh sebab itu, para ekonom memprediksi sektor ekonomi kreatif berbasis budaya akan menjadi gelombang keempat dalam perkembangan ekonomi global setelah era ekonomi pertanian, ekonomi industri dan ekonomi informasi. Oleh, sebab itu, ekonomi kreatif berbasis warisan budaya dapat menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia yang mampu memberikan kontribusi besar pada kehidupan rakyat seperti diukur dari sumbangan terhadap PDB, penciptaan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan, dan pemberdayaan UKM.
Apabila dilihat dari sisi nilai Produk Domestik Bruto, industri kreatif Indonesia memberikan kontribusi rata-rata sebesar 4,74% terhadap perekonomian Indonesia pada periode tahun 2002 – 2006. Angka tersebut tidak jauh berbeda apabila dibandingkan dengan Negara-negara lain yang telah melakukan pemetaan terhadap sektor indutri kreatif seperti Selandia Baru (3,10%), Amerika Serikat (7,75%), Australia (3,30%) dan Singapura (2,80%). Dari sisi ketenagakerjaan, rata-rata 3 terbesar jumlah tenaga kerja sektoral masih diduduki oleh sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan (41,039 Juta), sektor perdagangan, hotel, dan restoran (18,374 Juta), dan sektor jasa kemasyarakatan (9,87 Juta). Industri kreatif menempati peringkat ke-7 dari 10 lapangan usaha utama dengan rata-rata jumlah tenaga kerja selama periode 2002 – 2006 sebanyak 3,7 Juta (3,97%) dari total 93,3 Juta tenaga kerja Indonesia. Bila dibandingkan dengan Negara lain yang telah memetakan sebelumnya, proporsi tenaga kerja industri kreatif Indonesia tidak jauh berbeda dengan Amerika Serikat (5,9%), Australia (3,8%), Selandia Baru (3,6%), Singapura (3,4%), dan Taiwan (3,56%).
Rata-rata kontribusi PDB industri kreatif Indonesia tahun 2002-2006 sebesar 6,3 persen dari total PDB Nasional dengan nilai Rp 104,6 triliun. Nilai ekspor industri kreatif mencapai Rp 81,4 triliun dan berkontribusi sebesar 9,13 persen terhadap total nilai ekspor nasional dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 5,4 juta pekerja.
PDB industri kreatif menduduki peringkat ke-7 dari 10 lapangan usaha utama yang ada di Indonesia. PDB industri kreatif saat ini masih didominasi oleh kelompok fesyen, kerajinan, periklanan, dan desain.
Pemerintah telah mengidentifikasi lingkup industri kreatif mencakup 14 subsektor, antara lain, industri perangkat lunak (software), pasar barang seni, industri kerajinan, fesyen, advertising, desain, animasi, film, video dan fotografi, musik, serta permainan interaktif.
Indonesia memiliki potensi kekayaan seni budaya yang beragam sebagai fondasi tumbuhnya industri kreatif. Keragaman budaya itu sendiri sebagai bahan baku industri kreatif, munculnya aneka ragam kerajinan dan berbagai produk Indonesia, memunculkan juga berbagai bakat (talent) dari masyarakat Indonesia di bidang industri kreatif.
Universitas Multimedia Nusantara (UMN) berupaya menjadi salah satu elemen penggerak industri kreatif, yakni menyiapkan tenaga yang berbakat tersebut menjadi terampil dan berdaya saing tinggi untuk berhasil di industri kreatif.
UMN merancang kurikulum yang berorientasi kreatif dan kewirausahaan (entrepreneurship) berikut sarana laboratorium yang baik di bidang ICT (information and communication technology) serta laboratorium multimedia (animasi desain).
Kepemimpinan Kreatif
Kota-kota yang berhasil menjadi kota kreatif biasanya mempunyai kesamaan dalam visi individu, organisasi kreatif, dan budaya politik dengan tujuan jelas. Guna mewujudkan kota kreatif, ruang kreatif, industri kreatif, ekonomi kreatif, diperlukan kepemimpinan yang kreatif.
Kepemimpinan kreatif yaitu pemimpin yang mau dan berani serta turut membangun kemampuan komunitas untuk mengembangkan keterampilan kreatif, membangun kolaborasi, dan menciptakan dan memanfaatkan pengetahuan secara inovatif dan efektif, dengan strategi kepemimpinan, yaitu kepeloporan, kejuangan, kolaborasi, dan pengakuan atau penghargaan.
Pemimpin kreatif yakni pemimpin yang mampu menyatukan semua pihak, baik publik, swasta, juga sukarelawan. Kota yang berhasil juga mampu mengekspresikan inisiatif publik, bahkan jika inisiatif itu merupakan investasi bisnis yang rawan sekalipun. Selain itu, penghargaan terhadap isu kebudayaan, ekspresi terhadap nilai dan identitas adalah kunci untuk menghadapi perubahan. Karena budaya–kebudayaan–adalah sumber kreatif.
Dalam model kepemimpinan kreatif, ia memiliki beragam kapasitas sosiologis yang berimplikasi kepada cara mereka memikat hati rakyat. Kapasitas ini yang kemudian akan ditawarkan kepada rakyat.
Akan tetapi seorang pemimpin kreatif bukan mereka yang cerdik mencerdiki rakyat dan pintar memintari rakyat. Seorang pemimpin kreatif adalah mereka yang jiwanya selalu kreatif mencari solusi bagi rakyat, kreatif memikirkan kebutuhan rakyat, kreatif membangun visi baru dalam menyejahterakan rakyat, dan kreatif dalam mengelola keragaman dan dinamika sosial-budaya rakyat (Tantan Hermansah, 2014).
Komitmen dalam Pengembangan Ekonomi Kreatif
Keseriusan pemerintah dalam mengembangkan ekonomi kreatif di Indonesia dibuktikan dengan dikeluarkannya Inpres No.6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif. Inpres No.6 Tahun 2009 itu berisi instruksi Presiden kepada Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen, seluruh Gubernur, Bupati/Walikota yang intinya agar mendukung kebijakan pengembangan ekonomi kreatif tahun 2009-2015, yang didasarkan pada kreatifitas, keterampilan, daya kreasi, dan daya cipta dengan menyusun, serta melaksanakan rencana aksi-aksi mendukung suksesnya pengembangan ekonomi kreatif tersebut.
Di samping itu, berdasarkan Peraturan Presiden No. 92/2011 yang dirilis pada tanggal 21 Desember tahun 2011, telah dibentuk Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dengan visi untuk mewujudkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat Indonesia dengan menggerakkan kepariwisataan dan ekonomi kreatif.
Pemilihan strategi kebijakan pengembangan ekonomi kreatif di sela-sela pelambatan pertumbuhan ekonomi global ini bukanlah tanpa alasan. Pengembangan ekonomi kreatif akan sangat berperan dalam mengembangkan lapangan pekerjaan baru, mengingat besarnya potensi ekonomi kreatif yang dimiliki Indonesia, dengan lebih dari 300 suku bangsa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Dari sisi demografi, penduduk usia muda yang mencapai 43%, menjadi modal plus dan utama yang kita miliki, karena kreatifitas sangat dekat dengan kaum muda. Pengembangan ekonomi kreatif, juga akan berdampak langsung bagi masyarakat kalangan menengah ke bawah, mengingat sektor ekonomi kreatif sebagian besar digerakkan oleh pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), dan sangat potensial menjadi kekuatan dashyat untuk mendorong Indonesia menjadi negara yang maju.
Oleh karena itu, menjadi jelaslah bahwa ekonomi kreatif perlu dijadikan sebagai salah satu sektor yang harus didorong perkembangannya.
Model Pengembangan Ekonomi Kreatif
Model pengembangan ekonomi kreatif yang dikembangkan untuk Indonesia berupa bangunan yang terdiri dari komponen pondasi, 5 pilar, dan atap yang saling menguatkan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Penjelasan komponen-komponen bangunan ekonomi kreatif adalah sebagai berikut (Rahmawati, dkk., 2021).
Pertama, pondasi: people (sumber daya insani), aset utama dari industri kreatif yang menjadi ciri hampir semua subsektor industri kreatif.
Lima pilar utama yang harus diperkuat dalam mengembangkan industri kreatif adalah: pertama, industry(industri) yaitu kumpulan dari perusahaan yang bergerak di dalam bidang industri kreatif. Kedua, technology (teknologi) yaitu enabler untuk mewujudkan kreativitas individu dalam bentuk karya nyata. Ketiga, resources (sumber daya) yaitu input selain kreativitas dan pengetahuan individu yang dibutuhkan dalam proses kreatif, misal: sumber daya alam, lahan. Keempat, institution (institusi) yaitu tatanan sosial (norma, nilai, dan hukum) yang mengatur interaksi antara pelaku perekonomian khususnya di bidang industri kreatif. Dan kelima, financial intermediary yaitu lembaga penyalur keuangan.
Kedua, atap. Bangunan ekonomi kreatif ini dipayungi oleh interaksi triple helix yang terdiri dari Intellectuals (Intelektual), Business (Bisnis), dan Government (Pemerintah) sebagai para aktor utama penggerak industri kreatif. Intellectual, kaum intelektual yang berada pada institusi pendidikan formal, informal dan non formal yang berperan sebagai pendorong lahirnya ilmu dan ide yang merupakan sumber kreativitas dan lahirnya potensi kreativitas insan Indonesia. Business, pelaku usaha yang mampu mentransformasi kreativitas menjadi bernilai ekonomis. Government, pemerintah selaku fasilitator dan regulator agar industri kreatif dapat tumbuh dan berkembang.
Ekonomi kreatif ditopang oleh industri kreatif, dan kunci keberhasilan industri yang kreatif terletak pada Sumber Daya Manusia (SDM) yang kreatif. Meskipun tersedia pilihan teknologi yang beragam, namun kondisi geografis, termasuk kelimpahan dan kemampuan SDM, menyebabkan pemilihan teknologi tidak dapat sangat leluasa. Suatu pengembangan industri berteknologi tinggi yang mengurangi tenaga kerja justru dapat berakibat naiknya tingkat pengangguran. Tetapi di sisi lain, industri dengan teknologi madya atau rendah sering menghasilkan “return” (yakni keuntungan) yang kecil.
Dalam buku ”Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025 : Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2009-2015,” yang diterbitkan oleh Departemen Perdagangan RI dikemukakan antara lain: “Industri kreatif merupakan bagian tak terpisahkan dari ekonomi kreatif.”
Dengan kata lain ekonomi kreatif adalah ekonomi yang ditopang antara lain oleh industri kreatif. Dan selanjutnya dikatakan bahwa ”Pengembangan ekonomi kreatif tidak hanya menekankan tentang pengembangan industri yang termasuk dalam kelompok industri kreatif, melainkan juga pada pengembangan berbagai faktor produksi yang signifikan perannya dalam ekonomi kreatif yaitu SDM, bahan baku, teknologi, tatanan institusi dan lembaga pembiayaan yang menjadi komponen dalam model pengembangan.”
Indonesia perlu terus mengembangkan industri kreatif. Alasannya, industri kreatif memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan. Selain itu, industri kreatif menciptakan iklim bisnis yang positif dan membangun citra serta identitas bangsa.
Di sisi lain, industri kreatif berbasis pada sumber daya yang terbarukan, menciptakan inovasi dan kreativitas yang merupakan keunggulan kompetitif suatu bangsa serta memberikan dampak sosial yang positif.
Meski demikian, untuk menggerakkan industri kreatif diperlukan beberapa faktor. Di antaranya, arahan edukatif, memberikan penghargaan terhadap insan kreatif, serta menciptakan iklim usaha yang kondusif.
Rantai nilai yang menjadi pokok perhatian dalam menentukan strategi pengembangan memiliki urutan sebagai berikut: pertama, kreasi, terdiri dari; edukasi, inovasi, ekspresi, kepercayaan diri, pengalaman dan proyek, proteksi, agen talenta.Kedua, produksi, terdiri dari; teknologi, jaringan outsourcing jasa, skema pembiayaan. Ketiga, distribusi, terdiri dari; negosiasi hak distribusi, internasionalisasi, infrastruktur. Dan keempat, komersialisasi, terdiri dari; pemasaran, penjualan, layanan (services), promosi (Rahmawati, dkk., 2021).
Pentingnya Pengembangan Kota Kreatif
Dalam konteks peradaban baru, yaitu peradaban berbasis ide atau kreativitas, keberadaan ruang-ruang publik (fisik dan dialog) sering terlupakan. Kreativitas masyarakat akan tumbuh dengan adanya ruang publik baik itu sarana dan Ruang Terbuka Hijau untuk komunikasi publik maupun perayaan kebudayaan. Dengan adanya ruang publik tersebut, maka akan terbentuk pula komunitas lokal yang mewadahi aspirasi lintas komunitas kreatif yang ingin meninggikan hajat hidup dan memperbaiki kota melalui ide-ide kreatif berbasis kolaborasi.
Kota kreatif dimana manusia hidup di dalamnya. Manusia dengan kepandaian, hasrat, motivasi, imajinasi, dan kreativitas dan menjadikannya sumber daya perkotaan. Pada ujungnya, semua ini mengarah pada pertumbuhan ekonomi lokal (nilai tambah ekonomi lokal). Ekonomi lokal yang berkembang melalui sistem ekonomi kerakyatan dengan mengedepankan potensi-potensi unggulan berbasis budaya lokal.
Kota kreatif perlu dikembangkan karena dapat: (1) membangun citra dan identitas lokal; (2) memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan; (3) menciptakan iklim bisnis yang positif; (4) berbasis kepada sumber daya yang terbarukan; (5) menciptakan inovasi dan kreatifitas yang merupakan keunggulan kompetitif; dan (5) memberikan dampak sosial yang positif.
Indikator Kota Kreatif
Ada beberapa yang menjadi indikator kota kreatif. Di antara indikator dimaksud sebagai berikut. Pertama, kualitas personal. Personal dengan kapabilitas, integritas, dan kreativitas yang berkualitas akan dengan mudah baginya memahami realitas pembangunan yang dihadapi. Selain itu, faktor kualitas personal juga bisa memacu pertumbuhan ekonomi perkotaan.
Kedua, kepemimpinan. Sikap kepemimpinan mampu mengakomondasi semua potensi dan permasalahan yang ada sebagai modal utama dalam pembangunan perkotaan, serta mampu menggerakan dan menumbuhkan kesadaran masyarakat.
Ketiga, keragaman manusia dan bakat yang bervariasi. Mengembangkan kebebasan berfikir, ekpresi kreativitas dan gagasan untuk meningkatkan peran SDM dalam pembangunan
Keempat, budaya organisasi. Cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi, dengan membawa suatu identitas sendiri.
Kelima, identitas lokal. Kondisi atau fakta yang menggambarkan tentang ciri khas dari suatu daerah yang dapat dijadikan sebagai salah satu modal pembangunan
Kenam, ruang perkotaan dan fasilitas. Ketersediaan ruang perkotaan dan kelengkapan fasilitasnya dapat mendorong SDM untuk membangun perkotaan yang kreatif.
Ketujuh, dinamika jejaring/kerjasama/kemitraan. Perkembangan pola jejaring/kerjasama/ kemitraan yang menginspirasi ide kreatif bersama dalam pembangunan perkotaan.
Semoga !!!
*Dosen Universitas Mbojo Bima












