Oleh: Mawardin*
Era reformasi dan demokrasi langsung saat ini, laksana lahan subur yang menumbuh-kembangkan tunas-tunas pemimpin dari semua latar belakang suku, agama, profesi, gender, dan status sosial-ekonomi. Kini adalah tahun politik, yang ditandai dengan terselenggaranya Pilkada Serentak 2018, belum lama ini. Selanjutnya, proses seleksi kepemimpinan politik bergeser kegelaran pemilihan legislatif (pileg) hingga pemilihan presiden (pilpres) 2019.
Salah satu event politik yang menarik perhatian publik di tanah air adalah kontestasi jelang Pilpres 2019. Calon presiden dan wakil presiden rencananyaakan diajukan pada Agustus 2018. Setahun terakhir, deklarasi dukungan untuk bakal calon presiden maupun calon wakil presiden terus membahana. Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto nampaknya masih berada di papan atas sebagai calon presiden terkuat, tak menutup kemungkinan pula akan kembali berhadapan sebagaimana pada pilpres 2014 yang lalu.
Selain Jokowi dan Prabowo, sempat beredar nama mantan panglima TNI Gatot Nurmantyo, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan hingga seorang pengusaha berdarah Turki Sam Aliano.Masih banyak nama lain yang didorong sebagai bakal calon presiden dan cawapres, termasuk tokoh-tokoh asal Nusa Tenggara Barat (NTB), ikut mewarnai bursa Pilpres 2019. Mereka antara lain Din Syamsuddin, Tuan Guru Bajang (TGB), dan Hamdan Zoelva.
Sebagai catatan, NTB adalah sebuah provinsi di Indonesia yang berada dalam gugusan Sunda Kecil yang terdiri dari dua pulau terbesar yakni Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Secara sosio-kultural, NTB dikenal dengan warna keislaman yang kental dengan jumlah penganut Islam sekitar 94%, kemudian sisanya penganut agama Kristen, Hindu, Budha, Konghucu. Bumi Gora terdiri dari etnis besar seperti Suku Sasak di Pulau Lombok, maupun Suku Samawa dan Suku Mbojo (Bima-Dompu) di Pulau Sumbawa, maupun pendatang dari Bugis-Makassar, Bali, Jawa, Madura, Sunda, Flores, Minang dan sebagainya dengan suasana multi-kultural yang harmonis.
Kendati secara kuantitas dengan basis pemilih sebanyak 3.511.890 pemilih, namun kekuatan pengaruh elemen masyarakat NTB sangat berarti dalam kancah politik nasional, terutama yang bersahutan dengan narasi keagamaan. Misalnya, dalam kasus Ahok beberapa tahun silam, telah menyeret beberapa nama yang berasal dari NTB, seperti Buni Yani asal Rensing, Lombok Timur, selaku pengunggah video yang memicu aksi besar-besaran yakni aksi 4 November 2016, kemudian disusul Aksi 2 Desember 2016 atau Aksi 212 di Monumen Nasional, Jakarta. Di sisi lain,yang menjadi Ketua Tim Pengacara Ahok juga berasal dari Lombok, NTB, yakni Sirra Prayuna, SH.Bahkan saksi ahli bahasa dalam sidang kasus Ahok Profesor Mahyuni dari Universitas Mataram, NTB.
Dalam aksi 4 November, tercatat “Macan Parlemen” Fahri Hamzah kelahiran Utan, Sumbawa, NTB, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI, menyampaikan orasi yang berapi-api. Pada tataran konseptual dan penggalangan opini, tercatat nama Hatta Taliwang asal Sumbawa Barat NTB (aktivis yang pernah menjabat sebagai anggota DPR dari Fraksi PAN periode 1999-2004), belum lagi kalangan aktivis muda muslim asal NTB yang menjadi ketua umum dan pengurus pusat sejumlah organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan serta kemasyarakatan berbasis Islam.
Pada pilpres 2014, Jokowi-JK hanya dipilih oleh masyarakat NTB sekitar 27,54 persen, sedangkan Prabowo Subianto – Hatta Radjasa meraih suara 72,45 persen. Kini, kontestasi jelang Pilpres 2019 sedang hangat dipercakapkan. Dari Bumi Para Tuan Guru atau Pulau Seribu Satu Masjid, muncul nama-nama seperti Din Syamsuddin (Suku Samawa), TGB (Suku Sasak), dan Hamdan Zoelva (Suku Mbojo/Bima).
Din Syamsuddin
Prof. Dr. KH. Muhammad Sirajuddin Syamsuddin, MA, atau dikenal dengan Din Syamsuddin (lahir di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, 31 Agustus 1958), adalah seorang tokoh Muhammadiyah. Sosok yang akrab disapa Bang Din pernah menjabat sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2005-2010 dan 2010-2015. Juga sempat menjadi Ketua Umum MUI Pusat 2014.
Bang Din merupakan alumni Pondok Modern Darussalam Gontor Jawa Timur (1975), kemudian menempuh studi perguruan tinggi di IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Fakultas Ushuluddin Jurusan Perbandingan Agama (Drs, 1980); University of California, Los Angeles (UCLA) di Amerika Serikat, Interdepartmental Programme in Islamic Studies (MA, 1988); University of California, Los Angeles (UCLA) di Amerika Serikat, Interdepartmental Programme in Islamic Studies (Ph.D, 1991).
Bang Din dikenal aktif dalam dialog agama dan peradaban, hubungan antara umat beragama serta vokalis perdamaian di berbagai forum dunia. Saat ini, Bang Din diberi amanah sebagai utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerjasama Antaragama dan Peradaban
Uniknya, semasih berstatus pelajar, Bang Din adalah Ketua IPNU Cabang Sumbawa (1970 – 1972). Namun masa mahasiswa, aktif di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), hingga Ketua DPP (IMM, 1985).Bang Din merupakan Guru Besar pemikiran politik Islam di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (1982 – sekarang).
Bang Din dipandang sebagai sosok yang mengakar di kalangan umat Islam bukan hanya karena dia Ketua Umum Muhammadiyah, tetapi lebih dari itu karena kemampuannya untuk melakukan dialog dengan seluruh elemen umat beragama baik antar sesama umat Islam, maupun dengan umat beragama lainnya. Atas kiprahnya itu pula, Bang Din disebut-sebut sebagai cawapres Jokowi. Secara kapasitas, Bang Din tentu punya kemampuan menjadi Capres sekalipun, tapi karena tidak punya kendaraan politik, maka bergantung sungguh dari partai politik apakah mengusung Bang Din atau tidak.
Tuan Guru Bajang
Dr. TGH. Muhammad Zainul Majdi, Lc., M.A, atau lebih dikenal TGB(lahir di Pancor, Selong, Lombok Timur, 31 Mei 1972)adalah sosok ulama sekaligus umara. TGB adalah Gubernur NTB dua periode, masa jabatan 2008-2013 dan 2013-2018, sebelumnya menjadi anggota DPR RI 2004-2009 dari Partai Bulan Bintang (PBB) Dapil NTB.
Pada tahun 1992 Majdi berangkat ke Kairo guna menimba ilmu di Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Ilmu-Ilmu Al-Qur’an Universitas Al-Azhar Kairo dan lulus meraih gelar Lc. pada tahun 1996. Ia meraih Master of Art (M.A.) dengan predikat Jayyid Jiddan, kemudian melanjutkan ke program S3 di universitas dan jurusan yang sama. Ia berhasil meraih gelar Doktor dengan predikat Martabah EL-Syaraf El Ula Ma`a Haqqutba atau Summa Cumlaude pada tahun 2011.
TGB masuk dalam bursa cawapres Jokowi, bahkan sebelumnya ketua umum PB Nahdlatul Wathan ini sempat digadang-gadang sebagai capres oleh sejumlah lembaga, ormas dan komunitas tertentu.
Hamdan Zoelva
Dr. Hamdan Zoelva, S.H., M.H. (lahir di Kota Bima, NTB, 21 Juni 1962) adalah Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2013-2015. Ia juga pernah menjabat petinggi Partai Bulan Bintang (PBB). Setelah tidak menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi Indonesia, selain menjadi konsultan hukum dan pengajar di beberapa Perguruan Tinggi juga mendapat amanah sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat/Laznah Tanfidziyah Syarikat Islam.
Hamdan Zoelva adalah alumnus fakultas hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, dengan spesialisasijurusan Hukum Internasional. Semasa mahasiswa, aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), menjabat sebagai Ketua Badan Koordinasi HMI Indonesia Timur. Pada tahun 2004, ia mendapatkan gelar Magister Hukum dari Universitas Padjajaran, Bandung, dan meraih gelar doktor S3 di bidang Ilmu Hukum Tata Negara dari universitas yang sama pada tahun 2010.
Hamdan memulai kariernya sebagai asisten dosen di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin serta Fakultas Syariah IAIN Makassar (1986-1987). Ia kemudian merantau ke Jakarta dan bekerja sebagai Pengacara.
Di Pemilihan Umum 1999, ia terpilih sebagai anggota DPR dari PBB mewakili NTB. Ia dipercaya menjadi Wakil Ketua Komisi II DPR bidang Hukum dan Politik.Pernah pula bekerja sebagai asisten Menteri Sekretaris Negara Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra di masa Presiden SBY.
Dalam bursa pilpres 2019, Ketua Umum Laznah Tanfidziyah Sarekat Islam ini mendapat mandat menjadi calon presiden. Mandat tersebut diberikan kepada Hamdan oleh 50 Raja/Sultan se-Nusantara.
Dilansir dari newsdetik.com (28 April 2018), Hamdan Zoelva mendapatkan mandat itu saat menghadiri peringatan Milad ke-50 Universitas Cokroaminoto Makassar (UCM) jalan Perintis Kemerdekaan KM. 11, Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (28/4/2018).
“Kita ingin melahirkan pemimpin yang bersih untuk bangun Indonesia, tentunya ada tokoh diharapkan seperti Hamdan sebagai pemimpin. Kalau bisa jadi presiden,” kata Sekjen Yayasan Raja Sultan Nusantara, Pangeran Nata Adiguna Jayakarta Adiningrat.
*Penulis adalah Peneliti di Alam Tara Institute NTB