Hukum & KriminalKabar Kota Bima

Pengacara Feri Sofiyan Klarifikasi Penambahan Pasal ke Penyidik

350
×

Pengacara Feri Sofiyan Klarifikasi Penambahan Pasal ke Penyidik

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- Sesaat setelah masuk ke ruang Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Polres Bima Kota bersama Wakil Walikota Bima Feri Sofiyan, Senin (23/11) Tim Penasahet Hukum (PH) menanyakan ke penyidik terkait penambahan pasal dalam dugaan kasus kelola lingkungan hidup tanpa izin.

Pengacara Feri Sofiyan Klarifikasi Penambahan Pasal ke Penyidik - Kabar Harian Bima
Tim Kuasa Hukum Feri Sofiyan saat klarifikasi ke Penyidik soal penambahan pasal. Foto: Bin

Salah satu kuasa hukum Feri Sofiyan, Bambang Purwanto menanyakan soal adanya 2 surat panggilan pertama dan panggilan kedua kepada Feri Sofiyan yang berbeda pasal atau ada penambahan pasal.

Menurut dia, antara surat panggilan pertama bernomor Nomor; S. Tap/159/XI/2020/Reskrim tentang penetapan tersangka, tanggal 10 November 2020. Dengan Dasar antara lain poin 4 Laporan polisi Nomor; LP/K/242/1X/2020/NTB/Res Bima Kota, tanggal 24 September 2020 Nomor Penyidikan perintah dan  poin Surat 5 SP.Sidik/118/1X/2020/Reskrim, tanggal 24 September 2020, terjadi perbedaan. Ada penambahan pasal di panggilan kedua.

“Kami menolak jika klien kami memenuhi panggilan kedua. Karena ada penambahan pasal. Klien kami hanya siap memenuhi panggilan sebagaimana isi surat panggilan pertama,” tegasnya.

Jika dikaitkan dengan Laporan Polisi pada tanggal 24 September 2020, Penyidik Polresta Bima Kota langsung mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor SP.Sidik/118/ Xx/2020/Reskrim, tanggal 24 September 2020 pada hari dan tanggal yang sama, maka menunjukan bahwa Penyidik Polres Bima Kota tidak melakukan penyelidikan terlebih dahulu.

Kuasa hukum Feri yang lain, Ardiansyah juga juga menyebut beberapa kejanggalan pengenaan pasal terhadap tersangka, justru Pasal 36 UU 32 2009 sudah tidak ada. Apalagi di Pasal 22 Ayat 36 UU 11 2020 tentang perubahan Pasal 109, sesuai pasal baru yang dikenakan ke tersangka tidak lagi berbicara tentang izin lingkungan, tapi tentang Dumping (pembuangan limbah) biasanya menyangkut limbah berbahaya B3.

“Kami sendiri merasa bingung dengan APH ini dimana sebelumnya dalam pernyataan di media bahwa UU Ciptaker itu tidak berlaku surut, tetapi pada saat yang bersamaan dalam surat pemanggilan keduanya mereka APH ini mengakui pasal dalam UU 11 2020 Cipta Kerja mengenai perubahan pasal 109,” ungkapnya.

Menurut dia, pasal 109 dalam UU Cipta Kerja tentang lingkungan hidup yang ada itu pasal 22 Ayat 36 yang merubah isi Pasal 109 yaitu tentang Dumping yang merujuk pada UU Cipta Kerja Pasal 61 berdasarkan Pasal 60 UU PPLH.

Terkait dengan urusan izin lingkungan ini ada pasal baru yaitu pasal 82A UU Cipta Kerja tentang lingkungan yang menyebut jika tidak membuat izin nya maka akan dikenakan sanksi, hanya saja tidak ada pasal pidananya.

“Sekali lagi pasal 109 dalam UU Cipta Kerja itu tidak lagi memuat tentang izin lingkungan tapi dumping (pembuangan limbah). Di pasal 82 memuat bahwa kalau tidak ada izin lingkungan hanya dikenakan sanksi administrasi, jadi tidak ada sanksi pidana,” tegasnya.

Ia menjelaskan, tidak ada dalam pasal 109 UU Cipta Kerja tersebut yang mengatur tentang sanksi pidana apabila ditemukan dampak perusakan lingkungan yang ada dalam Pasal 109 itu perihal tentang dumping atau pembuangan limbah B13 atau limbah medis.

“Dalam kasus ini kan jelas kalau pak Feri itu tidak membuang limbah apalagi limbah medis beliau hanya membangun tempat wisata. Jadi, kalaupun itu ada dikenakan oleh polisi sudah masuk hal yang lain karena dalam hal perijinan itu ada izin pembuangan limbah juga, ada izin lingkungan dan menyangkut dermaga wisata tersebut kan tidak ada urusan sama sekali dengan membuang limbah,” paparnya.

Kasus yang dikenakan ini tambahnya, bukan tentang pembuangan limbah tapi izin lingkungan dimana di dalam Pasal 22 Ayat 36 UU Cipta Kerja tahun 2020 yang merubah UU 32 Tahun 2009 tentang PPLH di poin 3 merujuk pada Pasal 61 di UU lingkungan hidup itu berbicara tentang dumping dalam hal pembuangan limbah.

Dumping tersebut sebagaimana di maksud dalam Pasal 60 UU 32 2009 tentang Lingkungan Hidup disebutkan bahwa setiap orang di larang untuk melakukan dumping (pembuangan limbah) tanpa izin, jadi bukan urusan lingkungan yang lain tapi limbah.

Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Bima Kota, IPTU Hilmi Manossoh Prayugo yang dimintai komentar soal klarifikasi Tim PH Wakil Walikota menjawab, mengingat Tim PH akan menempuh jalur Praperadilan, maka semua jawaban atas klarifikasi tersebut, menunggu sidang praperadilan saja.

“Kita jawab saat sidang praperadilan saja,” jawabnya singkat.

*Kahaba-01