Mataram, Kahaba.- Wakil Wali Kota Bima Feri Sofiyan menghadiri Rapat Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah dan Percepatan Penurunan Stunting se-NTB yang digelar di Kota Mataram, Rabu 23 Juli 2025. Rakor tersebut juga dihadiri Gubernur dan Wakil Gubernur NTB serta seluruh kepala perangkat daerah se-Provinsi NTB.

Dalam kapasitasnya sebagai Ketua TKPK dan TPPS Kota Bima, Feri memaparkan berbagai capaian dan tantangan pembangunan Kota Bima, khususnya dalam isu pengangguran, kemiskinan ekstrem, dan stunting.
“Tingkat pengangguran terbuka di Kota Bima saat ini berada di angka 3,27 persen, masih di atas rata-rata provinsi yaitu 2,73 persen,” ungkapnya.
Di sisi lain, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Bima menempati urutan kedua di NTB setelah Kota Mataram, bahkan melampaui capaian rata-rata IPM nasional dan provinsi.
Namun demikian, angka Gini Rasio Kota Bima berada di angka 0,380, menandakan ketimpangan pendapatan yang masih perlu perhatian.
Feri juga menyoroti fluktuasi data kemiskinan ekstrem berdasarkan data BPS, di mana tahun 2022 tercatat 1,47 persen menurun pada 2023 menjadi 0,68 persen, namun naik kembali pada 2024 ke angka 2,17 persen.
“Kami mempertanyakan indikator pengukuran yang digunakan, karena ini menjadi concern banyak daerah,” tegasnya.
Sementara itu, untuk kemiskinan makro, Kota Bima berhasil menurunkan angka dari tahun 2021 sebesar 8,12 persen, turun 0,55 persen.
Garis kemiskinan juga meningkat, pada 2024 tercatat sebesar Rp 496.096, menunjukkan meningkatnya kebutuhan dasar masyarakat.
Menurut data P3KE Kemenko PMK, terdapat 1.232 kepala keluarga atau 5.843 jiwa tergolong miskin, tersebar di 5 kecamatan dan 41 kelurahan, dengan konsentrasi tertinggi di Kecamatan Asakota.
“Karakter kemiskinan ekstrem ini didominasi oleh lulusan SLTA, belum atau tidak bekerja, dan berada pada rentang usia produktif 19–59 tahun,” paparnya.
Ia melanjutkan, kemudian strategi yang dilakukan Pemkot Bima mencakup tiga pendekatan utama yakni Meningkatkan pendapatan, Menurunkan beban pengeluaran dan Meminimalkan wilayah kantong kemiskinan.
Program konkret seperti bantuan perumahan, listrik, jamban, air bersih, pelatihan kerja, bantuan pertanian, serta program gizi telah dijalankan.
Diakui Wakil Wali Kota Bima, pada penanganan stunting, Kota Bima telah menetapkan 17 lokasi prioritas berdasarkan jumlah bayi stunting, sesuai SK Wali Kota dan pembentukan TPPS di tiap kecamatan.
Pada 2023, berdasarkan SKI/SSGI, angka stunting sebesar 31,8 persen, sementara menurut EPPGBM sebesar 11,32 persen.
Tahun 2024, terjadi penurunan menjadi 28,4 persen (SKI/SSGI) dan 10,17 persen (EPPGBM).
“Penurunan tren ini membuat kami optimis. Dengan kolaborasi yang kuat, stunting bisa terus ditekan,” ujar Feri.
Sementara total anggaran penanganan stunting sebesar Rp117,7 miliar, mencakup 19 program, 23 kegiatan, dan 39 subkegiatan, dengan melibatkan 12 OPD dan 41 kelurahan.
Pemkot juga mengembangkan berbagai inovasi daerah, seperti KAKI SI INTENS, integrasi digital dan pendekatan komunitas dalam penanganan stunting. Kebun Plakat, pemanfaatan halaman kantor untuk ketahanan pangan. GERCEP Uma Ruka, pencegahan perkawinan usia anak. SI CERAH, BESTI STUNTING, MADU PENTING MAS, dan lainnya.
“Pemkot juga menggandeng PKK, Baznas, serta Kejaksaan Negeri Bima sebagai mitra strategis,” tambahnya.
*Kahaba-01












