Kabar Kota Bima

Empati di Tengah TKD Anjlok, Legislator Kota Bima Rela Puasa saat Rapat dan Efisiensi Kegiatan Lain

293
×

Empati di Tengah TKD Anjlok, Legislator Kota Bima Rela Puasa saat Rapat dan Efisiensi Kegiatan Lain

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- Di tengah situasi keuangan daerah yang kian terpuruk akibat berkurangnya Transfer ke Daerah (TKD) dari pemerintah pusat, muncul sorotan publik agar penghematan tidak hanya dibebankan pada Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui pemotongan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP), tetapi juga menyentuh kalangan legislatif. (Baca. Krisis Anggaran 2026, Akademisi Sentil DPRD: Jangan ASN Saja yang Dikencangkan Ikat Pinggang)

Ketua Fraksi PKS DPRD Kota Bima Amir Syarifuddin. Foto: Ist

Menanggapi hal itu, Anggota DPRD Kota Bima Amir Syarifuddin, menyatakan kesiapannya menerima langkah tersebut dengan penuh kesadaran dan empati.

“Sebagai anggota dewan, saya menerima dengan tangan terbuka. Bahkan uang makan dan minum pun kami persilakan untuk dihapus. Saat rapat, tidak perlu lagi ada makanan dan minuman disuguhkan,” tegasnya saat menghubungi media ini, Selasa 14 Oktober 2025.

Menurut Amir, langkah tersebut merupakan bentuk solidaritas dan keprihatinan kolektif di tengah kondisi fiskal yang sangat terbatas. Ia juga mendorong agar rapat-rapat yang tidak substantif ditiadakan demi efisiensi anggaran.

“Kita harus mulai dari hal kecil. Rapat yang tidak terlalu penting bisa ditiadakan. Ini bagian dari empati kita terhadap situasi daerah yang sedang sulit,” ujarnya.

Pria yang juga Ketua Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyoroti, berkurangnya TKD seharusnya menjadi alarm keras bagi seluruh elemen pemerintah daerah, sebab selama ini belanja lebih dominan pada kebutuhan rutin dan pegawai, sementara upaya serius mengejar Pendapatan Asli Daerah belum tampak maksimal.

“Selama ini kita hanya pandai membelanjakan uang, tapi tidak sungguh-sungguh menambah pemasukan. Padahal jumlah pegawai, terutama PPPK dan paruh waktu, sudah melebihi kebutuhan ideal,” ungkapnya.

Amir menjelaskan, dengan proyeksi TKD 2026, anggaran Kota Bima hanya cukup untuk belanja pegawai dan operasional rutin, tanpa ruang untuk pembangunan fisik atau program masyarakat.

“Tidak ada lagi belanja modal untuk rakyat, pembangunan pun praktis terhenti,” tambahnya prihatin.

Ia juga mengingatkan bahwa beberapa daerah di Indonesia sudah mengambil langkah ekstrem akibat kondisi serupa, seperti kerja hanya tiga hari dalam seminggu, menunda pembayaran BPJS, hingga mematikan listrik di kantor pada jam tertentu.

Sebagai bagian dari partai pengusung kepala daerah, Amir meminta agar Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bima berani menyampaikan kondisi keuangan yang sebenarnya kepada masyarakat, meski kebijakan yang diambil nantinya tidak populer.

“Pilihan ini pahit, tapi harus diambil. Pemerintahan tidak boleh berhenti. Kami di DPRD akan tetap mendukung selama kebijakan itu demi kepentingan daerah dan masyarakat,” tandasnya.

Amir juga berharap agar pemerintah pusat dapat mengevaluasi kebijakan pengurangan TKD, karena dampaknya sangat signifikan terhadap roda pemerintahan di daerah.

*Kahaba-01