Opini

‘Tuhan’ Telah Hidup Kembali

433
×

‘Tuhan’ Telah Hidup Kembali

Sebarkan artikel ini
Oleh : Al-Farisi Thalib*

Tuhan kini telah hidup kembali, dimana telah sekian lama dilupakan, dihilangkan, dan bahkan dibunuh oleh mereka yang bertopengkan kemanusiaan. Tuhan dalam paradigma, Tuhan dalam tirani pikiran, Tuhan dalam langkah dan perbuatan, Tuhan dalam kehidupan kita sehari-hari.

'Tuhan' Telah Hidup Kembali - Kabar Harian Bima
Al-Farisi

Opini, Kahaba.- Tujuh hari sudah berlalu telah kita lewati bersama, hari yang sebagian orang membuatnya rugi,  hari yang sebagian orang merupakan bulan yang “membawa sial”. Adalah hari-hari di bulan suci Ramadhan (yang dalam ajaran islam diyakini sebagai bulan yang suci penuh berkah). Bulan suci Ramadhan adalah bulan yang mewajibkan kepada umatnya, yaitu umat muslim, untuk berpuasa, yang sekaligus sebagai syarat bagi umat islam sehingga dikatakan sebagai orang islam. Puasa ramadhan merupakan kewajiban yang suci dan bentuk peribadatan dari sekian ibadah yang disyariatkan dalam islam. Juga merupakan salah satu rukun dari lima rukun yang ditetapkan dalam Agama Nabi Muhammad ini. Dan ini telah ditetapkan juga dalam Al-Qur’an (QS. Al-Baqarah: 183-184) dan As-Sunnah.

Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 158, telah memberikan penjelasan bahwa bulan Ramadhan adalah “Bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan sebagai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa diantara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah berpuasa pada bulan itu”. Hadis-hadis yang berkenaan dengan puasa juga sangat banyak, yang terkumpul dalam kitab-kitab para perawi hadis, seperti Al-bukhari, Muslim, Al-nasi, Al-Turmidzi, dan Abu Daud. Selain adanya landasan kuat terkait dengan ihwal puasa ini ada juga pendukung oleh beberapa Hadis sahih juga diperkiuat oleh Al-Qur’an sendiri sebagai rujukan utama. Seperti yang dikatakan oleh seorang ulama besar Qatar, Yusuf Qardhawi (2007:31), maka umat islam dari berbagai kelompok dan aliran, dari masa ke masa, sejak zaman Nabi hingga sekarang, bersepakat tenang wajibnya berpuasa di bulan Ramadhan dan wajibnya merupakan fardhu ‘ain bagi seluruh umat islam yang mampu.

Karena itu, puasa Ramadhan adalah kewajiban yang ditetapkan secara mutawatir, yang diinformasikan agama dengan tujuan yang jelas, baik bagi orang yang awam maupun kelompok tertentu tanpa memerlukan bantahan dan pengkajian ulang. Dari sini, Yusuf Qardhawi memberikan penjelasan dalam bukunya Fiqh AlShiyam, bahwa dengan itulah seluruh ulama sepakat menetapkan seorang yang mengingkari, meragukan atau meremehkan kewajiban puasa Ramadhan ini termasuk ‘kafir’ dan ‘murtad’. Dengan kata lain, oleh karena perintah puasa merupakan wajib ‘ain yang tidak ada tawar-menawarnya, maka seseorang yang berlaku demikian, tiada lain telah mendustakan Allah SWT dan Rasul-Nya. Dengan kata lain bahwa seorang muslim meninggalkan atau sengaja tidak menjalankan puasa di bulan Ramadhan tanpa alasan yang jelas, maka orang-orang demikian adalah manusia-manusia yang kufur dan tidak bersyukur.

Fenomena di Bulan Puasa

Dapat kita saksikan, menyambung apa yang demikian di jelaskan di atas, ketika bulan puasa “nongol” maka umat islam Indonesia berbondong-bondong menunaikan ibadah tersebut, baik yang anak-anak, tua, muda, laki, perempuan dan semua yang mengklaim dirinya sebagai orang islam, baik yang hanya nebeng kata islam dalam KTP, Ijazah, maupun yang jenggotnya sudah menjadi hutan rimba. Demikian, menahan lapar, lemas tak berdaya, melatih diri untuk bersabar, untuk merasakan bagaimana penderitaan orang-orang miskin dan kaum du’afa.

Mengingat bahwa beribadah pada bulan puasa juga secara khusus: memberi pahala dan melipatgandakannya tanpa hisab; doa orang yang puasa tidak ditolak; orang yang puasa memiliki dua kegembiraan, ketika berbuka dan ketika bertemu dengan Rabb-Nya; bau mulut orang yang puasa lebih wangi di sisi Allah dari pada wangi minyak kesturi; puasa adalah tameng (dari kemaksiatan) serta benteng dari Neraka. Adalah beberapa keutamaan dan hikmah bagi orang yang menjalankan puasa di bulan Ramadhan.

Saat diturunkannya Al-Qur’an, di dalamnya terdapat Lailatul Qadar, bila telah masuk Ramadhan segenap pintu Surga dibuka, pintu-pintu Jahannam ditutup serta setan-setan dibelenggu. Yang disebutkan diatas merupakan beberapa keutamaan dan kelebihan lain di dalam bulan Puasa Ramadhan. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah dengan “imbalan keutamaan dan beberapa hadiah” yang dibawa bulan Ramadhan itu sehingga orang-orang berbondong-bondong melakukan kebaikan?, apakah dengan itu sehingga walaupun yang tidak pernah menginjak masjid tiba-tiba rajin masuk mesjid, yang tidak pernah membuka Al-Qur,an, dimana telah sekian lama dia ‘memuseumkan’ kitab kehidupan umat manusia, kini mereka rajin bertadarrus, yang tidak pernah shalat, dan bahkan yang tidak tahu bacaan dan gerakan shalatpun kini telah rajin mempelajarinya dan taat beribadah, rajin mengikuti tarwih setiap hari di masjid-masjid dan langgar. Semuanya kelihatan ‘alim’, kelihatan ‘ustad’, dan terasa suasananya begtu islami. Dikarenakan mereka memakai kopiah, baju kokoh, dan dalam kesehariannya sudah sedikit ada perubahan dan selalu berbiaca pahala dan dosa. Sungguh sangat islami.

Setiap hari terdengar di masjid-masjid orang ramai baca Qur’an, setiap hari terlihan orang rajin keluar masuk masjid dengan memakai pakaian muslim dan muslimah, dan terasa ketika masuknya bulan suci Ramadhan  para ibu-ibu dan perempuan sedikit menggunakan kerudung jika bepergian, walaupun sebelumnya tidak pernah memakai hijjab (kerudung) dan bahkan banyak perempuan yang hanya mengenakan celana yang biasa menjadi ‘celana dalam’ dan baju kaos bagi laki-laki. Terasa sungguh aneh!. Warung remang-remang di tutup, tempat-tempat prostitusi dan minum-minuman di segel, dan bahkan para pelacur dilarang untuk berkeliaran dengan dalih bahwa ini adalah bulan suci, sehingga perilakupun harus yang “suci-suci”. Tidak ketinggalan juga adalah kata-kata islami yang dikirim dalam bentuk sms, permohonan maaf lewat acunt Facebook, Twiter, dan saling mengingatkan satu sama lain lewat BB, media, baik cetak maupun elektronik. Sungguh kehidupan secara sepintas begitu sangat indah, kedekatan hubungan emosional sesama saudara sangat dekat dan perhatian. Merupakan fenomena keberislaman kita hari ini, bagi saya ini lahir bukan karena kesadaran diri yang hanif sebagai seorang hamba Tuhan, atau sebagai seorang muslim yang beragama, tapi di akrenakan hanya ikut-ikutan, tidak mau di bulang tidak muslim, bahkan mungkin malu-malu jika tidak mengikut sama teman-teman yang lain.

Yang lebih lucu lagi adalah, perubahan kehidupan yang begitu drastis, mulai dari ‘pelacur’ yang selalu menjajakkan tubuhnya kepada para lelaki hidung belang, ke para ‘manusia bejat’ yang keseharianya hanya untuk menghisap dan meminum minuman yang haram sampai pada para “politisi, wakil rakyat dan segenap ‘sindikat korupsi”, kini (mungkin untuk sementara waktu di bulan puasa saja) melua kelihatan alim dan Alhamdulillah sudah sering terdengar selalu menyebut-nyebut nama Tuhan, beristigfar, dan sesekali mengingat tentang kematian, atau mungkin saja sedang “puasa korupsi”.

Hadirnya Allah Dalam Pikiran

Satu sisi kalau kita perhatikan, ada sesuatu kejanggalan, ada keanehan, kenapa tiba-tiba setelah datang bulan Suci Ramadhan semuanya langsung bertaubat. Apa sebenarnya yang menimpa sebagian manusia sehingga berlaku demikian ? Di sisi lain wajib kita bersujud syukur atas apa yang terjadi pada hal yang demikian, karena dengan datangnya bulan ini kita bisa kembali sadar dan manyadarka diri setelah sekian lama semuanya mengangkuhkan diri terhadap yang lain. Dan ini telah secara transparan (secara sederahana) merupakan pembantahan terhadap tesisnya Marx yang mengatakan bahwa Agama adalah candu, juga telah membolak balikkan apa yang dideklarasikan oleh Nietzsche bahwa Tuhan telah mati. Karena dalam setiap pikiran sebagian orang pada Ramadhan kini telah benar-benar menghadirkan Allah pada setiap gerak akalnya dan telah benar-benar bahwa “Tuhan”  kini telah hidup kembali dalam tirani pikirannya, “Tuhan” kini telah bangkit dari tidurnya yang panjang setelah sekian lama dininak-bobokan oleh mereka yang “para pendosa, pelaku maksiat, manusia-manusia yang tidak memiliki hati nurani, para koruptor, pemakan uang rakyat jelata yang bertahun-tahun menjerit meronta dalam kemiskinan dan busung laparnya”. Dan ‘Tuhan’ dalam mereka yang merasa telah ‘mengubur tuhan’ dalam pikiran, pandangan, perbuatan, perkataan, dan di setiap sudut kehidupannya, sekarang telah bangkit, telah “hidup kembali”, sehingga terasa bahwa Allah bagi orang muslim pada saat bulan Ramadhan ini selalu ada dan hadir dalam pikirannya.

Betapa bahagia kita semua hari ini dengan setetes air mata hati menyadari bahwa telah diilhamkan pada jiwa manusia kebaikan dan kesadaran. Demikian badihi (aksiomatis) nya kebenaran dalam jiwa manusia sehingga akan senantiasa mengenal-Nya. Taslim (berserah) diri pada fithrah ini artinya keselamatan, dan meng-kufuri-Nya artinya kecelakaan. Semoga cahaya hari raya kemenangan ‘Iedul Fithri (Iedul Fithri artinya kembali ke fithrah yang suci). Kita kembali ke makna-makna hati yang badihi. Kembali ke kejernihan batin seorang bayi. Ber-Taslim kepada hal-hal yang telah diilhamkan Allah pada hati manusia, maka marilah kita besarkan Allah di hari yang mulia ini baik dalam pikiran, perkataan lebih pada perbuatan kita, Allahu Akbar.

*Penulis adalah
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Politik, Agama dan Filsafat
(LaPAS) – Sulsel.