Kota Bima, Kahaba.– Kendati perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Bima masih beberapa bulan lagi, namun ‘perang wajah’ para calon Walikota Bima melalui baliho, spanduk dan stiker sudah mulai meramaikan jalan-jalan di Kota Bima. Hal tersebut tentunya menjadi pemandangan yang kurang sedap. Selain itu KPUD juga belum memberikan informasi yang jelas tentang masa kampanye pemilihan Walikota Bima untuk periode 2013-2018.
Peneliti Otonomi Daerah dan kandidat doktor Ilmu Politik di Swinburne University of Technology Australia, Honest Dody Molasy menyayangkan perang wajah para kandidat Walikota Bima ini. Saat berkunjung ke kantor redaksi Kahaba (1/10), ia mengatakan perang wajah kandidat yang tidak disertai penyampaian visi, misi, program kerja serta penyerapan aspirasi masyarakat adalah pembodohan politik.
“Tugas utama dari partai politik dan kandidat calon adalah memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Di Indonesia, sedikit sekali kandidat dan partai politik yang memberikan pendidikan politik dengan benar kepada calon pamilih. Masyarakat hanya dijejali gambar-gambar saja, tanpa diajari cara berpikir logis dan kritis, mengapa calon tersebut harus dipilih,” ujarnya.
Dosen FISIP Universitas Negeri Jember ini menambahkan, jika ingin membangun Kota Bima menjadi lebih baik, para kandidat seharusnya memberikan pendidikan politik kepada masyarakat dengan jalan menjelaskan visi, misi dan program kerja mereka. Kandidat juga harus bisa membuat mekanisme agar para kandidat ini mampu menyerap aspirasi masyarakat. Lebih penting dari itu, aspirasi yang diserap itu harus bisa direalisasikan sebagai program kerja jika mereka nantinya terpilih. Jadi program kerja Kepala Daerah merupakan sebuah kontrak politik antara pemilih dan yang dipilih.
Lebih jauh peneliti yang beberapa kali berkunjung ke Bima ini mengatakan perang wajah calon Walikota tak ubahnya seperti mengajari masyarakat memilih kucing di dalam karung. Calon pemilih disodori untuk memilih bungkus ketimbang isi. “Perang wajah para calon Walikota lewat spanduk, baliho, stiker dan sebagainya, itu adalah pembodohan masyarakat. Kampanye model ini tidak memberikan pendidikan politik yang sehat, karena masyarakat ditawarkan untuk memilih kulit ketimbang isi, atau memilih kamuflase ketimbang esensi,” jelasnya.
Proses demokrasi yang berlangsung di Kota Bima harus tetap dihargai. Semua komponen berperan penting dalam mewujudkan Kota Bima menuju ke arah yang lebih baik. “Oleh karena itu, jika ingin membangun Kota Bima menjadi lebih baik, para kandidat hendaknya melibatkan masyarakat secara aktif dalam membuat program pembangunan. Masyarakat juga harus dilibatkan secara aktif dalam menjalankan fungsi kontrol terhadap pelaksanaan program-program itu,” ujarnya. [DH]