Kota Bima, Kahaba.- Potret buram penegak hukum di Bima ditanggapi Akademisi STIH Muhammadiyah Bima Syamsuddin. Deretan proses hukum tebang pilih dan melukai rasa keadilan. Implementasi hukum seringkali tumpul ke atas, tajam ke bawah.
Menurut Syamsuddin, mencermati proses penegakan hukum oleh Aparat Penegak Hukum (APH) baik itu kepolisian, kejaksaan dan pengadilan di Bima akhir-akhir ini, menimbulkan tanda tanya publik. Karena terkesan diskriminatif atau tebang pilih.
“Di depan mata kita terpampang sangat jelas hari ini, bagaimana proses penegakan hukum tidak mencerminkan rasa keadilan,” ujarnya, Jumat (21/5).
Dalam berbagai kasus yang berhubungan dengan masyarakat biasa kata Syafruddin, hukum selalu ditegakan secara tegas. Namun ketika ada hubungannya dengan pemerintah dan pejabat, maka hukum kadang dibuat mandul tak berdaya.
Beberapa contoh kasus misalnya, jual beli jabatan yang melibatkan Hanif yang hingga sampai kini masih menjadi buronan. Bertahun – tahun kasus itu berjalan, namun tidak jelas ujung pangkalnya.
“Publik juga terus menanyakan kinerja aparat penegak hukum, kenapa belum juga meringkus Hanif. Ada apa?,” tanya Syamsuddin.
Tidak hanya itu, dugaan korupsi pengadaan Jas di DPRD yang baru saja dihentikan oleh kejaksaan. Padahal jelas berdasarkan audit Inspektorat, terdapat kerugian negara terhadap proyek pengadaan dimaksud.
Demikian juga dengan dugaan korupsi di Bapedda Kota Bima beberapa tahun lalu, hingga kini pun tidak ada kejelasan penanganannya.
Namun bertolak belakang dengan penanganan beberapa kasus lain yang yang dialami rakyat biasa. Diproses dengan cepat hingga sampai terpidana.
Namun ketika orang yang ada hubungannya dengan kekuasaan yang menjadi korban, lantas hukum digunakan secara cepat dan tegas. Sementara ketika rakyat jadi korban perilaku kekuasaan kemudian hukum selalu lambat bahkan cenderung diam.
“Ini sangat berbahaya bagi masa depan penegakan hukum,” terangnya.
Di tengah masyarakat yang mulai kehilangan kepercayaan tambahnya, maka aparat sebagai institusi penegak hukum harus membangun public trust dengan menegakan hukum secara adil, professional dan bertanggung jawab tanpa diskriminatif, agar masa depan penegakan hukum menjadi lebih baik dan dipercaya masyarakat.
“Aparat penegak hukum juga bisa lebih serius mengusut kasus-kasus yang masih mangkrak, karena di dalamnya juga masyarakat menjadi korban. Jangan mengimplementasikan proses hukum dengan tebang pilih sesuai selera,” tambah dosen muda tersebut.
*Kahaba-01